news  

Petrokimia Gresik: Transformasi Kelurahan Tepi Kota Jadi Laboratorium Sampah

Petrokimia Gresik: Transformasi Kelurahan Tepi Kota Jadi Laboratorium Sampah



– Kelurahan Tlogopojok, sebuah kawasan padat penduduk di pesisir Gresik, Jawa Timur, selama bertahun-tahun akrab dengan persoalan klasik: tumpukan sampah rumah tangga, aliran air yang tercemar, dan ruang hijau yang nyaris lenyap.

Tapi belakangan, kawasan ini justru berubah jadi contoh nyata bagaimana komunitas warga bisa mengambil alih kendali atas lingkungannya sendiri.

Transformasi ini tak terjadi tiba-tiba. Sejak beberapa tahun terakhir, wilayah yang hanya sepelemparan batu dari kawasan industri itu menjadi lokasi uji coba program pengelolaan sampah berbasis masyarakat bernama Masdarsa, singkatan dari Masyarakat Sadar Pengelolaan Sampah.

Program ini diprakarsai oleh Petrokimia Gresik (PG), perusahaan produsen pupuk milik negara, yang selama ini beroperasi tak jauh dari sana.

Alih-alih hanya membagikan tong sampah atau melakukan bersih-bersih tahunan, Masdarsa merancang model pengelolaan limbah yang menyentuh struktur sosial warga.

Kini, ada 17 bank sampah aktif yang dikelola oleh kelompok ibu-ibu dan pemuda setempat. Sampah tak hanya dipilah, tapi juga diolah menjadi sesuatu yang bernilai, baik secara ekonomi maupun ekologis.

Program ini juga mendorong budidaya pangan mandiri di tengah pemukiman padat: warga diajari menanam sayuran dengan sistem hidroponik, memelihara ikan dalam ember (budikdamber), dan membuat eco-enzyme dari sisa dapur rumah tangga.

Di sejumlah titik, warga mulai melihat hasilnya: pengurangan volume sampah rumah tangga, peningkatan kebersihan lingkungan, serta penghasilan tambahan dari hasil daur ulang.

“Sampah yang dulu dianggap masalah, sekarang justru jadi sumber penghasilan tambahan,” kata Sulastri, seorang pengelola bank sampah di Tlogopojok, yang sebelumnya hanya bekerja serabutan. Kini, ia ikut menjadi pelatih untuk warga RW lain yang ingin meniru model yang sama.

Tak hanya warga, dampaknya juga dirasakan oleh sekolah dan tempat ibadah yang kini aktif terlibat dalam pengolahan limbah organik.

Tak sedikit di antara mereka yang mulai mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, mengganti sabun kimia dengan larutan eco-enzyme, dan menanam sayuran di pot-pot bekas di halaman sekolah.

Menurut pengamat lingkungan dari Universitas Airlangga, Dr. Dwi Retno, model seperti Masdarsa menunjukkan bahwa pendekatan lingkungan tak harus selalu top-down.

“Ketika warga merasa dilibatkan dan punya kendali, maka kesadaran mereka terhadap lingkungan bisa tumbuh secara organik dan berkelanjutan,” katanya.

Keberhasilan Masdarsa tak luput dari perhatian publik. Program ini baru saja meraih penghargaan Gold dalam ajang TJSL & CSR Award 2025 untuk pilar lingkungan. Meski penghargaan itu diberikan kepada perusahaan penggagasnya Petrokimia Gresik namun di lapangan, para aktor utamanya adalah warga biasa yang berani bereksperimen dengan solusi lingkungan di tengah realitas kota industri.

Pakar tata kota menilai, pendekatan seperti ini bisa menjadi model bagi daerah lain yang menghadapi tantangan serupa: ruang terbatas, kepadatan penduduk, dan tumpukan limbah rumah tangga yang terus bertambah.

Kini, Tlogopojok tak lagi identik dengan bau sampah atau selokan mampet. Sebaliknya, ia menjadi semacam laboratorium hidup yang menunjukkan bahwa perubahan lingkungan tak selalu butuh teknologi canggih atau anggaran besar, cukup dengan pengetahuan, partisipasi, dan kemauan untuk mulai dari rumah sendiri.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com