Jakarta, —
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa tindakan ASN atau APH yang meminta THR dari publik atau pengusaha dianggap sebagai pungutan liar (pungli), dan tidak hanya bisa diterima sebagai kebiasaan memberi.
Pernyataan yang kuat itu dikemukakan oleh Deputi Pendidikan dan Partisipasi Masyarakat dari KPK, Wawan Wardiana, di Jakarta pada hari Selasa (28/5) kemarin.
Menurut dia, pegawai negeri sipil dan anggota perangkat hukum telah menerima Tunjangan Hari Raya secara sah dari pemerintah, oleh karena itu tidak layak dan tak seharusnya mereka mengajukan permohonan “Tunjangan Hari Raya tambahan” pada orang lain.
“Bila ada petugas pemerintahan yang mengharapkan THR dari rakyat atau perusahaan, hal tersebut sudah tidak termasuk dalam kategori THR melainkan menjadi bentuk pungli. Dalam beberapa kasus, situasi ini bahkan dapat berubah menjadi tindakan pemerasan,” ungkap Wawan.
Dia menyebutkan bahwa tindakan suap yang dirancang sebagai pengenaan THR sering kali dibenarkan dengan alasan untuk menjamin kenyamanan dan keamanan dalam berbisnis.
Ini bisa menyalin ke arah tindakan kriminal korupsu, terlebih lagi bila dijalankan secara berkelanjutan dan terstruktur.
Selanjutnya, Wawan menggarisbawahi bahwa perilaku itu merupakan cermin dari ketiadaan prinsip anti-korupsi, terutama semangat kebersahajaan dan dedikasi dalam bekerja.
Sebaliknya, orang-orang yang terlibat dalam praktik pungutan liar malah memperlihatkan sifat keserakahan, menginginkan keuntungan cepat tanpa peduli pada peraturan.
“Seharusnya, sebagai pegawai negeri, mereka memberikan teladan dalam hal kejujuran. Bukan malah mencari kesempatan untuk mengembangkan kewenangan pribadi melalui metode yang ilegal,” ucapnya.
Wawan pun menyebutkan bahwa THR merupakan hak yang dikeluarkan oleh perusahaan kepada para pekerjanya atau karyawannya.
Perusahaan tidak wajib mengeluarkan tunjangan hari raya untuk pihak luar seperti pegawai negeri atau petugas.
Jika terdapat pemberian tambahan diluar itu, bersifat sukarela, seperti contohnya dalam bentuk bantuan sosial atau zakat.
Oleh karena itu, dimohon kepada publik agar jangan khawatir melaporkan apabila menyaksikan atau menemukan adanya pemasaran THR oleh sejumlah pegawai negeri sipil atau anggota polisi. Pengaduan bisa diajukan ke badan inspeksi lokal, institusi kehakiman, ataupun secara langsung via saluran keluhan Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Kami akan mengikuti setiap laporan dengan serius. Terutama jika pelaku ada di bawah wewenang KPK seperti yang disebutkan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019,” tegas Wawan.
Harapan dari imbauan ini adalah sebagai peringatan bagi semua pejabat pemerintahan agar tetap menjaga integritas serta menghindari penyalahgunaan momentum beragama demi mendapatkan keuntungan yang ilegal.
KPK juga berusaha untuk menanamkan nilai-nilai anti-korupsi dalam seluruh sektor pemerintah, khususnya menjelang perayaan-perayaan agama yang rentan terhadap pelanggaran.