Perang di Masa Depan: Apakah TNI Bersiap Menghadapi Era Industri 4.0?

Perang di Masa Depan: Apakah TNI Bersiap Menghadapi Era Industri 4.0?


Makhtar Sianipar, yang berprofesi sebagai Advokat dan Konsultan Hukum, menjabat sebagai Ketua DPC Federasi Advokat Republik Indonesia (FERARI) untuk Kabupaten Bogor. Dia juga merupakan Senior Fellow dalam Research Institute for Ethical Business and Political Leadership Development (Rebuild).

Reformasi tahun 1998 yang membawa kembali Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke barak dan menjauhkan mereka dari urusan politik praktis, sepertinya tetap menimbulkan ketidaksukaan di kalangan tertentu. Grup ini meyakini bahwa kemampuan TNI tidak sebatas pada ranah militer saja, melainkan memiliki peranan penting di banyak aspek lainnya.

Ketidaksukaan ini menghasilkan dorongan untuk memodifikasi Undang-Undang No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pada Rancangan Undang-undang TNI yang sudah dipersetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada hari Kamis tanggal 20 Maret kemarin, area operasi militer selain perang serta penempatan personel TNI aktif di institusi lain kecuali kementerian pertahanan menjadi lebih luas. Pengembangan ini tidak disambut baik oleh kalangan sipil, sebab mereka berpendapat bahwa ini bukan hanya dua fungsi sebagai masa lalu Orde Baru, melainkan banyak fungsi.

Meskipun ada pro kontra terhadap Undang-Undang TNI yang baru ini, hal utama yang perlu diperhatikan sekarang adalah bahwa peta geopolitik serta metode dalam bertempur telah mengalami perubahan besar di masa Revolusi Industri 4.0.

Ancaman terhadap kedaulatan negara serta perkembangan metode perang harus jadi fokus utama saat merevisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI), daripada memikirkan posisi dalam lingkungan sipil atau batas usia pensiun.

Era
internet of things
Perkembangan IoT dicirikan oleh kemunculan teknologi baru yang mempermudah pembuatan serta pengambilan informasi secara instan, sementara juga mendukung komunikasi dan koneksi dunia secara menyeluruh. Hal tersebut membuat situasinya menjadi semakin rumit, sehingga diperlukan adanya penyesuaian pada metode dan pendekatan yang dijalankan oleh berbagai pihak yang terpengaruh.

Pemandangan pertempuran di masa industrial 4.0

Setidaknya ada lima karakteristik unik dari pemandangan pertempuran di era Industri 4.0 yang memberi tantangan kepada TNI. Yang pertama adalah peningkatan kemajuan teknologi dalam bidang senjata, misalnya AI atau kecerdasan buatan, robotika, serta penggunaan dron dan jenis-jenis senapan dengan akurasi dan efektivitas tinggi.

Teknologi ini bisa menghadirkan keunggulan baik secara taktis maupun strategis bagi pemegangnya, sehingga menambah kerumitan dalam konflik bersenjata.

Kedua, pertempuran tak terbatas oleh ruang dan waktu dikarenakan perkembangan teknologi komunikasi dan koneksi global membolehkan para pelaku untuk melakukan pemantauan dan kontrol konflik dari jarak jauh, sementara juga dapat bertindak pada waktunya dengan presisi.

Perselisihan pun bisa muncul dalam ranah maya, misalnya melalui serangan cyber, yang memiliki potensi besar untuk merusak keamanan negara, sebagaimana telah dialami oleh pusat data nasional baru-baru ini.

Ketiga, konflik yang memasangkan banyak kelompok tak sekadar menghadapkan tentara satu sama lain, namun juga menyeret sektor bisnis, kalangan akademik, serta publik ikut terlibat. Kelompok-kelompok tersebut bisa memiliki peranan dalam bidang peningkatan teknologi, pendistribusian sumber daya, hingga menjadi mata-mata atau menyampaikan informasi tentang aktivitas yang meragukan.

Keempat, pemanfaatan big data serta analitis. Di masa Industri 4.0, data telah berubah menjadi sumber daya yang amat bernilai di medan pertarungan. Mereka yang memiliki hak akses dan terampil dalam menafsirkan data dengan efektif akan meraih keunggulan dalam persaingan, sebab mereka bisa memahami kondisi secara menyeluruh dan membuat keputusan akurat, memperkirakan tindakan lawan, serta mengenali area-area rentan.

Kelima, adalah perang informasi, di mana terjadi usaha-usaha untuk menyesuaikan pendapat publik, merubah fakta berita, serta penyebaran propaganda. Bentuk perang ini bisa dilancarkan lewat jaringan sosial, website, atau platfom digital lainnya. Siapa pun yang berhasil mengontrol cerita dan pandangan publik akan memiliki keunggulan dalam konflik tersebut.

Perlindungan data

Singkatnya, peperangan pada masa Revolusi Industri 4.0 kian rumit dan mengharuskan adanya penyesuaian dalam strategi serta taktik yang diterapkan oleh para pihak yang berkonflik.

Menghadapi medan pertempuran yang kian rumit saat ini, dibutuhkan keahlian yang menyeluruh, mencakup beberapa aspek seperti teknologi, strategi, taktik, pasokan, serta mata-mata.

Dibutuhkan pula fleksibilitas untuk menyesuaikan diri secara cepat dengan perkembangan teknologi dan kondisi saat ini, bersamaan dengan kapabilitas bekerja sama dengan seluruh entitas yang terpengaruh oleh konflik tersebut.

Bukan hanya itu saja, saat menghadapi konflik di zaman industri 4.0, para pemainnya wajib mempunyai kapabilitas untuk menjaga datanya serta sistim informasi tetap aman dari ancaman cyber yang kian ganas. Cybersecurity telah jadi unsur vital dalam peperangan kontemporer, sebab data dan info bisa menjadi alat tempur amat bernilai.

Konflik modern tak sekadar melibatkan pertempuran langsung antar negara, namun juga melalui perang proksi. Di dalam skenario tersebut, negara-negara bermusuhan, khususnya kekuatan raksasa seperti Amerika Serikat, Tiongkok, serta Rusia mengandalkan entitas ketiga sebagai gantinya untuk melakukan peperangan.

Kekuatan utama itu hanya menyediakan bantuan keuangan, sumber daya material, serta data inteligen kepada pihak ketiga sebagai perwakilan mereka sendiri. Agar bisa menangani konflik proksi ini, TNI wajib memperkuat kapabilitas intelejennya agar mampu merespons dan menganalisa ancaman yang berasal dari luar negeri.

Keterampilan intelektual yang superior dapat membantu TNI untuk melakukan langkah-langkah mitigasi atau bahkan tindakan preventif yang akurat ketika menghadapi ancaman yang timbul.

Melihat peta politik global serta metode perang pada masa revolusi industri 4.0 saat ini, bukannya mengejar posisi dalam beragam area di luar tanggung jawab utama mereka sebagai gardi nasional, TNI harus lebih mendalam dalam menyempurnakan kemampuan personel militernya dengan menerapkan pendekatan pendidikan yang didasari oleh perkembangan teknologi modern. Apakah pasukan militer kita telah bersiap untuk tantangan zaman baru tersebut?


Penafian: Kolom ini mencerminkan komitmen Pikiran-Rakyat.com untuk menerbitkan pendapat mengenai beragam topik. Artikel ini tidak merupakan hasil jurnalisme, tetapi opininya sendiri dari sang penulis. ***

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com