Perang Bosnia: Konflik yang Menyebabkan Kekerasan dan Trauma Mendalam
Perang Bosnia menjadi salah satu konflik paling berdarah di Eropa pada era modern. Perang ini terjadi antara tahun 1992 hingga 1995, dengan durasi selama tiga tahun tujuh bulan. Selama periode tersebut, banyak kejahatan perang terjadi, termasuk pembunuhan massal, pengepungan kota, dan pembersihan etnis. Perang ini juga dikenal sebagai krisis kemanusiaan yang menyebabkan jutaan korban jiwa dan pengungsi.
Awal Keruntuhan Yugoslavia
Bosnia & Herzegovina dulunya merupakan bagian dari negara Yugoslavia. Wilayah ini terdiri dari penduduk mayoritas Muslim Bosnia (Bosniak), serta komunitas Serbia-Bosnia dan Kroasia-Bosnia. Setelah kematian pemimpin Yugoslavia, Josip Broz Tito, pada tahun 1980, nasionalisme etnis mulai muncul di berbagai wilayah. Pada tahun 1991, Slovenia dan Kroasia memproklamasikan kemerdekaannya dari Yugoslavia, memicu gelombang perpecahan besar.
Hal ini mendorong Bosnia & Herzegovina untuk mengambil langkah serupa. Pada Februari–Maret 1992, dilakukan referendum kemerdekaan. Hasilnya menunjukkan bahwa 99 persen pemilih mendukung pemisahan diri dari Yugoslavia. Meski sebagian besar etnis Serbia-Bosnia memboikot referendum, Presiden Alija Izetbegovic tetap memproklamasikan kemerdekaan Bosnia & Herzegovina pada 3 Maret 1992. PBB kemudian mengakui kemerdekaan negara tersebut pada Mei 1992.
Pengepungan Sarajevo
Etnis Serbia-Bosnia menolak hasil referendum dan segera memproklamasikan Republik Srpska sebagai entitas terpisah dari Bosnia & Herzegovina. Dukungan dari pemerintah Yugoslavia membuat situasi semakin memburuk. Pasukan Serbia-Bosnia melancarkan serangan militer besar-besaran, termasuk pengeboman kota-kota besar seperti Sarajevo.
Pengepungan Sarajevo dimulai pada April 1992 dan berlangsung hingga Februari 1996. Itu menjadi pengepungan kota terlama dalam sejarah modern. Selama 1.425 hari, ribuan warga sipil tewas, ratusan ribu orang ditahan di kamp konsentrasi, dan banyak lainnya harus meninggalkan kota.
Pembantaian Srebrenica
Konflik mencapai titik puncak pada Juli 1995. Pasukan Serbia-Bosnia di bawah pimpinan Jenderal Ratko Mladic merebut kota Srebrenica. Meskipun kota ini telah ditetapkan sebagai zona aman oleh PBB, pasukan Serbia-Bosnia melakukan pembantaian massal. Sekitar 8.000 orang dieksekusi dan jenazah mereka dikubur dalam kuburan massal. Peristiwa ini diakui sebagai genosida oleh Mahkamah Internasional.
Intervensi NATO dan PBB
Setelah pembantaian Srebrenica, NATO dan PBB mulai aktif dalam upaya perdamaian. Keduanya melancarkan operasi militer bernama Operation Deliberate Force pada Agustus–September 1995. Serangan udara besar-besaran terhadap pasukan Serbia-Bosnia memaksa pihak Serbia dan Yugoslavia untuk menerima negosiasi damai.
Perundingan damai diselenggarakan di Dayton, Ohio, Amerika Serikat. Hasilnya adalah Perjanjian Dayton pada Desember 1995. Isinya adalah pengakuan atas kemerdekaan Bosnia & Herzegovina, meskipun wilayahnya dibagi menjadi dua entitas: Federasi Bosnia & Herzegovina dan Republik Srpska.
Untuk menegakkan keadilan, International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia (ICTY) dibentuk di Den Haag. Pengadilan ini mengadili tokoh-tokoh utama konflik seperti Radovan Karadzic dan Ratko Mladic, yang divonis bersalah atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida.
Dampak Perang Bosnia
Perang Bosnia meninggalkan luka mendalam bagi kedua belah pihak. Sekitar 100 ribu nyawa hilang, 2 juta penduduk terpaksa mengungsi, infrastruktur hancur, dan trauma kolektif merusak hubungan antar etnis. Tragedi ini menjadi pengingat bagi dunia internasional bahwa kebencian etnis tidak boleh dibiarkan berkembang.