news  

Penyesalan Iptu Andi Ulva: Dari Polwan Tidak Jujur ke Penerima Penghargaan Hoegeng 2025

Penyesalan Iptu Andi Ulva: Dari Polwan Tidak Jujur ke Penerima Penghargaan Hoegeng 2025

Perjalanan Iptu Andi Sri Ulva Baso dari Kegelapan ke Kemenangan

Iptu Andi Sri Ulva Baso, seorang polisi wanita (Polwan) di Sulawesi Selatan, memiliki kisah yang sangat menginspirasi. Dulu, ia pernah terjebak dalam tindakan tidak jujur dan korupsi, namun kini ia menjadi salah satu penerima penghargaan Hoegeng Awards 2025. Penghargaan ini diberikan karena inovasinya dalam meningkatkan transparansi layanan pemerintahan.

Masa Lalu yang Penuh Penyesalan

Iptu Ulva pernah melakukan pungutan liar, sebuah praktik yang sangat merugikan masyarakat. Ia bahkan sampai menjual kendaraan motor, mobil, hingga perhiasan miliknya. Uang hasil penjualan itu berasal dari uang haram yang didapatnya melalui pungli. Ini adalah masa lalu yang penuh dengan penyesalan dan rasa bersalah.

Pengakuan ini dibagikannya saat menerima penghargaan Hoegeng Awards 2025. Penghargaan tersebut diserahkan di Auditorium Mutiara STIK-PTIK Polri, Jakarta Selatan, dan disaksikan oleh Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.

Inovasi Meja Tanpa Laci

Inovasi yang dilakukan Iptu Ulva adalah Meja Tanpa Laci di ruang-ruang pelayanan publik. Inovasi ini bertujuan untuk mencegah pungutan liar dan memberikan transparansi dalam pelayanan. Iptu Ulva membuat inovasi ini setelah mengikuti pelatihan antikorupsi yang diselenggarakan dalam program Saya Perempuan Antikorupsi (SPAK).

Pelatihan tersebut berlangsung di Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. Iptu Ulva ditemani oleh Koordinator SPAK Sulsel, Ema Husain. Sebelum mengikuti pelatihan, dia pernah meminta uang pelicin dari warga yang dilayani. Uang haram itu tidak hanya dinikmati sendiri, tetapi juga dibagi kepada koleganya.

Perubahan yang Berdampak Luas

Setelah mengikuti pelatihan, Iptu Ulva merasa terhimpit rasa bersalah. Ia menyadari bahwa dirinya bukanlah polisi yang mengayomi masyarakat, melainkan polisi yang minta uang dari rakyat. Hal ini membuatnya ingin berubah.

Dari Sorong, Iptu Ulva menelepon ibunya di Makassar dan meminta agar mobil, sepeda motor, dan perhiasan dijual. Uang hasil penjualan disumbangkan kepada anak yatim. Ia merasa harus menjadi Ulva yang baru, polisi yang jujur dan benar-benar mengayomi masyarakat.

Perjuangan Awal dan Tantangan

Setelah pulang dari pelatihan, Iptu Ulva membuat Meja Tanpa Laci. Awalnya, inovasi ini membuatnya dicap “sok suci”. Namun, niatnya untuk melakukan reformasi di tubuh Polri tidak goyah. Ia mengajak rekan-rekannya untuk berubah dan mulai memasang brosur-brosur serta logo SPAK di meja kerja.

Perjalanan Iptu Ulva menjadi agen pemberantasan korupsi di lingkungan Polri ditulis di laman resmi SPAK. ToT SPAK di Sorong menjadi titik balik dalam hidupnya. Inovasi ini terus dijalankan selama bertahun-tahun hingga akhirnya mengantarkan dia dianugerahi Hoegeng Awards 2025 kategori Polisi Inovatif.

Harapan Masa Depan

Iptu Ulva ingin anaknya kelak menikmati Indonesia yang benar-benar bebas dari korupsi. Ia bertekad untuk menjadi orang yang jujur dan profesional dalam menjalankan tugasnya. Meski pernah dicap sok suci, ia tetap tenang dan percaya bahwa rejeki paling banyak diberikan oleh Allah SWT.

Hoegeng Awards diambil dari nama mantan Kapolri periode 1968 hingga 1971, Jenderal Hoegeng Imam Santoso. Almarhum Hoegeng dikenal sebagai pejabat polisi yang paling berani dan jujur di kalangan masyarakat pada saat mayoritas pejabat pemerintah yang malah dikenal korupsi. Iptu Ulva merupakan salah satu dari lima polisi yang meraih Hoegeng Awards 2025.