Penjualan Mobil Lesu, Industri Otomotif Dorong Pemerintah Revisi Pajak dan Insentif

Penjualan Mobil Lesu, Industri Otomotif Dorong Pemerintah Revisi Pajak dan Insentif



Industri otomotif di Indonesia tengah menghadapi sejumlah kesulitan signifikan. Ambisi mencapai sasaran dengan menjual satu juta unit tampaknya belum bisa dicapai secara mudah. Ini karena penjualannya selama dua tahun terakhir baru saja menyentuh angka antara delapan ratus hingga sembilan ratus ribu unit. Para pemain industri ini telah gencar mempromosikan penghapusan bea serta memberi insentif sebagai cara untuk merangsangkan aktivitas penjualan produk-produk otomotif.

LPEM FEB UI (Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia) menyatakan setuju bahwa industri otomotif di Tanah Air tengah menghadapi kesulitan besar. Menurut Riyanto dari LPEM FEB UI, jumlah kendaraan yang berhasil dipasarkan di Indonesia telah gagal melampaui angka satu juta unit selama periode waktu yang cukup panjang. Pada 2013, sektor ini pernah meraih titik tertingginya tetapi kemudian menurun drastis akibat dampak pandemi pada tahun 2020. Meski sempat pulih hingga level satu juta unit pada 2022, kondisi tersebut tak bertahan lama karena ada penurunan lagi dalam beberapa tahun belakangan.

Menurut Riyanto, penjualan mobil pada tahun 2025 juga bisa merosot. Tanpa adanya perubahan apa pun, prediksi penjualannya untuk akhir tahun mendatang diperkirakan mencapai sekitar 769.104 unit, mengalami penurunan dibandingkan dengan 865.723 unit yang dicatatkan pada tahun 2024 kemarin. Riyanto menjelaskan bahwa beberapa elemen telah menyumbangkan dampak negatif terhadap industri otomotif nasional. Salah satunya yaitu tingginya beban pajak atas kendaraan roda empat di tanah air, yang secara tidak langsung meningkatkan biaya pembelian bagi konsumen.

“Strukturnya terdiri dari beberapa jenis pajak untuk mobil yaitu PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah), BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor), PKB (Pajak Kendaraan Bermotor), dan PPN (Pajak Pertambahan Nilai),” jelasnya.

Menurutnya, pemerintah harus meninjau kembali tentang penyesuaian struktur pajak mobil baru atau memberikan insentif pajak dengan tujuan meringankan harga jual bagi konsumen. Sebagai contoh, hal ini mirip dengan program Penghapusan Pajak Penjualan dan Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM DTP) selama pandemik COVID-19. “Saat ini, kemungkinannya adalah memerlukan kebijakan serupa ketika pandemic, baik itu berbentuk PPN maupun PPnBM agar harga kendaraan menjadi lebih murah,” papar Riyanto.

Sebaliknya, Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, menggambarkan perbedaan dalam struktur pajak kendaraan bermotor antara Indonesia dan Malaysia. Meskipun Malaysia memiliki tingkat pendapatan masyarakat yang signifikan lebih tinggi, negeri tersebut memberlakukan sistem pajak yang lebih sederhana dan terjangkau dibandingkan dengan Indonesia.

“Pajak untuk mobil Toyota Avanza di Malaysia terbilang rendah, yakni hanya beberapa ratus ribu rupiah, sementara di Indonesia biayanya bisa sampai jutaan rupiah. Di Malaysia pun, pemerintahan masih menerapkan insentif-insentif yang diberikan selama periode pandemic COVID-19,” ungkap Kukuh.

Merespons opini dari para analis serta pelaku bisnis, Direktur Industri Maritim, Kendaraan Bermotor, dan Alat Pertahanan (IMATAP) yang berafiliasi dengan Kementerian Perindustrian, Mahardi Tunggul Wicaksono menjelaskan bahwa struktur perpajakan terhadap kendaraan beserta insentif bagi sektor otomotif di Indonesia harus didiskusikan bersama-sama dengan Kementerian Keuangan serta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. “Kita akan mengevaluasinya berdasarkan kondisi finansial nasional. Jika insentif dalam bentuk fiskal tidak dapat diberlakukan, maka kita akan mencari alternatif lain secara nonfiskal,” ungkapnya.

Tunggul mengatakan bahwa pihaknya telah mencoba sebaik mungkin untuk menyediakan insentif. “Tujuan bagi pemerintah dalam bidang industri otomotif nasional adalah agar masih dapat melanjutkan percepatannya,” jelas Tunggul. Ia juga menjelaskan bahwa pembagian insentif yang telah dilakukan berkali-kali pada sektor ini ternyata cukup efektif. Aturan tentang insentif tersebut akan dipertahankan untuk jenis mobil seperti LCGC, BEV, serta hybrid.”

(agf)


Penjualan Kendaraan Bermotor di Empat Negara ASEAN Terkemuka

Negara Penjualan (Unit)


2024 | Proyeksi 2025

  • Indonesia 865.723 | 850.000
  • Malaysia 816.747 | 765.000
  • Thailand 562.954 | 750.000
  • Filipina 467.253 | 700.000


Sumber:

Gaikindo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com