Mungkin Kita Perlu Waktu
(2024), karyanya yang baru dari Teddy Soeriaatmadja, menandai akhir babak ketiganya dengan nada emosional. Film tersebut sukses memperlihatkan petualangan tiga tokoh sentral (Ombak, Kasih, dan Restu) saat mereka berusaha mengatasi luka batin dan kesedihan.
Dalam konferensi pers
Mungkin Kita Perlu Waktu
Di bioskop XXI Epicentrum, pada hari Selasa (6/5/2025), Teddy bersama dengan aktor Lukman Sardi membongkar arti yang dalam tersembunyi di belakang kesimpulan dari film tersebut. Mereka tidak sekadar menyinggung topik perpisahan, tetapi juga menerangkan konsep penerimaan. Berikut adalah rincian selengkapnya!
Artikel ini berisi spoiler!
1. Ketiganya mengalami nasib apa di penghujung cerita film tersebut?
Pada akhir Film tersebut, Restu (Lukman Sardi) memilih untuk melakukan umrah secara mandiri usai mendapat permohonan perceraian dari Kasih (Sha Ine). Sepertinya tindakannya itu menjadi simbolik bagi pencarian ketenangan rohani yang telah lama ia harapkan untuk diri sendiri, bukannya hanya ditransfer kepadanya oleh istrinya.
Pada saat yang sama, Ombak (Bima Azriel) dan Kasih pada akhirnya menyelesaikan “perang suhu rendah” mereka dan memulai komunikasi yang lebih terbuka. Adegan penutup film ini mencakup momen manis ketika mereka berdua bermain bola basket bersama-sama. Harap dicatat bahwa kesimpulan tersebut beragam dibandingkan dengan versi yang diputar dalam Festival Film JAFF 2024.
2. Arti dari Penutupan “Mungkin Kita Perlu Waktu”
Film ini menyimpulkan bahwa tak ada yang sepenuhnya benar atau salah. Segala sesuatunya hanyalah masalah perspektif serta bagaimana mereka mengatasi kesedihan. Restu, Kasih, dan Ombak menghadapi luka batin masing-masing secara unik.
Mungkin Kita Perlu Waktu
pun menekankan bahwa perpisahan tidak selalu berakhir, tetapi justru menjadi bagian dari proses menuju kedamaian. Di penghujung cerita, kita diminta untuk menyelami kerumitan emosi manusia saat mengalami kesedihan karena kehilangan.
3. Pembahasan akhir tentang Teddy Soeriaatmadja
Teddy menyatakan bahwa tema perpisahan begitu dominan dalam film tersebut, hal itu terinspirasi dari pengalamannya sendiri saat ia kehilangan figur ibunya ketika berusia sembilan tahun.
“Perpisahan
adalah sesuatu yang saya mengerti dengan sangat baik
. Artinya perasaannya bagaimana, sakitnya seperti apa, dan senangnya bagaimana.
There’s also a
‘seneng’ in perpisahan,
ada juga hal baik di dalamnya
perpisahan. Jadi, kalau misalnya
message
-nya perpisahan
is the answer
,
not entirely true
,” tutur Teddy.
Meskipun demikian, itu bukan berarti dia memuja kerinduan akan kesenjangan tersebut. Malah sebaliknya, Teddy menjelaskan bahwa perpisahan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hidup dan kita tidak dapat lari daripadanya.
Bukan berarti film ini memuja sebuah perpisahan,
no
. Tapi, perpisahan
adalah hal yang terjadi dalam kehidupan
.
It’s how
, cara kita
embrace
“Penting bagiku untuk mengatakan bahwa sebuah perpisahan itu krusial,” tegasnya.
Lukman Sardi, yang memerankan karakter Restu dalam film tersebut, menyampaikan bahwa pertemuan dan perpisahaan di penghujung cerita berarti “melepaskan”. Dia menggunakan teladan dari tokoh Kasih dan Ombak untuk menjelaskannya.
Dia (Kasih) berpikir bahwa Restu mungkin tetap saja tidak senang dengannya jika polanya seperti ini. Ini bisa jadi semakin menyakitkan bagi Restu. Seperti ombak dan perpisahannya dengan bola basket; sesuatu yang ia sukai. Namun tentunya tak ada yang tahu ya.
for in the future
“Apakah basket telah menjadi pilihan yang utama untuk Ombak?” tanya Lukman.