Humas Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus, Ahad Rahedi mengonfirmasi adanya temuanLiquefied Petroleum Gas (LPG) campuran ilegal di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pertamina dan polisi menemukan hal tersebut melalui pemeriksaan di lapangan.
Ahad menyatakan, tabung dan tutup LPG palsu tidak jauh berbeda dari yang asli. Sehingga, masyarakat kesulitan membedakan dan mudah tertipu oleh produk ilegal tersebut. Pertamina menyarankan masyarakat untuk membeli LPG di agen, bukan di pengecer. “Jika membeli di agen, pasti mendapatkan yang asli, bukan yang dipalsukan,” ujar Ahad kepada wartawan di Surabaya, Rabu 6 Agustus 2025.
Menurutnya, pihak pangkalan akan mencatat pelanggan yang membeli LPG menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dari Kartu Tanda Penduduk (KTP). Dengan demikian, jika terjadi pembelian LPG yang sama secara berulang, sistem akan menunjukkan adanya penyimpangan atau penggunaan sebagai bahan oplosan.
Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Ahad mengakui adanya penyimpangan terbesar dalam penjualan LPG terjadi di tingkat pengecer. Bahkan, pembelian tidak dilengkapi dengan NIK. Namun, ia tidak menyangkal kemungkinan adanya keterlibatan pengecer bersama pihak pangkalan dalam tindakan ilegal ini. “Apakah ada atau tidaknya kerja sama tersebut bisa kami selidiki. Saat ini kami sedang memantau transaksi melalui NIK dan pembagian lewat pengecer dibatasi hanya sebesar 10 persen,” ujar Ahad.
Sebelumnya, Polda Jatim mengamankan pelaku pemalsuan LPG dengan inisial MA. Pelaku memasukkan isi tabung LPG 3 kg ke dalam tabung kosong LPG 12 kg. Kasubdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jatim, AKBP Damus Asa menyebutkan, MA telah melakukan tindakan tersebut selama setahun terakhir. MA berhasil mendapatkan keuntungan hingga Rp160 juta.
Damus mengatakan, MA mendapatkan tabung LPG 3 kg dari agen resmi LPG. Setelah dicampur, MA menjual LPG 12 kg campuran tersebut ke toko-toko kelontong di Kabupaten Malang. Akibat perbuatannya, pihak berwajib menjeratnya dengan pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. MA terancam hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp 60 juta.