Isu Keramba Jaring Apung di Pantai Timur Pangandaran
Pembangunan Keramba Jaring Apung (KJA) di kawasan Pantai Timur Pangandaran, Jawa Barat, terus menjadi perhatian masyarakat dan berbagai pihak. Sejumlah tokoh masyarakat serta aktivis lingkungan menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pengusaha kepada warga sekitar dan pelaku usaha wisata.
Pendapat Aktivis Lingkungan
Seorang aktivis terumbu karang sekaligus anggota Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Pangandaran, Hadiat Kelsaba, menilai bahwa pemasangan KJA tidak menjadi masalah selama tidak mengganggu estetika kawasan dan tidak memasuki wilayah konservasi. Ia menegaskan pentingnya lokasi keramba jaring apung tidak termasuk dalam kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Cagar Alam Pangandaran serta tetap menjaga kondusivitas dengan masyarakat sekitar.
“Yang penting, titik keramba tidak masuk ke dalam kawasan TWA Cagar Alam Pangandaran serta tetap kondusif dengan masyarakat sekitar,” ujarnya melalui pesan singkat, Minggu (13/7/2025).
Namun, Hadiat juga menyampaikan bahwa dirinya belum pernah menerima koordinasi resmi dari pihak perusahaan atau konsultan terkait pemasangan KJA tersebut. Ia menyesalkan hal ini karena lokasi tersebut dinilai masuk ke area konservasi.
“Sayangnya, tidak ada konfirmasi dari pihak PT maupun konsultan. Padahal, lokasi itu masuk ke area konservasi. Kalau memang bersinggungan, harusnya ada koordinasi dengan kami,” katanya.
Kekhawatiran dari Nelayan
Sementara itu, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Pangandaran, Jeje Wiradinata, menyampaikan keberatan terhadap adanya KJA. Menurut Jeje, penambahan KJA berpotensi mengganggu aktivitas nelayan di kawasan Pantai Timur Pangandaran.
“Di lokasi itu ada alur perahu nelayan dan juga tempat menangkap ikan. Kalau dipasang keramba akan mengganggu aktivitas,” ujarnya.
Jeje juga mengkritisi pemilihan lokasi yang dinilai tidak sesuai untuk pengembangan budidaya baby lobster. Ia menilai perairan di lokasi tersebut terlalu dangkal dan sempit. Idealnya, kata dia, budidaya baby lobster atau ikan dilakukan di kedalaman 24 sampai 30 meter.
“Kalau budidaya baby lobster atau ikan, idealnya di kedalaman 24 sampai 30 meter, bukan di tempat dangkal seperti itu,” ujar Jeje.
Selain itu, ia menyoroti kedekatan lokasi keramba dengan area wisata water sport yang menjadi ikon wisata Pantai Pangandaran. Keberadaan KJA dikhawatirkan bisa menurunkan minat wisatawan dan mengganggu daya tarik kawasan tersebut.
Perizinan dan Penolakan
Sebelumnya, diberitakan bahwa PT Pasifik Bumi Samudera telah mengantongi izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan RI untuk memasang Keramba Jaring Apung di Pantai Timur Pangandaran. Namun, pemasangan keramba tersebut mendapat protes dan penolakan dari berbagai pihak, termasuk mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, serta Ketua HNSI Pangandaran, Jeje Wiradinata.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak perusahaan terkait polemik keberadaan KJA. Hal ini meninggalkan banyak pertanyaan tentang dampak jangka panjang dari proyek tersebut terhadap ekosistem laut dan aktivitas masyarakat sekitar.