–
Sebuah drama pilu terkait dana tabungan murid senilai Rp 343 juta yang tak kunjung kembali, kini memasuki babak baru.
Para wali murid di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, sudah kehilangan kesabaran.
Mereka melayangkan ancaman serius.
jika dalam waktu seminggu tak ada kejelasan, Bu Guru Cicih dan pihak sekolah akan digaruk habis-habisan.
Kisah ini berawal dari seorang guru bernama Cicih, yang kini telah pensiun dari SD Negeri 1 Mekarsari, Kecamatan Cimerak.
Sejak 2017, uang tabungan ratusan juta rupiah milik para siswa lenyap, dipakai Bu Guru Cicih untuk modal usaha yang kemudian bangkrut.
Ironis, bukan? Uang titipan masa depan anak-anak justru menjadi korban kegagalan bisnis.
Janji Kosong dan Kesabaran yang Habis
Kita masih tetap menunggu,” ujar Eful (40), salah satu orang tua murid yang anaknya memiliki tabungan sekitar Rp 29 juta.
Ia menceritakan bagaimana pihak sekolah diberikan waktu seminggu untuk bermusyawarah dengan kepala sekolah lama dan baru.
Namun, kesabaran para orang tua sudah menipis.
“Jadi, kita akan datang langsung jika nanti tidak ada kabar,” tegas Eful, siap menggerakkan massa jika janji kembali diingkari.
Sudah tujuh tahun lamanya uang tabungan itu tak kunjung kembali.
Anak-anak yang saat itu menabung, kini bahkan sudah duduk di bangku SMP.
Bayangkan, harapan mereka untuk masa depan sekolah yang lebih baik, justru tersandera di tangan seorang guru yang seharusnya menjadi panutan.
Alasan Klise dan Aset yang Tak Cukup Menutup Utang
Mengapa uang tabungan murid bisa raib begitu saja? Kepala Bidang Sekolah Dasar (Kabid SD) Disdikpora Kabupaten Pangandaran, Darso, mengungkapkan alasannya.
“Niatnya mungkin baik, ada usaha, dia pinjam uang tabungan untuk modal, tapi nyatanya usahanya itu tidak berhasil,” jelas Darso.
Sebuah alasan klasik yang seringkali berakhir dengan kerugian bagi pihak yang seharusnya dilindungi.
Darso sendiri menegaskan bahwa praktik semacam ini sama sekali tidak dibenarkan.
“Itu hal yang tidak diperbolehkan, jangankan sampai sebesar itu.
Itu tidak boleh,” tegasnya.
Ia bahkan pernah menolak mentah-mentah permintaan kepala sekolah untuk meminjam uang tabungan murid demi keperluan pribadi guru lain.
“Apa bedanya uang tabungan dengan uang pinjam di luar?” ujarnya, menekankan bahwa uang tabungan siswa adalah amanah dan harus dijaga.
Dari pihak sekolah, Kepala SD Negeri 1 Mekarsari, Ade Haeruman, mengakui bahwa Bu Guru Cicih sudah sering dipanggil.
Namun, jawabannya selalu sama, “Sudah mau dijual asetnya tapi belum ada yang membeli.”
Mirisnya, aset yang akan dijual pun kabarnya tidak cukup untuk melunasi seluruh utang.
Solusi yang ditawarkan? Cicilan dari gaji ke-13 dan harapan akan bantuan dari keluarga Bu Guru Cicih.
Akankah Berakhir di Jalur Hukum?
Meskipun kasus ini sudah mencuat dan menjadi sorotan, Darso mengaku Disdikpora tidak bisa berbuat banyak karena kejadiannya sudah berlangsung sejak 2017.
Lantas, apakah wali murid akan menempuh jalur hukum? “Saya mah gimana hasil kesepakatan orang tua.
Karena, bagimana pun kita selalu musyawarah dengan orang tua lain,” ucap Eful, menyiratkan bahwa opsi itu masih terbuka lebar tergantung hasil musyawarah mereka.
Kini, bola panas ada di tangan Bu Guru Cicih dan pihak sekolah.
Akankah batas waktu seminggu ini membuahkan hasil, ataukah para wali murid benar-benar akan “menggeruduk” dan membawa kasus ini ke ranah hukum?.
(*/)
Baca berita
TRIBUN MEDAN
lainnya di
Google News
Ikuti juga informasi lainnya di
Facebook
,
Instagram
dan
Twitter
dan
WA Channel
Berita viral lainnya di
Tribun Medan
Artikel ini telah tayang di
TribunLampung.co.id