,JAKARTA— Penelitian terbaru menunjukkan bahwa 96% lautan di seluruh dunia mengalamigelombang panaspada tahun 2023 dan kemungkinan munculnya El Nino setiap tahun.
Dikutip dari situs Live Science pada Jumat (25/7/2025), para ilmuwan menemukan bahwa gelombang panas laut (MHW) terjadi akibat perubahan iklim dan menjadi indikator penting perubahan iklim. Penelitian ini menunjukkan bahwa keadaan ini dapat mengancam sistem ekologi laut secara serius, seperti menyebabkan pucanya terumbu karang dan kematian massal organisme laut, serta menimbulkan tantangan ekonomi dengan mengganggu sektor perikanan dan budidaya perairan.
Para ilmuwan memanfaatkan data satelit dan informasi sirkulasi laut untuk mengevaluasi gelombang panas lautan pada tahun 2023. Mereka menyimpulkan bahwa tahun tersebut mencatat rekor baru dalam hal suhu, lama, serta cakupan wilayah gelombang panas laut. Beberapa peristiwa ini telah direkam sejak tahun 1950-an, dengan durasi empat kali lebih lama dibanding rata-rata historis dan meliputi 96% permukaan lautan di seluruh dunia.
Pemanasan paling kuat, yang terjadi di Laut Atlantik Utara, Pasifik Tropis, Pasifik Selatan, dan Pasifik Utara, memberikan kontribusi sebesar 90% pemanasan laut yang tidak terduga pada tahun 2023.
Gelombang panasLaut Atlantik Utara berlangsung selama 525 hari, dan Laut Pasifik Barat Daya mencatat rekor untuk luas serta durasi wilayah.
Para ilmuwan menemukan beberapa faktor yang menyebabkan gelombang panas laut yang luar biasa, seperti peningkatan radiasi matahari akibat berkurangnya awan, angin yang melemah, serta perubahan alur arus laut.
Mereka mengusulkan bahwa gelombang panas laut pada 2023 mungkin mencerminkan perubahan mendasar dalam dinamika lautan yang bisa menjadi tanda awal dari titik kritis iklim.
Meskipun tidak ada satu definisi yang jelas tentang titik kritis, sebagian besar peneliti menggunakannya untuk menggambarkan ambang batas di mana dampak tertentu dari perubahan iklim sudah tidak bisa diubah lagi. Namun, masih belum jelas apakah lautan sudah mencapai titik kritis tersebut atau belum. Seorang ilmuwan kelautan dari Universitas Negeri PoliteknikCalifornia, Ryan Walter menyatakan bahwa titik kritis sulit untuk diukur. Hal ini disebabkan oleh adanya banyak siklus umpan balik dalam lautan dan atmosfer.
“Jika Anda mengubah satu hal, maka hal lain juga berubah, sehingga membuat prediksi yang akurat mengenai titik kritis iklim menjadi sulit,” katanya.
Meskipun 2023 mungkin atau mungkin bukan titik kritis, gelombang panas laut yang ekstrem di berbagai belahan dunia menunjukkan kerentanan ekosistem laut serta mata pencaharian manusia yang bergantung padanya.
Walter menyatakan bahwa gelombang panas laut tidak hanya memengaruhi ekosistem dasar seperti hutan rumput laut, alga, dan terumbu karang, yang semuanya memberikan berbagai layanan ekosistem penting serta mendukung spesies lain, tetapi juga berdampak pada banyak perekonomian. Peristiwa ekstrem ini juga bisa menyebabkan perluasan wilayah hidup spesies tertentu yang berpotensi semakin mengganggu keseimbangan ekosistem.
Laut yang lebih hangat di sekitar pantai California, misalnya, menarik ular laut berbisa tropis ke wilayah negara bagian tersebut.
“Ular laut yang biasanya tinggal di Samudra Pasifik khatulistiwa mampu mengikuti air yang hangat hingga sejauh utara Selatan dan bahkan beberapa wilayah tengah California,” ujar Walter.
Faktor-faktor lain mungkin juga berkontribusi terhadap gelombang panas laut yang mencatatkan rekor pada 2023. Seorang ilmuwan senior dari Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional, Michael McPhaden, menyatakan bahwa peristiwa El Nino yang besar selama musim panas 2023 kemungkinan telah memicu beberapa gelombang panas tersebut.
Sebagai contoh, di Pasifik Timur Tropis, anomali suhu mencapai 34,9 derajat Fahrenheit (1,6 derajat Celsius) pada awal El Nino. McPhaden sepakat bahwa tahun 2023 merupakan tahun yang luar biasa bagi gelombang panas laut dan cuaca ekstrem lainnya. Namun, ia tidak melihat tahun 2023 sebagai titik kritis.
Meskipun kejadian suhu yang ekstrem semakin meningkat akibat perubahan iklim, variasi alami yang muncul bersamaan dengan El Nino juga berpengaruh terhadap pengukuran lautan dari tahun ke tahun.
“Akan ada tahun-tahun di mana kejadian-kejadian melebihi grafik, dan itu akan menjadi tahun-tahun ketika kita mengalami El Nino yang besar,” ujar McPhaden.