news  

Pemerintah Umumkan Batasan Penggunaan Video Call di WhatsApp dan Instagram

Pemerintah Umumkan Batasan Penggunaan Video Call di WhatsApp dan Instagram

Rencana Pembatasan Layanan VoIP di Aplikasi Komunikasi

Rencana yang diajukan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk membatasi layanan panggilan suara dan video (VoIP) dalam aplikasi seperti WhatsApp, FaceTime, hingga Instagram menimbulkan berbagai respons dari masyarakat. Langkah ini disebut sebagai upaya menciptakan keadilan digital antara operator seluler dan platform over-the-top (OTT) yang selama ini menggunakan infrastruktur tanpa kontribusi langsung.

Dalam sebuah diskusi yang digelar di Jakarta belum lama ini, Denny Setiawan, Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital Komdigi, menjelaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk memberikan keseimbangan antara pihak-pihak yang terlibat dalam penyediaan layanan komunikasi. Ia mengungkapkan contoh dari Uni Emirat Arab, di mana layanan pesan teks diperbolehkan, tetapi panggilan suara dan video melalui WhatsApp tidak bisa dilakukan. Menurutnya, layanan dasar seperti WhatsApp tetap bisa digunakan, namun fitur panggilan dan video akan dibatasi.

Menurut Denny, operator seluler adalah pihak yang secara langsung menanggung beban investasi jaringan. Sementara itu, platform OTT seperti WhatsApp atau Instagram menggunakan jalur internet untuk menyediakan layanan komunikasi, namun belum memberikan kontribusi yang setara. Tujuan dari regulasi ini adalah agar semua pihak mendapatkan manfaat yang seimbang. “Sekarang kan enggak ada kontribusi dari teman-teman OTT itu, berdarah-darah yang bangun investasi itu operator seluler,” tambah Denny.

Namun, rencana ini tidak langsung diterima oleh masyarakat. Di media sosial, banyak netizen yang menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap dampak yang mungkin terjadi. Salah satu komentar menunjukkan ketakutan tentang bagaimana pekerjaan remote akan terganggu jika fitur video call dibatasi. “Kalau video call dibatasi, gimana kerja remote? Kami komunikasi harian sama klien pakai WhatsApp,” tulis salah satu netizen.

Komentar serupa juga muncul dari netizen lainnya. Mereka menyatakan bahwa saat ini segala sesuatu sudah bergantung pada dunia online. “Zaman sekarang semua serba online. Masa harus balik lagi ke telepon pulsa mahal?” ujar netizen yang lain.

Dalam diskusi yang sama, Marwan O. Baasir, Direktur Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), menegaskan bahwa regulasi diperlukan karena layanan OTT telah masuk dalam kategori telecommunication application service. Menurutnya, OTT diregulasi karena model bisnisnya memang perlu diatur. “Artinya diwajibkan kerja sama tetapi masyarakat tidak berdampak, justru menerima manfaat,” ujar Marwan.

Kementerian Komunikasi dan Digital menegaskan bahwa wacana ini masih dalam proses pembahasan. Masih akan ada diskusi panjang dengan melibatkan berbagai pihak agar solusi yang diambil tidak merugikan masyarakat.

Di tengah era komunikasi digital yang semakin penting, baik untuk bekerja, belajar, maupun menjaga hubungan emosional, fitur panggilan suara dan video menjadi kebutuhan pokok yang sulit digantikan. Oleh karena itu, setiap kebijakan yang diambil harus benar-benar mempertimbangkan kepentingan masyarakat serta keseimbangan antara berbagai pemangku kepentingan.