news  

Pemerintah Terus Luncurkan SBN Meski Anggaran Tertahan

Pemerintah Terus Luncurkan SBN Meski Anggaran Tertahan

.CO.ID – JAKARTAPemerintah tetap giat menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) meskipun realisasi pengeluaran masih rendah, atau bahkan hanya mencapaiRp 1.407,1 miliar pada semester pertama tahun 2025 atau 38,9% dari anggaran.

Kepala Ekonom Bank Parmata Josua Pardede mengatakan, tindakan ini merupakan bagian dari strategi pendanaan kasar yang tidak hanya bertujuan untuk menutup defisit, tetapi juga mencakup pelunasan utang yang jatuh tempo, kebutuhan dana jangka pendek, serta memanfaatkan momentum pasar.

Berdasarkan laporan semester pertama APBN 2025, proyeksi defisit tahun ini diperkirakan mencapai 2,78% dari PDB atau sekitar Rp 662 triliun, naik dibandingkan target dalam APBN 2025 yang sebesar Rp 616,2 triliun atau 2,53% dari PDB.

Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/

“Angka ini merupakan kebutuhan pendanaan bersih pemerintah, yang sumbernya tidak sepenuhnya berasal dari penerbitan SBN, tetapi juga dari pinjaman dan penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL),” ujar Josua kepada , Minggu (10/8/2025).

Seperti yang diketahui, pemerintah berencana mengalokasikan SAL senilai Rp 85,6 triliun untuk memenuhi kebutuhan anggaran tahun ini agar tidak perlu menambah utang. Pada tahun 2025, target pembiayaan utang ditetapkan sebesar Rp 775,9 triliun.

Sementara itu, target SBN neto dalam APBN sebesar Rp 642,6 triliun, dengan pencapaian semester I 2025 mencapai Rp 308,6 triliun atau 48% dari yang ditetapkan.

Refinancing

Josua menganggap, secara kasar kebutuhan pendanaan akan lebih besar karena harus memenuhirefinancingdan operasi kas. Ia mencatat, hingga 29 Juli 2025,gross issuanceSBN, yang merupakan gabungan dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Negara Syariah (SBSN), mencapai Rp 828,7 triliun, termasuk untukrefinancing dan sebagian prefunding.

Menurut Josua, tingginya jumlah penerbitan pada masa defisit semesteran yang kecil bukanlah hal yang tidak wajar. “Ritme penerbitan mengikuti strategi likuiditas dan pengelolaan biaya sepanjang tahun, bukan hanya berdasarkan defisit bulanan,” katanya.

Ia menilai terdapat beberapa alasan utama mengapa pemerintah tetap aktif dalam menerbitkan SBN.Pertama, manajemen kas dan prefunding.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan umumnya menerapkan pendekatan yang bersifat oportunis, yaitu menerbitkan surat utang ketika pasar terbuka dan harga yang kompetitif, serta menjagacash bufferyang cukup, termasuk dari SAL agar pengeluaran di paruh kedua tahun, yang secara historis lebih tinggi, tidak terganggu oleh fluktuasi pasar.

Kedua,kebutuhan kotor yang mencakup pembiayaan ulang. Pembiayaan pemerintah tidak hanya bertujuan untuk defisit, tetapi juga untuk mengganti pokok utang yang jatuh tempo dan merancang profil jatuh tempo di masa depan. PenerbitanTreasury Bill(Surat Utang Negara) sering dilakukan dalam pengelolaan kas, sehingga meningkatkan angka kotor tanpa menambah defisit.

Ketiga,kondisi pasar yang menguntungkan. Josua mengatakan, data lelang menunjukkan permintaan yang tinggi, dengan rata-rataincoming biduntuk SBN konvensional sebesar Rp 57,1 triliun per lelang danawardedRp 20,4 miliar, serta untuk SUNincomingrata-rata sebesar Rp 81,9 triliun per lelang dan diberikan sebesar Rp 29,2 triliun.

Kemudian, bid-to-coverrasio berada dalam kisaran 2,2–3,6 kali. Pada pasar sekunder, yield SUN dengan jatuh tempo 10 tahun pada akhir Juli berada di kisaran 6,5% dan kepemilikan asing tetap stabil.

“Permintaan di pasar primer sedang tinggi dan yield masih menarik, sehingga wajar dimanfaatkan untuk mengurangi biaya pendanaan,” ujar Josua.

Keempat,Diversifikasi mata uang dan basis investor. Ia menjelaskan, penerbitan Kangaroo Bond sebesar AUD 800 juta dengan jangka waktu 5 tahun dan bunga 4,40% serta jangka waktu 10 tahun dan bunga 5,30% bertujuan untuk memperluas pangkalan investor di Australia, mengurangi konsentrasi USD/IDR, serta menetapkan harga saat permintaan pasar tinggi.

Hasil penerbitan bersih ini digunakan untuk mendanai APBN 2025, sesuai dengan strategi komposisi pendanaan yang terdiri dari 30%-40% valuta asing dan 60–70% rupiah.

Kelima, proyeksi peningkatan pengeluaran pada semester kedua tahun ini. Semester pertama dihiasi dengan penyusunan ulang program kementerian/lembaga dan pembayaran rutin seperti THR dan subsidi, namun pengeluaran pusat serta transfer ke daerah (TKD) diperkirakan meningkat sehingga realisasi pengeluaran mencapai 97,4% dari anggaran.

“Kas perlu siap lebih awal, lebih aman dalam melakukan penerbitan di saat kondisi pasar menguntungkan daripada mengejar di akhir ketika volatilitas meningkat,” jelas Josua.

Momentum Tepat Terbitkan SBN

Pada kesempatan yang berbeda, Ekonom Pasar Global Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto mengatakan bahwa kebutuhan pendanaan utang untuk memenuhi pengeluaran pemerintah di semester kedua 2025 diperkirakan sekitar Rp 327 triliun.

“Maka meskipun terdapat kelebihan anggaran, bisa digunakan untuk kebutuhan awal tahun depan. Apalagi tahun depan pemerintah tampaknya ingin melanjutkan program efisiensi anggaran pada periode awal tahun. Jadi, efisiensi anggaran pada pos-posnya tetap akan kita harapkan,” ujar Myrdal.

Ia menyampaikan, jika terdapat kelebihan anggaran dari sisa penerbitan utang tahun ini, dapat dialokasikan untuk belanja awal tahun depan serta sebagai alternatif pendanaan. Ia menuturkan bahwa saat ini memang momen yang tepat untuk menerbitkan SBN. Mengingat kondisi suku bunga tengah sedang menurun, serta adanya harapan The Fed akan mengurangi suku bunga.

Nah menurutnya, kesempatan ini juga dapat dimanfaatkan pemerintah jika ingin menerbitkan global bond, selain dolar bisa dengan menerbitkan Samurai Bond yang berdenominasi Yen Jepang.

Jika kita juga melihat dari suku bunga Jepang yang tetap rendah, dan belum ada indikasi untuk meningkat. Di sisi lain, pergerakan mata uang rupiah terhadap mata uang negara-negara Asia juga cukup stabil, sehingga bisa menjadi pilihan untuk menghindari…crowding outdi pasar surat utang rupiah maupun pasar surat utang dolar,” kata Myrdal.