Pemahaman Nilai-Nilai Agama Islam yang Perlu Diubah
Pemahaman masyarakat Indonesia terhadap nilai-nilai agama Islam sering kali cenderung maskulin. Hal ini berdampak pada cara pandang masyarakat terhadap konsep-konsep keagamaan, seperti pengertian bahwa manusia adalah khalifah atau pemimpin di muka bumi. Akibatnya, banyak orang merasa memiliki kebebasan penuh untuk mengelola alam tanpa batas, sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan dan krisis iklim.
Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Agama (Kemenag) sedang berupaya memperbaiki dan menyeimbangkan pemahaman agama Islam. Salah satu langkah yang dilakukan adalah melalui penyempurnaan tafsir Alquran. Proses ini dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan berbagai dimensi kehidupan, termasuk keseimbangan alam dan ekosistem.
Penyempurnaan Tafsir Alquran sebagai Upaya Mewujudkan Islam yang Paripurna
Penyempurnaan tafsir Alquran disampaikan oleh Wakil Menteri Agama Romo Muhammad Syafi’i dalam acara penutupan International Conference on Islamic Ecotheology for the Future of the Earth (ICIEFE) 2025 dan Kick Off untuk penyempurnaan tafsir Mora’s Quranic Tafsir di Jakarta. Ia menekankan bahwa proses penyempurnaan tafsir harus dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek kehidupan.
Menurut Romo, Islam tidak hanya berkaitan dengan ibadah ritual, tetapi juga mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk isu lingkungan dan keadilan ekologis. “Selama ini Alquran sering dipahami sebatas ayat-ayat ibadah. Padahal, Rasulullah adalah representasi sempurna dari ajaran Islam yang menyeluruh, termasuk ekoteologi,” ujarnya.
Ia juga menegaskan pentingnya hubungan antara makhluk hidup dan lingkungan. Menurutnya, pendekatan tafsir yang kaffah harus mampu mencakup dimensi keseimbangan alam secara utuh. “Jika kita bicara keseimbangan alam, maka semua makhluk saling terkait,” jelasnya.
Program Kemenag Berbasis Kepedulian Lingkungan
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Abu Rokhmad menjelaskan bahwa kegiatan penyempurnaan tafsir Alquran merupakan hasil kolaborasi antara Ditjen Bimas Islam dengan Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM Kemenag, khususnya Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ).
Abu menyampaikan bahwa Kemenag telah mengimplementasikan beberapa program berbasis kepedulian lingkungan. Contohnya adalah program Satu Pohon Satu Pengantin, di mana setiap calon pengantin wajib menanam satu pohon sebelum menikah. “Bayangkan jika semua calon pengantin menanam pohon, berapa banyak oksigen yang akan dihasilkan. Ini akan berdampak luar biasa,” ujarnya.
Selain itu, ada juga program Wakaf Hutan, yang bekerja sama dengan nadzir wakaf untuk menjaga kelestarian alam. Terakhir, Gerakan Gaya Hidup Tanpa Sampah oleh penyuluh agama, yang mendorong masyarakat untuk memilah sampah dari rumah.
Pentingnya Pendekatan yang Teliti dalam Penyempurnaan Tafsir
Abu menegaskan bahwa penyempurnaan tafsir Alquran harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak ceroboh. “Karena hasilnya akan menjadi rujukan nasional,” tegasnya.
Proses ini tidak hanya bertujuan untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap agama, tetapi juga membentuk pemahaman yang lebih luas tentang tanggung jawab manusia terhadap alam. Dengan demikian, Islam yang diterapkan tidak hanya berupa ritual, tetapi juga menjadi pedoman dalam menjaga keseimbangan alam dan kehidupan yang berkelanjutan.