Politikus PDIP, Muhammad Guntur Romli, mengecam terkait dugaan perusakan gereja Kristen yang terjadi di Sukabumi, Jawa Barat, dan viral di media sosial.
Guntur menegaskan tindakan semacam itu membuat rusaknya kerukunan umat beragama di Indonesia.
“Tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, main hakim sendiri, tindakan kekerasan, dan merusak kerukunan umat beragama di Indonesia,” kata Guntur dalam keterangan tertulis, Minggu (29/6/2025).
Dia juga mengecam adanya salib yang merupakan simbol agama Nasrani dijadikan alat oleh massa untuk melakukan perusakan tempat yang diduga untuk ibadah tersebut.
Guntur mengatakan jika hal serupa dilakukan seperti lafadz ‘Allah’ diturunkan dan digunakan untuk merusak sesuatu, maka umat Islam dipastikan marah.
“Ini menyedihkan dan menyakitkan,” katanya.
Dia pun mendesak agar aparat penegak hukum segera menangkap seluruh pelaku perusakan.
Lebih lanjut, Guntur mengungkapkan melaksanakan ibadah di Indonesia sebenarnya tidak perlu izin.
Dia mengatakan jika memang masih ada permasalahan soal pendirian rumah ibadah, maka warga sekitar seharusnya memfasilitasi alih-alih melarang hingga melakukan perusakan.
Ia menegaskan negara tidak boleh membiarkan tindakan intoleransi berkembang di Indonesia karena bisa merusak persatuan dan kesatuan antar umat.
“Negeri kita tidak boleh kalah pada pihak-pihak intoleran dan radikal yang mengatasnamakan suatu agama tapi bertujuan merusak persatuan kita sebagai bangsa,” jelasnya.
Sebelumnya, viral di media sosial aksi intoleransi yang disebut terjadi di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Salah satu akun Instagram yang mengunggah video aksi tersebut adalah @sukabumi_satu pada Sabtu (28/6/2025).
Dalam video tersebut, tampak sejumlah massa merusak bangunan hingga memecahnya.
Bahkan, ada salah satu pelaku pengrusakan yang sampai mengambil kayu berbentuk salib dan menjatuhkannya ke lantai.
Selain itu, salib itu juga digunakan massa untuk memecahkan jendela.
Berdasarkan narasi yang dituliskan oleh akun Instagram tersebut, aksi perusakan itu disebabkan bangunan tersebut digunakan tempat ibadah dan setiap kegiatan keagamaan yang dilakukan, selalu menutupi jalan warga.
“Rumah ini sudah tiga kali digunakan untuk melakukan ibadah Misa. Pernah saat misa beberapa waktu yang lalu sampai ada 23 mobil serta menggunakan bis dan hal itu sebelumnya pernah dilakukan peneguran bahkan sudah melarang dan menolak agar tempat ini digunakan untuk sarana peribadatan,” kata ketua RT setempat.
Di sisi lain, belum ada pernyataan dari pemilik tempat ibadah atau kepolisian terkait kronologi dan duduk perkara hingga terjadinya aksi perusakan tersebut.
(/Yohanes Liestyo Poerwoto)