Kekerasan di Gaza dan Tepi Barat: Korban Jiwa Meningkat Saat Warga Berusaha Mendapatkan Bantuan
Pada enam minggu terakhir, setidaknya 875 warga Palestina tewas dalam upaya mereka mendapatkan bantuan makanan di Jalur Gaza. Angka ini mencerminkan tingkat kekerasan yang semakin meningkat, terutama di sekitar lokasi distribusi bantuan yang dikelola oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF), sebuah lembaga swasta yang didukung oleh Amerika Serikat dan Israel.
Support kami, ada hadiah spesial untuk anda.
Klik di sini: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Menurut data yang dirilis oleh Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR), sebanyak 674 korban tewas berada di dekat titik distribusi GHF. Sementara itu, laporan dari Middle East Eye menyebutkan bahwa 201 orang lainnya juga tewas selama perjalanan konvoi bantuan yang dilakukan oleh PBB dan organisasi kemanusiaan lainnya.
Model Bantuan GHF Dianggap Tidak Aman
GHF mulai beroperasi pada akhir Mei 2025, setelah Israel memberlakukan blokade penuh terhadap Gaza selama 11 pekan. Perbedaan utama antara model bantuan GHF dengan sistem distribusi bantuan yang dipimpin PBB adalah penggunaan tentara bayaran swasta asal AS serta operasi yang tidak terintegrasi dengan lembaga kemanusiaan resmi.
PBB menilai model bantuan GHF tidak aman dan bertentangan dengan prinsip netralitas kemanusiaan. Namun, GHF menolak temuan tersebut dan menuduh PBB menyebarkan informasi yang menyesatkan. Hal ini memicu kontroversi tentang efektivitas dan keamanan model bantuan yang digunakan saat ini.
Support us — there's a special gift for you.
Click here: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Insiden Terbaru di Wilayah As Shakoush
Insiden terbaru terjadi pada Senin pagi, 14 Juli, di wilayah As Shakoush, barat laut Rafah. Pasukan Israel dilaporkan menembaki warga Palestina yang sedang antri untuk mendapatkan bantuan di titik distribusi GHF. Dua orang tewas dan setidaknya sembilan lainnya terluka. Beberapa korban dibawa ke rumah sakit Komite Palang Merah Internasional (ICRC) di Rafah.
Pada Sabtu lalu, rumah sakit tersebut menerima lebih dari 130 pasien, sebagian besar menderita luka tembak. Menurut OHCHR, semua korban yang masih sadar mengatakan bahwa mereka sedang berusaha mencapai lokasi distribusi makanan.
Bantuan yang Tertahan di Mesir dan Yordania
Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap meningkatnya jumlah warga sipil yang tewas saat mencari makanan. Juliette Touma, Direktur Komunikasi UNRWA, menjelaskan bahwa banyak anak-anak yang kelaparan ditembaki saat mereka menuju lokasi distribusi makanan yang sangat terbatas.
Blokade Israel sejak 2 Maret menyebabkan lonjakan kasus malnutrisi anak. Touma mengungkap bahwa UNRWA memiliki 6.000 truk yang tertahan di Mesir dan Yordania. Truk-truk ini membawa makanan, obat-obatan, dan kebutuhan dasar seperti sabun. “Jika tidak segera disalurkan, bantuan itu akan kedaluwarsa,” ujarnya.
Di Gaza, ada satu juta anak yang merupakan separuh dari populasi. “Bayi-bayi meninggal karena malnutrisi akut,” tambah Touma.
Kekerasan di Tepi Barat dan Pengusiran Massal
Selain di Gaza, kekerasan juga meningkat di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur. OHCHR melaporkan bahwa pada 25 Januari, seorang anak perempuan berusia dua tahun, Laila Khatib, tewas tertembak di kepala saat berada di dalam rumahnya di Desa Ash-Shuhada, Jenin. Sementara itu, pada 3 Juli, seorang pria bernama Walid Badir (61) tewas tertembak saat pulang dari salat dengan bersepeda melewati pinggiran kamp Nur Shams.
OHCHR mencatat adanya peningkatan pembunuhan, pengusiran massal, dan penghancuran rumah warga Palestina. Sekitar 30.000 orang dilaporkan terpaksa mengungsi sejak dimulainya operasi militer Israel bertajuk Iron Wall di Tepi Barat bagian utara.