Baru-baru ini beredar unggahan viral di media sosial yang mengklaim paus orca menyerang Jessica Radcliffe, pelatih lumba-lumba, hingga meninggal dunia. Ternyata, unggahan tersebut adalah hoaks yang dibuat menggunakan kecerdasan buatan (AI).
Hewan yang sering disebut dengan paus pembunuh ini merupakan simbol dari kekuatan dan kebebasan di lautan. Bentuk tubuhnya yang berwarna hitam dan putih kontras, tingkat kecerdasannya yang luar biasa, serta kemampuannya dalam berburu secara bersama-sama menjadikannya menyandang gelar ‘penguasa laut’.
Namun di balik penampilan perkasa mereka, orca sedang menghadapi ancaman berat yang mengancam masa depan spesies ini. Informasi ini penting diketahui oleh masyarakat, terutama saat ini topik tentang paus orca sedang ramai dibicarakan akibat video AI yang menyebar dan menyatakan bahwa paus orca memangsa pelatihnya bernama Jessica Radcliffe.
Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Dikumpulkan dari berbagai sumber, diketahui bahwa jumlah populasi orca secara global diperkirakan mencapai 50.000 ekor. Dari angka tersebut, sekitar 2.500 di antaranya tinggal di Lautan Pasifik Utara.
Meskipun angka tersebut terdengar besar, kenyataannya tidak semua populasi mamalia laut yang memiliki nama ilmiah Orcinus orca berada dalam kondisi aman. Salah satu yang paling memprihatinkan adalah Southern Resident, kelompok yang saat ini hanya tersisa sekitar 75 individu saja.
Penurunan jumlah Southern Resident tidak terjadi secara tiba-tiba. Selama beberapa tahun, mereka menghadapi serangkaian ancaman yang mematikan: perburuan di masa lalu yang mengurangi jumlah populasi, pencemaran laut yang meracuni tubuh mereka, hingga berkurangnya pasokan mangsa utama seperti salmon Chinook akibat penangkapan berlebihan dan kerusakan lingkungan sungai.
Bagi orca yang sangat membutuhkan salmon sebagai sumber energi utama, kekurangan ini seperti bencana kelaparan.
Ancaman yang menghadapi orca tidak berhenti sampai di sana. Banyak dari mereka berisiko terjebak dalam alat penangkap ikan, menderita keracunan akibat bahan kimia berbahaya seperti PCB, atau terkena dampak dari tumpahan minyak yang merusak ekosistem laut.
Bahkan, kebisingan di bawah laut yang dihasilkan oleh kapal besar menjadi masalah yang sangat serius. Suara mesin kapal dapat mengganggu komunikasi antar anggota kelompok serta mengganggu kemampuan berburu mereka yang bergantung pada ekolokasi.
Pemerintah Amerika Serikat telah memberikan perlindungan hukum bagi seluruh populasi orca melalui Undang-Undang Perlindungan Mamalia Laut (MMPA).
Dua kelompok yang mendapatkan perhatian khusus adalah Southern Resident yang terdaftar sebagai spesies langka berdasarkan Undang-Undang Spesies Terancam Punah (ESA), serta AT1 Transient stock yang dikategorikan sebagai populasi yang menurun sesuai dengan MMPA.
Upaya perlindungan terus dilakukan dengan menetapkan daerah habitat yang sangat penting dan tidak boleh diganggu, memulihkan jumlah populasi salmon agar tersedia pasokan makanan, mengatur rute serta kecepatan kapal untuk meminimalkan suara bising, serta memberikan edukasi kepada masyarakat tentang arti pentingnya menjaga orca.
Banyak organisasi mendukung kegiatan perikanan yang berkelanjutan serta memulihkan ekosistem laut yang rusak.
Namun, tantangan tetap besar. Perubahan iklim semakin memberatkan habitat dan rantai makanan laut. Jika tindakan penyelamatan tidak segera diperkuat, Southern Resident bisa menjadi kisah sedih tentang bagaimana manusia kehilangan salah satu spesies paling terkenal di dunia.
Ancaman ini menjadi pengingat bahwa menjaga keberlanjutan orca berarti menjaga kesehatan ekosistem laut. Pada akhirnya, laut yang baik tidak hanya menjadi tempat tinggal bagi orca, tetapi juga sumber kehidupan bagi umat manusia. (*)