
Banjir yang terjadi di Bali pada hari Rabu (10/9) menjadi peringatan bagi penanganan bencana di Indonesia. Pasalnya, banjir ini menewaskan banyak korban.
Data dari BPBD Bali pada Jumat (12/9) menunjukkan bahwa terdapat 18 korban jiwa, 5 orang hilang, dan 441 warga yang mengungsi. Banjir juga menyebabkan kerusakan pada berbagai infrastruktur serta fasilitas umum lainnya.
Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Lalu, apa yang tersisa setelah banjir yang disebut BMKG sebagai anomali itu? Berikutrangkum.
BMKG: Banjir Bandang di Bali Tidak Biasa, Terjadi Saat Musim Kemarau
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa bencana banjir yang terjadi di Bali menunjukkan kondisi tidak biasa. Hal ini karena kejadian tersebut terjadi pada musim kemarau.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, peristiwa perubahan atmosfer yang menyebabkan banjir bandang di Bali biasanya terjadi pada musim hujan. Namun, kejadian ini justru muncul saat memasuki musim transisi.
Fenomena atmosfer tersebut misalnya Madden Julian Oscillation(MJO) serta aktifnya gelombang Rossby ekuatorial. MJO merupakan gelombang atmosfer yang bergerak dari barat ke timur di kawasan tropis, yang memengaruhi pola cuaca dengan mengirimkan wilayah yang berawan dan hujan deras secara bergantian.
Sementara itu, gelombang atmosfer yang disebut Rossby Ekuator bergerak ke arah barat di sekitar garis katulistiwa.

“Ternyata jika kita belajar tentang meteorologi lebih awal, fenomena-fenomena tersebut saat itu diperkirakan akan terjadi pada musim hujan,” kata Dwikorita dalam konferensi pers mengenai prakiraan musim hujan 2025-2026 dan perkembangan kondisi cuaca nasional, di Kantor BMKG, Jakarta Pusat, Jumat (12/9).
“Tetapi, ternyata pada musim kemarau pun, fenomena ekstrem tersebut tetap terjadi. Jadi, tampaknya ada kecenderungan peristiwa-peristiwa itu yang seharusnya tidak terjadi di musim kemarau atau di musim peralihan, namun fakta menunjukkan bahwa hal itu ternyata bisa terjadi,” ujarnya.
Dengan demikian, lanjut Dwikorita, bencana banjir bandang di Bali menunjukkan adanya ketidaknormalan.
“Jadi seperti ada sesuatu yang tidak biasa, yang bahkan para ahli, terutama mereka-mereka yang ahli di bidang tersebut, masih terus menelitinya,” jelasnya.
Menteri Lingkungan Hidup Siap Mengambil Tindakan Hukum untuk Menghentikan Perubahan Fungsi Lahan di Bali
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq saat ini sedang meneliti hubungan antara perubahan penggunaan lahan dengan kejadian banjir di Bali. Ia tengah mempersiapkan tindakan hukum untuk menghentikan perubahan penggunaan lahan agar banjir seperti ini tidak terulang kembali.
“Langkah nyata kami akan memitigasi dan memberikan arahan berupa kajian hidup strategis yang harus menjadi acuan Pemprov Bali dan jajarannya, kemudian jika nanti kami tetap mendalami adanya hal yang menyebabkan penguatan kerusakan lingkungan kami akan tegakkan hukum,” katanya saat kunjungan kerja di Kabupaten Tabanan, Bali, Sabtu (13/9).
Hanif telah berkoordinasi dengan Gubernur Bali Wayan Koster dalam memetakan situasi tata ruang Bali, termasuk dugaan perubahan penggunaan lahan. Hanif juga mengharapkan Koster segera menindaklanjuti hal tersebut secara tegas.

“Kami telah menyampaikan hal tersebut dan telah berdiskusi dengan Pak Gubernur. Pak Gubernur juga sedang melakukan pengujian, kami akan mengawasi hasil pemetaan yang dilakukan oleh Pak Gubernur,” katanya.
Hanif juga menyoroti wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) di Bali yang hanya tersisa 3%. Ia menjelaskan, luas DAS berpohon di Bali mencapai 45 ribu hektare. Dari jumlah tersebut, kini hanya tersisa 15 ribu hektare atau sekitar 3 persen. Sebenarnya, tambahnya, DAS yang seharusnya mampu menyerap atau menahan curah hujan mencapai 30 persen.
“Bahwa DAS di Bali terdiri dari Ayung, di bawahnya terdapat 4 DAS. Yaitu DAS Mati, Das Badung, Das Padu. Keseluruhan itu memiliki hulu DAS Ayun dengan total luas 49.500 hektar. Selanjutnya dari 49.500 hektar tersebut, yang ditumbuhi pohon hanya sekitar 1.500 hektar atau bisa dikatakan hanya 3 persen,” katanya setelah Rakor Penanganan Banjir di Rumah Jabatan Gubernur Bali, Sabtu (13/9).
Gunakan Sepatu Karet, Prabowo Berkunjung ke Wilayah Banjir Bali: Berbicara dengan Warga, Memeluk Anak Kecil
Presiden Prabowo Subianto mengunjungi wilayah di Bali yang terkena dampak banjir, Sabtu (13/9).
Pengamatan, Prabowo memakai sepatu bot karet berwarna kuning, pakaian safari, dan topi biru yang bertuliskan Garuda Pancasila. Seskab Teddy Indra Wijaya menyertainya.
Awalnya Prabowo mengunjungi area Heritage Gajah Mada, Kota Denpasar, pada pukul 13.00 WITA.
Area tersebut terdiri dari restoran, kafe, toko-toko tekstil, Pasar Badung, dan Pasar Kumbasari. Kedua pasar ini menjadi tempat yang paling terparah dampak banjirnya.

Prabowo kemudian mengunjungi rumah-rumah di sekitar Jalan Gajah Mada.
Prabowo berdiskusi dengan warga, berbincang dengan anak-anak, serta memeluk seorang anak sambil mengatakan, “Jaga diri dengan baik.”
Prabowo memastikan kepada anak-anak bahwa mereka telah menerima makanan di sekolah (Makan Bergizi Gratis).
Kepala BNPB Letjen Suhariyanto ketika menyambut Prabowo menyebutkan bahwa masih ada 5 orang korban yang belum ditemukan.
Beberapa Negara Mengeluarkan Peringatan Perjalanan Akibat Banjir Bali, Namun Hotel Masih Penuh
Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana mengakui beberapa negara pernah menerbitkantravel warning(peringatan perjalanan) menanggapi banjir di Bali, pada Rabu (10/9) kemarin.
Menurutnya, memang menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan peringatan perjalanan agar warga negaranya waspada ketika berada di suatu negara yang sedang mengalami konflik atau bencana.

Namun, menurut hasil pemeriksaannya, tidak ada wisatawan asing yang membatalkan rencana perjalanan ke Pulau Dewata. Bahkan, kondisi hotel-hotel saat ini terisi penuh oleh para pengunjung.
Saya telah menyampaikan bahwa tidak ada pembatalan dari para wisatawan. Semua hotel tetap penuh, sehingga penerbangan tidak ada yang dibatalkan, hotel juga tidak ada pembatalan,” katanya saat mendampingi Presiden Prabowo Subianto mengawasi banjir di kawasan Heritage Gajah Mada, Kota Denpasar, Bali, Sabtu (13/9).
Ia juga yakin Bali akan kembali seperti semula setelah banjir berhasil dikendalikan.
“Jadi, wisata bagus, baik. Memang ada peringatan perjalanan, tapi itu hal yang biasa bagi sebuah negara memberi peringatan kepada warganya yang bepergian ke luar negeri. Tapi saya pikir Bali akan kembali pulih seperti biasa, saya rasa begitu,” katanya.
Tumpukan Sampah Akibat Banjir di Bali Mencapai 150 Ton
Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) mencatat bahwa jumlah sampah yang dihasilkan akibat banjir di Bali mencapai 154,65 ton. Sampah tersebut terdiri dari potongan kayu dan pohon yang tumbang, sampah organik, serta sampah anorganik seperti beton, lumpur, plastik, logam, kain, kaca, dan karet.
“Timbulan sampah akibat bencana banjir pada 10–11 September 2025 mencapai 154,65 ton. Banyak juga ditemukan limbah B3 yang berasal dari barang yang terbawa air maupun bangunan yang rusak,” ujar Kepala DKLH Bali I Made Rentin, Sabtu (13/9).

Rentin menyampaikan, sekitar 300 personel TNI/Polri serta petugas DLHK sedang menangani timbulan sampah yang terbawa arus banjir, khususnya di wilayah mangrove. DKLH mengerahkan paling sedikit 80 perahu kano untuk mengangkut sampah tersebut.
“Kami berharap dalam tiga hingga empat hari mendatang, seluruh area mangrove dapat kembali bersih dari penumpukan sampah plastik. Inisiatif ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi membutuhkan kesadaran bersama dari semua pihak, termasuk kalangan bisnis,” ujarnya.






