Orang yang Sulit Menikmati Kehappyan Sering Tunjukkan 5 Tanda Ini

Orang yang Sulit Menikmati Kehappyan Sering Tunjukkan 5 Tanda Ini



– Beberapa individu kadang-kadang ketika hadir dalam acara seperti ulang tahun, pesta promosi, atau hanya berkumpul dengan teman pada hari Minggu yang menyenangkan, justru merasakan kesedihan karena seolah lepas dari atmosfer kegembiraan tersebut.

Orang semacam itu tampaknya ada dalam bentuk fisik namun kurang terlibat secara emosional. Ini adalah ketidaknyamanan halus yang seringkali menyebabkan orang di sekitarnya merasa bingung tentang alasan mengapa individu tersebut sulit untuk benar-benar menikmati kesenangan disekitar mereka.

Berdasarkan informasi dari situs Geediting, berikut ini adalah 5 karakteristik orang yang kesulitan merasakan kegembiraan dalam setiap moment.


1. Mengakui permintaan akan tingkah laku positif yang dipertontonkan

Banyak anak berkembang dalam keluarga tempat mereka cuma boleh merasakan gembira bila syarat-syarat khusus sudah dipenuhi, misalnya saja mencapai prestasi akademik tinggi atau bersikap sempurna. Di sinilah mereka diajarkan bahwa sukacita itu suatu hal yang perlu dicapai daripada menjadi elemen otomatis dalam hidup sehari-hari.

Permasalahan terletak pada fakta bahwa anak-anak yang baru mendapatkan kasih sayang atau pujian setelah mencapai standar yang sangat tinggi bisa jadi akan menyimpan pemikiran bahwa perasaan bahagia harus diperjuangkan.

Pada masa dewasa, hal tersebut bisa muncul sebagai kesulitan dalam menikmati momen-momen bahagia tanpa merasakan rasa bersalah atau pikiran yang menyela bahwa mereka seharusnya melakukan lebih banyak lagi.

Pesta dan kesuksesan bisa terasa kosong apabila ada rasa takut yang dalam bahwa kegembiraan akan hilang lantaran belum melakukan cukup hal penting.


2. Ketakutan akan perilaku yang baik

Bayangkan seorang anak yang menyaksikan para orang dewasa di rumah menjadi cemas saat mereka bertingkah laku riuh rendah atau bermain dengan keras. Anak tersebut kemudian mengerti bahwa ekspresi kesenangan yang berlebihan bisa menimbulkan konflik atau malahan hukuman.

Sehingga, kelak anak itu bisa jadi akan mempersepsikan kebahagiaan sebagai hal yang berpotensi membawa risiko atau perselisihan. Untuk individu dewasa yang dibesarkan dalam pola seperti ini, ketika sesuatu menjadi sangat menyenangkan, mereka siap-siap untuk merasakan kekecewaan.

Aliran bawah air ketakutan bisa menyulitkan seseorang meski sedang dalam situasi yang sangat membahagiakan, membuat orang tersebut kesulitan untuk benar-benar merasakan kebahagian dengan maksimal.


3. Keluarga yang lebih sering menimbulkan tekanan

Apabila dinamika dalam keluarga cenderung menuju pada tekanan terus-menerus atau lingkungan yang murung, kemungkinannya besar Anda jarang melihat saat-saat kegembiraan yang tulus.

Di berbagai keluarga, euforia sering diselimuti oleh perselisihan, keresahan finansial, atau luka batin yang masih terbuka.

Suatu studi menyatakan bahwa anak-anak mempelajari kontrol emosi melalui cara mereka mengobservasi tindakan orang tua dalam menghadapi kegembiraan maupun kesedihan.

Apabila kebaikan langka terwujud atau datangnya sangat cepat, bisa jadi Anda tak akan punya kemampuan untuk merasakan kesenangan dalam setiap saat tersebut.


4. Takut terhadap kerentanan

Kejadian yang membahagiakan bisa menyebabkan perasaan ketidakmampuan, terlebih saat kamu sungguh-sungguh senang hati, rasa waspadamu jadi turun, dan ini mungkin mengintimidasi bila sejak kecil kamu diasumsikan bahwa sikap lemah adalah hal buruk.

Bisa jadi Anda pernah dilecehkan ketika menyuarakan rasa senang atau gembira, sehingga semakin lama Anda malah enggan untuk mengekspresikan antusiasme demi menghindari cemoohan daripada dukungan. Akibatnya, seiring berjalan waktu, Anda menjadi lebih hati-hati dalam menampilkan kegembiraan Anda.

Lebih baik bagi Anda untuk bertahan di wilayah yang tenang dan merasa bahwa tempat itu jauh lebih selamat. Sistem perlindungan ini bisa menjaga Anda terbebas dari penderitaan di waktu akan datang, namun hal tersebut juga bermakna Anda melewatkan peluang untuk benar-benar menghayati saat-saat bahagia dalam hidup.


5. Malas untuk mencapai kebahagiaan

Sebagian anak diajarkan untuk merasa bersalah ketika ingin atau menikmati hal-hal tertentu akibat keterbatasan sumber daya di rumah, atau apabila suasana hati anggota keluarganya sering kali tidak baik. Dalam kondisi tersebut, mereka mempelajari bahwa kebahagiaan dirinya bisa merepotkan orang lain. Ketika sudah menjadi dewasa, individu-individu itu cenderung menyimpan berita positifnya sendiri atau mengurangi ekspresi sukacitanya dengan alasan takut melukai perasaan orang sekitarnya atau dicap sebagai pribadi yang congkak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com