Pernahkah kau menemui orang yang sebelum membeli sesuatu, baik itu sabun cuci atau makanan ringan, pasti menyempatkan diri untuk memeriksa harga lebih dulu?
Atau jangan-jangan, Anda sendiri termasuk orang yang takkan pernah merasa cukup sampai yakin bahwa keputusan Anda merupakan pilihan terbaik dari segi biaya dan logika keuangan?
Habit ini kerap kali diremehkan dan disalahartikan sebagai sifat terlalu murah hati atau terlalu mengutamakan perhitungan.
Sebenarnya, dibalik kecenderungan untuk mengamati harga dengan teliti tersebut, terdapat cara berpikir serta ciri khas yang telah terbentuk melalui serangkaian pengalaman hidup, terutama sejak masih anak-anak.
Biasanya, orang dengan tendensi tersebut tidak cuma ingin hemat saja, melainkan juga mengekspresikan nilai-nilai, pengalaman-pengalaman, serta perspektif hidup tertentu yang mengarah pada bagaimana mereka menggunakan uang.
Berdasarkan artikel di laman Personal Branding Blog pada hari Rabu (9/4), berikut adalah 8 karakteristik orang-orang yang kerap kali membanding-bandingkan harga produk sebelum melakukan transaksi, termasuk ketika mereka hendak membeli barang dengan nilai nominal rendah.
1. Mereka berkembang dalam keluarga yang sederhana
Seseorang yang dibesarkan dalam keluarga yang sudah biasanya hidup secara sederhana sejak kecil, akan berkembang dengan memiliki kebiasaan serupa.
Di tempat tinggal mereka, semua biaya direnungkan dengan cermat, dan sebelum memutuskan untuk membeli sesuatu pasti diperhitungkan antara harganya dan fungsinya.
Sebagai contoh, ketika hendak membelikan anak-anak makanan atau pakaian baru, orang tuanya biasanya akan mengumpulkan informasi dengan cara mencocokkan harga di beberapa gerai ritel yang berbeda, atau sengaja menanti waktu penjualan besar untuk mendapatkan potongan harga.
Keunikan ini dengan perlahan tertanam pada anak-anaknya, hingga saat tumbuh dewasa, mereka berubah menjadi individu yang hati-hati dan rinci dalam mengelola keuangan.
Mereka tak bermaksud pelit, melainkan sudah biasa mengukur nilai dari harga sebuah produk. Termasuk saat bertransaksi dengan jumlah sedikit, misalnya ketika membeli sabun mandi atau camilan ringan, mereka selalu melakukan perbandingan harga agar pasti tidak merugi.
2. Mereka sempat menghadapi masalah finansial.
Seseorang yang pada masa kanak-kanaknya telah merasakan kesulitan finansial atau situasi kehidupan yang terpencil, umumnya berkembang menjadi individu yang amat memahami pentingnya pengelolaan uang.
Mereka paham betul bagaimana perasaan kekurangan uang saat ingin membeli suatu benda, serta harus bersabar dalam waktu yang cukup lama cuma buat mendapat hal sepele tersebut.
Oleh karena itu, setelah memiliki pendapatan pribadi, mereka tidak akan dengan cepat menghabiskan uang tanpa pertimbangan matang.
Mengadu harga sekarang telah berubah dari sebuah opsi menjadi suatu keharusan. Mereka enggan untuk mengulangi pengalaman susah tersebut, oleh karena itu setiap rupiah yang dimiliki diatur dengan cermat.
Mereka akan berpikir dengan matang beberapa kali sebelum melakukan pembelian, menyempurnakan perbandingan antara setiap pilihan, serta memverifikasi bahwa keputusan dalam berbelanja sungguh-sungguh menguntungkan.
3. Mereka diberi pengertian tentang kepentingan dari usaha yang gigih.
Anak-anak yang dini sudah terbiasa berjuang keras untuk menghasilkan uang, seperti dengan melakukan kerja paruh waktu, menyokong keluarga mereka, atau memulai bisnis skala mikro, niscaya akan merasakan betapa pentingnya arti uang secara mendalam.
Mereka sadar bahwa uang tidak muncul dengan mudah, melainkan dihasilkan oleh jerih payah, energi, dan waktu yang tercurahkan. Oleh karena itu, ketika telah menggenggam uang hasil kerja keras dirinya, mereka akan sangat berhati-hati dalam hal pengeluaran tersebut.
Mereka tak akan beli sembarangan sebelum mengecek harganya dulu, sebab untuk mereka, tiap rupiah merupakan buah kerja keras dan pengorbanan.
Praktik mengadu harga menjadi metode yang digunakan untuk memastikan bahwa usaha keras mereka tidak terbuang percuma.
4. Mereka telah belajar dari pengalaman mereka tentang betapa pentingnya untuk mempersiapkan masa depan.
Banyak individu sejak usia muda telah menyaksikan secara langsung betapa krusialnya untuk berhemat dan mempersiapkan hari esok.
Bisa jadi mereka menyaksikan langsung ortu mereka menabung demi masa depan pendidikannya, ataupun merasakan betapa bermanfaatnya memiliki tabungan ketika sedang dalam keadaan genting.
Berdasarkan pengalaman tersebut, mereka mengerti bahwa semua pembelanjaan saat ini memiliki konsekuensi bagi keuangan di kemudian hari. Mereka menjadi orang yang lebih tahan terhadap godaan untuk membelanjakan uang secara gegabah dan cenderung membuat keputusan dengan pertimbangan matang.
Mengadakan perbandingan harga merupakan elemen dalam rencana mereka agar dapat menjalani kehidupan yang lebih tenang dan terlindungi di masa mendatang. Mereka yakin bahwa menabung secara bertahap mampu menciptakan kesempatan lebih luas bagi hari esok.
5. Mereka memiliki panduan ahli dalam mengelola keuangan.
Banyak individu mendapatkan inspirasi dalam mengatur keuangannya dari pihak-pihak terdekat, seperti nenek, ibu, atau tokoh-tokoh yang mereka idolakan.
Apabila mereka hidup berdampingan dengan orang yang handal dalam manajemen keuangan, seperti paham akan momen ideal untuk berbelanja, jago mencari potongan harga, atau mahir menggunakan kembali benda-benda lama, maka perilaku tersebut mungkin ikut tertular.
Mereka berkembang sambil menyadari bahwa berhemat tidaklah memalukan, malah itu merupakan ungkapan dari kebijaksanaan dalam menavigasi kehidupan.
Terdapat rasa puas tersendiri ketika dapat membeli barang dengan harga lebih rendah daripada harganya yang biasa. Kebiasaan mengadakan komparasi harga pada akhirnya merupakan buah dari teladan positif yang telah dilihat sebelumnya dalam hidup mereka.
6. Mereka mengasah keterampilan negosiasi sejak dini.
Bukan setiap orang merasa nyaman dengan proses berunding atau bernegosiasi. Namun, untuk beberapa individu yang sudah biasa melakukannya sejak muda, misalnya ketika diajak oleh orangtua ke pasar tradisional atau menjajakan barang-barang di daerah sekitar tempat tinggal, aktivitas tersebut telah menghasilkan suatu kebiasaan yang menciptakan karakteristik unik pada diri mereka.
Mereka menjadi semakin yakin saat menentukan nilai sesuatu, mengerti kapan perlu untuk tidak melanjutkan sebuah perdagangan, serta biasanya berusaha mencari pilihan alternatif yang lebih unggul.
Ketika sudah dewasa, mereka akan menjadi individu yang sulit untuk dihasut dengan harga dan mengerti bagaimana caranya mendapat kesepakatan terbaik. Ketika hendak membeli sesuatu, mereka tidak sembarangan dalam menentukan pilihan atau langsung melakukan pembelian.
Mereka akan mengecek harga di berbagai lokasi, menyimak pendapat orang lain, kemudian memutuskan opsi terbaik untuk diri sendiri. Kepraktisan ini pun membantu mereka menjadi lebih tegas serta cerdas ketika mengelola aspek keuangan yang lain.
7. Konsep uang telah dikenalkan kepada mereka sejak usia muda.
Sebagian individu diajarkan tentang konsep dan aliran uang semenjak kecil. Sebagai contoh, mungkin mereka telah diajak berpartisipasi oleh orangtua dalam menyelenggarakan bazar garasi, atau ditugaskan untuk memilih harga produk yang ingin dipasarkan.
Pengalaman-pengalaman sederhana semacam itu sebenarnya membentuk pola pikir mereka sampai usia dewasa. Mereka bukan saja mempelajari aspek perdagangan, tetapi juga tentang cara menghargai segala hal berdasarkan nilainya serta faedah yang ditimbulkan.
Pada saat telah dewasa, kebiasaan mengadakan perbandingan harga menjadi sesuatu yang lumrah karena sejak muda mereka sudah terlatih untuk mengevaluasi apakah sebuah produk layak dibeli dengan nilai tersebut.
Mereka tak mudah terpengaruhi oleh potongan harga yang besar sebelum memastikan bahwa produk itu sungguh-sungguh dibutuhkan. Setiap keputusan pembelian mereka berdasarkan pertimbangan rasional, bukannya hanya impuls semata.
8. Mereka diizinkan mengelola finans mereka sejak usia muda.
Beberapa anak sejak usia muda telah dipercaya dengan tugas mengurus uang saku atau pendapatan hasil pekerjaan mereka. Orangtua mereka cenderung memberikan kebebasan tanpa terlalu banyak pantauan, biarlah mereka mendapatkan pelajaran langsung dari praktik tersebut.
Dari sana, mereka menyadari bahwa dana itu terbatas dan tak boleh dihabiskan dengan seenaknya.
Saat mengambil keputusan untuk membeli barang tertentu, mereka perlu berpikir secara hati-hati sebab bila sampai melakukan kesalahan, dana mereka akan terkuras tanpa dapat menyimpannya untuk memperoleh kebutuhan lain yang jauh lebih urgensi.
Pengalaman semacam itu mengajarkan mereka untuk selalu membanding-bandingkan harga agar bisa mendapatkannya barang terbaik dalam batas kemampuan finansial mereka. Keadaan ini pada gilirannya turut membentuk pola pikir mereka ketika sudah dewasa.