NDC Kedua Indonesia Dikritik, Prosesnya Dianggap Tidak Transparan

NDC Kedua Indonesia Dikritik, Prosesnya Dianggap Tidak Transparan

CEO Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menganggap penyusunan NDC Indonesia yang kedua tidak bersifat transparan.

Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup menyampaikan target pengurangan emisigas rumah kaca(GRK) dalam dokumen iklim tersebut dihitung dengan menggunakan tiga skenario pertumbuhan ekonomi. Mulai dari pertumbuhan ekonomi rendah (6,3%), menengah (7%), dan tinggi (8%). Namun, angka detail penurunanemisiGRK belum diberikan secara pasti.

“Saya belum memahami secara jelas dasar dari apa yang dimaksud, tetapi menurut saya, ini tergantung pada bagaimana memodelkannya,” ujar Fabby saat diwawancara di Jakarta, Senin (6/10).

Namun, model ini dinilai melalui proses yang tidak terbuka. “Masalah utamanya dengan Second NDC adalah ketidakjelasan model, ketidakjelasan parameter, serta proses yang tidak transparan,” tambah Fabby.

Menurut Fabby, proses yang melibatkan partisipasi bisa menghasilkan hasil yang berbeda, karena memberikan kesempatan untuk mengevaluasi model yang diterapkan.

Para peneliti PRAKARSA Bintang Aulia Lutfi menganggap bahwa penetapan target-target yang dilakukan pemerintah belum melalui proses konsolidasi.

“Ketika masyarakat menyadari arah pemerintah kita, bagaimana? Apa tujuan yang ingin dicapai? Terasa seperti ada jarak,” kata Bintang kepada , Selasa (7/10).

Menurut Bintang, diperlukan koordinasi data dan tujuan dengan pihak-pihak terkait saat menyusun Second NDC. Termasuk dengan pemerintah daerah. “Apapun kebijakan pemerintah pusat tidak akan berjalan jika pemerintah daerah tidak memiliki sumber daya,” kata Bintang.

Komitmen Tidak Konsisten

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045, tujuan bauran energi terbarukan mencapai 70% pada tahun 2045. Namun, Fabby menganggap komitmen pemerintah dalam Second NDC tidak menunjukkan semangat yang sama. Meskipun, dokumen tersebut hanya mencakup komitmen dari tahun 2031 hingga 2035.

Oleh karena itu, Fabby menyarankan agar proses penyusunan Second NDC diulang dengan model yang lebih sesuai dan mencerminkan situasi terkini Indonesia. Fabby menyatakan bahwa usulan ini telah lama disampaikan oleh lembaganya kepada pemerintah.

Hasil penelitian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada tahun 2019 menunjukkan bahwa pembangunan berbasis rendah karbon mampu mempertahankan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tetap stabil, yaitu sebesar 6% pada tahun 2045.

“Maka kita perlu mengintegrasikan pembangunan dengan emisi rendah. Perlu meningkatkan penggunaan energi terbarukan, mendorong efisiensi energi, mengurangi emisi dari hutan, serta hal-hal lain,” katanya.