JAKARTA, .CO – Persoalan mengenai posisi Wakil Menteri (Wamen) yang juga menjabat sebagai komisaris BUMN sampai mencapai meja Majelis Ulama Indonesia (MUI). Mereka segera menyusun fatwa terkait penghasilan Wamen yang menjabat dua jabatan tersebut. Nantinya akan diketahui, apakah pendapatan dari pekerjaan tambahan itu halal, haram, atau memiliki pandangan lainnya.
Studi fatwa mengenai gaji Wakil Menteri yang menjabat sebagai komisaris BUMN merupakan tindak lanjut dari permintaan masyarakat. Sebelumnya, Center of Economic and Law Studies (Celios) mengajukan permohonan. Dalam suratnya, Celios merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang Wakil Menteri menjabat sebagai komisaris BUMN.
“Apakah pendapatan tersebut halal, syubhat, atau haram berdasarkan ajaran Islam,” ujar Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira, Minggu (14/9). Status ini perlu dipertimbangkan oleh MUI melalui sebuah fatwa.
Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Karena hingga saat ini pemerintah Indonesia belum mengambil sikap setelah adanya putusan MK tersebut. Apalagi sudah umum dipahami bahwa keputusan MK bersifat final dan mengikat. Celios juga meminta pendapat MUI, terkait bagaimana sebaiknya umat Islam, khususnya pejabat negara, merespons isu tersebut. Agar tetap sejalan dengan prinsip keadilan, kepercayaan, dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara.
Sementara itu, MUI akan memproses permintaan fatwa dari Celios mengenai pendapatan menteri dan wakil menteri yang sekaligus menjabat sebagai komisaris di BUMN. Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis menyampaikan bahwa MUI merespons positif adanya permintaan fatwa tersebut.
Namun ia belum dapat memastikan durasi proses pengkajian fatwa tersebut. “Nanti akan diadakan kajian oleh Komisi Fatwa MUI,” katanya (14/9). Cholil menegaskan bahwa setiap permintaan fatwa dari masyarakat atau yang disebut mustafti, selalu akan ditangani melalui proses evaluasi mendalam di dalam MUI.
Menurut Cholil, permintaan fatwa dari Celios sangat positif. Karena hal ini bertujuan untuk memastikan kehalalan setiap penghasilan yang diperoleh. Ia menegaskan bahwa surat permintaan fatwa dari Celios akan disampaikan kepada Komisi Fatwa MUI.
Ia menyatakan bahwa Komisi Fatwa MUI memiliki wewenang untuk meninjau masalah hukum Islam. Termasuk berkaitan dengan praktik jabatan ganda serta penerimaan gaji atau uang jasa dari jabatan yang dipegang secara bersamaan.
“Fatwa yang dikeluarkan nantinya tidak hanya menjadi pedoman bagi pejabat negara terkait,” katanya. Namun juga berfungsi sebagai petunjuk moral bagi umat Islam secara keseluruhan dalam menjaga prinsip keadilan, transparansi, dan kepercayaan dalam pengelolaan keuangan.
Diketahui bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan keputusan penting terkait uji materi Undang-Undang Kementerian yang menyatakan larangan bagi wakil menteri (Wamen) untuk menjalankan jabatan sekaligus sebagai komisaris di perusahaan milik negara (BUMN).
Ahli hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona mengungkapkan ketidakpercayaannya terhadap kemungkinan aturan ini segera diikuti. Ia memprediksi, masih ada pejabat eselon satu yang akan memanfaatkan masa transisi dua tahun untuk tetap menjalankan jabatan ganda.
“Dibutuhkan kejelasan dari Presiden Prabowo untuk memerintahkan seluruh wakil menteri mundur sebagai komisaris BUMN. Jika tidak, hal ini akan merusak prinsip profesionalitas mereka sebagai pelayan presiden,” kata Yance, dalam pernyataannya, akhir pekan lalu.
Menurut Yance, Presiden dapat memberikan perintah kepada Menteri BUMN agar segera mengganti posisi wakil menteri dari jabatan komisaris. “Jika mereka yang menjabat sebagai wakil menteri enggan berhenti sebagai komisaris, maka pilihan yang tersisa adalah mengundurkan diri dari jabatan wakil menteri dan tetap mempertahankan posisinya sebagai komisaris,” jelas Yance.
Yance menilai, keputusan MK tersebut perlu segera diindahkan sebagai tindakan positif untuk memperkuat prinsip profesionalisme serta menghindari kemungkinan konflik kepentingan dalam pemerintahan. “Keputusan ini merupakan langkah yang baik karena MK secara jelas menegaskan larangan bagi wakil menteri untuk merangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN,” ujarnya.
Selain itu, Yance menilai, selama ini terjadi perdebatan di kalangan pemerintah karena putusan-putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya dinilai tidak jelas dan kurang tegas mengenai jabatan yang bersifat rangkap. Ia menekankan, putusan MK kali ini menyampaikan dua pesan penting. Pertama, untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan. “Peluang terjadinya konflik kepentingan sangat besar, terlebih bagi wakil menteri yang menjadi komisaris BUMN dengan lingkup kerja yang berkaitan langsung dengan kementerian tempat dia bekerja,” katanya.
Kedua, selanjutnya, larangan jabatan ganda ini juga bertujuan untuk memperkuat profesionalisme. “Dengan pemisahan peran, Wakil Menteri dapat lebih fokus pada tugas-tugas kementerian. Sementara posisi komisaris bisa diisi oleh seseorang yang benar-benar berkonsentrasi dalam mengelola BUMN. Dari segi hukum tata negara, hal ini akan berdampak positif terhadap efektivitas kementerian,” katanya.
Namun, Yance menganggap masa transisi atau grace period selama dua tahun sebagai waktu penyesuaian sebaiknya dianggap sebagai batas akhir, bukan kesempatan untuk tetap menjabat secara bersamaan. “Seharusnya setelah putusan MK dikeluarkan, para Wakil Menteri langsung mengundurkan diri dari jabatan komisaris. Jika tidak, maka mereka harus memilih mundur sebagai Wakil Menteri. Dua tahun tersebut hanya merupakan tenggat waktu terakhir,” tegasnya.
Yance juga merespons alasan pemerintah yang menyebut penempatan pejabat di BUMN sebagai bentuk perwakilan pemerintah. Menurutnya, hal ini bisa dilakukan, tetapi bukan untuk Menteri atau Wakil Menteri. “Undang-undang kementerian dan undang-undang BUMN secara jelas melarang menteri dan wakil menteri menjadi komisaris. Jika ingin ada perwakilan pemerintah, bisa dilakukan oleh pejabat lain yang tidak dilarang oleh undang-undang,” katanya. (wan/jpg/bbs/adz)