Berita  

Miris! 48 Anak di Jakarta Barat Putus Sekolah, Anggaran Pendidikan Triliunan Tidak Optimal

Miris! 48 Anak di Jakarta Barat Putus Sekolah, Anggaran Pendidikan Triliunan Tidak Optimal

– Sebanyak 48 anak yang putus sekolah datang ke Balai RW 06 Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat, pada hari Kamis (14/8). Mereka berasal dari berbagai kelurahan di Jakarta Barat.

Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta Lukmanul Hakim mengakui terkejut dengan jumlah anak-anak yang putus sekolah di Ibu Kota.

“Saya sempat tidak percaya bahwa di DKI Jakarta masih ada yang putus sekolah. Ternyata ini semua keluarga saya, anak-anak saya, dan adik-adik saya yang putus sekolah,” kata Lukmanul di tempat tersebut.

Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/

Seorang anggota partai PAN menjelaskan, penyebab utama anak-anak ini tidak melanjutkan pendidikan adalah karena faktor ekonomi. Kebanyakan orang tua mereka tidak memiliki pekerjaan atau sedang dalam kondisi menganggur.

Karena tidak sekolah, mereka terlewat dari program pemerintah seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP).

“Dan bantuan dari pemerintah berupa KJP belum juga diterima oleh mereka,” katanya.

Meskipun demikian, menurut Lukmanul, anggaran pendidikan DKI Jakarta pada tahun 2026 mencapai Rp3,4 triliun, termasuk bantuan Kartu Jakarta Pintar (KJP). Ia mengira masih banyak anak yang berhenti sekolah di Jakarta yang belum tercatat.

Menurutnya, 48 anak yang putus sekolah ini hanyalah bagian kecil dari masalah yang lebih besar, dan masih ada banyak anak-anak lainnya yang mengalami hal serupa.

“Ini adalah fenomena gunung es DKI Jakarta terkait anak-anak yang putus sekolah. Namun, terima kasih juga kepada pemerintah yang telah merespons dengan cepat, sehingga beberapa anak sudah kembali bersekolah,” katanya.

Anak-anak tersebut rencananya akan diserahkan kepada Pemerintah Daerah agar dapat melanjutkan pendidikannya. Namun, bantuan yang diberikan akan disesuaikan dengan usia mereka.

“Biarkan nanti (sekolah) paket atau yang lainnya, biar pemerintah daerah yang mengatur. Kami hanya menyampaikan kepada pemerintah daerah, kok masih ada anak-anak yang putus sekolah,” jelasnya.

 

Warga: Hanya Membuat Makanan Saja Sudah Sulit

 

Seorang warga, Nurhayati, berusia 50 tahun, mengakui tidak mampu membiayai pendidikan putri bungsunya yang saat ini duduk di kelas 3 SD. Bahkan, untuk kebutuhan makan sehari-hari saja terasa sulit.

“Anak kelas tiga tidak sekolah. Tidak ada biaya, bahkan untuk makan saja sulit,” katanya.

Nurhayati memang tidak bekerja, sedangkan suaminya telah meninggal setahun yang lalu. Ia berharap bantuan dari pemerintah dapat membantu mengembalikan anaknya ke sekolah.

“Saya hanya ingin anak bisa bersekolah,” katanya.