Menteri Keuangan Sri Mulyani: Zaman Kawan di Luar Pertimbangan, Negara Fokus pada Urusan Dalam Negerinya Sendiri

Menteri Keuangan Sri Mulyani: Zaman Kawan di Luar Pertimbangan, Negara Fokus pada Urusan Dalam Negerinya Sendiri



Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa perubahan di dunia sungguh sangat besar. Kini semua lembaga internasional semacam WTO, IMF, serta Bank Dunia mulai kehilangan daya ungkit mereka. Malah beberapa dari lembaga-lembaga ini telah kehilangan efisiensinya dikarenakan pemegang saham mayoritas yakni kelompok negara G7, khususnya AS — negeri asal pencetus institusi-institusi itu sendiri— saat ini sudah tidak lagi memiliki rasa percaya. Akibatnya timbul sebuah sistem bersifat unilaterally.

“Peraturan berbasis aturan ini telah dikenali sejak Perang Dunia Kedua kini mulai meragukan ketentuan. Sebaliknya, hal tersebut menciptakan kelompok-kelompok baru seperti BRIC serta kebijakan-kebijakan yang membuat semua kondisinya menjadi tak menentu,” ungkap wanita yang biasa dipanggil Ani itu.

Sehingga, hal ini menciptakan tingkat kompetisi yang sungguh tajam. Setiap negara tentunya akan berupaya untuk meningkatkan kondisinya secara internal. Akhirnya, banyak keputusan ekonomi pemerintah di seluruh dunia cenderung bersifat proteksionistis.

“Prioritas negara saya terlebih dahulu, Amerika Serikat terlebih dahulu, Tiongkok terlebih dahulu, Indonesia terlebih dahulu, dan seterusnya. Karena ketika lingkungan luar negeri tidak dapat diandalkan, hal yang perlu dilakukan adalah melindungi kepentingan nasional,” jelasnya.

Awalnya, Indonesia menginginkan sebuah rantai pasok yang didasari pada kerjasama. Oleh karena itu, konsep friend-sharing dan near-sharing lahir. Namun saat ini, kedua istilah tersebut telah kehilangan definisinya. Istilah “kawan” pun tak lagi digunakan dengan makna seperti semula.

Sebagai contoh, ada hubungan antara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko melalui perjanjian kerjasama bernama North American Free Trade Agreement (NAFTA). Ini adalah perjanjian perdagangan bebas bersama. Kesepakatan ini pun awalnya dimulai atas inisiatif dari Amerika Serikat namun saat ini malah berbalik arah dengan meninggalkannya. Bahkan situasinya sekarang telah berkembang menjadi suatu bentuk persaingan karena kebijakan tariff yang ditetapkan oleh Presiden Trump.

“Beginilah kenyataan yang kita hadapi saat ini. Kebijakan tariff dari Amerika Serikat membawa tingkat ketidakpastian yang sangat besar,” kata Ani.

Jika kita memeriksa periode dari Januari sampai April 2025, ini telah merombak panorama ekonomi dunia. Ketika Trump menerbitkan perintah eksekutif untuk memberlakukan tarif sebesar 10% pada produk-produk Kanada dan 25% pada bahan bakarnya, serta menetapkan tarif 25% bagi Meksiko dan 10% bagi Cina, hal tersebut secara total telah mengubah struktur aliansi yang tadinya dianggap sebagai sesuatu yang pasti terjadi.

Dengan bertambahnya waktu, timbul balasan atau respon serta ancaman lebih lanjut terhadap barang-barang tertentu seperti baja dan alumunium. Selanjutnya, perintah eksekutif baru dikeluarkan pada tanggal 4 Maret 2025, tepat satu bulan yang lalu, untuk meningkatkan bea masuk dari Cina hingga 20%. Di sisi lain, Kanada juga membalas tindakan tersebut. Runtutan acara ini mencerminkan bahwa hanya dalam kurun waktu singkat satu bulan, lingkungan global yang awalnya didasari oleh aturan kini menjadi tak pasti sama sekali.

“Salah satunya yang harus kita amati adalah bagaimana cara kita merawat perekonomian. Kita tidak boleh selalu kaget-kaget. Akan tetapi sekaligus kita juga mesti tetap berwaspada,” tegasnya.

Berdasarkan pendapat Ani, tarif balasan dari Amerika Serikat kepada 60 negara lain mencerminkan metode perhitungan tariff yang sulit dimengerti. Ia merasa bahwa segala pengetahuan tentang ekonomi telah hilang artinya baginya. Ilmu yang selama ini ia pelajari kini dirasa tak berguna lagi. Menurutnya, hal utamanya sekarang adalah fokus pada tarif itu sendiri karena bertujuan untuk menutup defisit tersebut.

“Mengakhiri defisit berarti, saya tak berniat untuk bergantung pada atau membeli dari pihak lain melebihi jumlah apa yang dapat sayajual ke mereka. Ini semata-mata transaksional. Tak melibatkan dasar-dasar teori ekonomi,” tegasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com