,
Jakarta
– Menteri Lingkungan Hidup
Hanif Faisol
Nurofiq mengatakan putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi jadi landasan untuk meninjau kembali persetujuan lingkungan terhadap empat perusahaan yang menambang
nikel
di Kabupaten
Raja Ampat
, Papua Barat Daya.
Dia mengatakan keputusan itu mengatur tentang larangan aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil. “Menjadi rujukan kami pada saat mempertimbangkan persetujuan lingkungan yang harus kami kemudian
review
atau evaluasi kembali,” katanya saat konferensi pers di Jakarta, Minggu, 8 Juni 2025.
Hanif menjelaskan, kegiatan pertambangan pola terbuka di pulau kecil dilarang berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014.
Aturan ini diperkuat melalui Putusan Mahkamah Agung No.57P/HUM/2022 pada 22 Desember 2022 serta Putusan Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-XXI/2023 perihal larangan tanpa syarat terhadap kegiatan pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Dua putusan itu terbit berawal dari kasus di Konawe, Kepulauan Wawonii, ketika masyarakat menggugat Peraturan Daerah Konawe Kepulauan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Dalam putusan Mahkamah Agung ditegaskan, wilayah pulau yang kurang dari 2 ribu kilometer per segi dilarang menambang di pulau-pulau kecil, termasuk di Pulau Wawonii yang memiliki luas sekitar 715 kilometer per segi.
Mahkamah Konstitusi juga menguatkan seperti putusan Mahkamah Agung soal larangan kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil. “Artinya ini ada yurisprudesi hukum bahwa perihal dengan kegiatan-kegiatan ini memang menjadi hal yang dilarang soal kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil,” ujar Hanif.
Sebagaimana diketahui, perusahaan dengan aktivitas pertambangan nikel bermasalah di Raja Ampat adalah PT Gag Nikel (PT GN) di Pulau Gag, PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP) di Pulau Manuran, PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM) di Pulau Kawei, dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) di Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele. Aktivitas pertambangan di semua perusahaan berhenti sementara karena persoalan izin lingkungan dan dugaan pencemaran lingkungan.
Hanif mengatakan, tiga entitas usaha itu juga memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). PT GN memegang kontrak karya sejak 1998 di Pulau Gag. Entitas usaha ini tetap boleh melakukan aktivitas pertambangan meski di area hutan lindung. “Ini berlaku untuk Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, sehingga dibolehkan,” ucapnya.
Aktivitas itu dilonggarkan dan boleh tetap berlangsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2004. Nama PT GN juga salah satu dari 13 perusahaan yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41 Tahun 2004 tentang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang Berada di Kawasan Hutan.
Perihal persoalan ini, tim Kementerian Lingkungan Hidup masih meninjau kembali. “Kami akan diskusikan lebih lanjut langkah apa yang akan kami ambil,” tutur Hanif.