, JAKARTA — Sekitar 86,3 juta penduduk Indonesia yang berusia 45 tahun atau lebih tua berisiko mengalami presbiopia, yaitu penurunan kemampuan mata untuk berakomodasi yang menyebabkan kesulitan melihat benda yang dekat.
Penggunaan kacamata dianggap sebagai cara untuk membantu para penggunanya. Namun, sayangnya penggunaan kacamata bisa mengganggu kegiatan sehari-hari, bahkan mengurangi kualitas kehidupan.
Spesialis Katarak, Lensa dan Bedah Refraktif di JEC Eye Hospitals and Clinics serta Kepala Klinik Mata JEC @ Bekasi, Nashrul Ihsan menyatakan, tingkat kejadian presbiopia secara global semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup dan tingginya permintaan penglihatan dekat di masa kini, seperti penggunaan ponsel.
Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Meskipun orang yang berusia 45 tahun ke atas biasanya memasuki masa emas karena berada di puncak masa produktif, atau sedang menikmati masa pensiun bersama keluarga. Selain membatasi aktivitas sehari-hari, presbiopia dapat berdampak secara psikologis bahkan ekonomi,” kata Nashrul, Kamis (7/8/2025).
Angka kejadian presbiopia pada usia 45 tahun dan lebih tua mencapai 83%. Diperkirakan pada tahun 2030, sekitar 2,1 miliar orang di seluruh dunia akan mengalami kondisi ini.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa penderita presbiopia, baik di negara dengan pendapatan tinggi maupun rendah, mengalami penurunan kualitas hidup.
Ketidakmampuan mengoreksi presbiopia menyebabkan penderita mengalami kesulitan dua kali lipat dalam menjalankan tugas-tugas yang memerlukan penglihatan dekat.
Masalah ini bisa meningkat hingga delapan kali lipat untuk tugas penglihatan dekat yang sangat berat. Selain itu, 12% pasien presbiopia membutuhkan bantuan dalam menjalani aktivitas sehari-hari, yang akhirnya dapat menyebabkan tekanan psikologis dan menurunkan harga diri.
Gejala Presbiopia
Presbiopia memiliki ciri-ciri khas yang mudah dikenali dalam kehidupan sehari-hari, seperti kesulitan melihat benda atau tulisan yang berada di dekat. Secara alami, penderita akan menjauhkan objek tersebut agar bisa terlihat atau dibaca dengan lebih jelas.
Kondisi ini sering diikuti oleh gejala tambahan seperti kelelahan mata, sakit kepala setelah membaca atau menyelesaikan tugas yang membutuhkan fokus pada jarak dekat, misalnya memasukkan benang ke dalam jarum atau membaca label barang dengan huruf kecil.
Presbiopia menyebabkan penderita memerlukan cahaya yang lebih terang saat membaca. Gejala-gejala ini biasanya mulai muncul secara perlahan pada usia 40-an dan semakin jelas setelah usia 45 tahun, seiring dengan penurunan kemampuan mata untuk berakomodasi, yang merupakan bagian dari proses penuaan alami.
Dari segi dampak ekonomi, penelitian yang mengevaluasi beban global akibat penurunan produktivitas karena presbiopia yang tidak ditangani menemukan bahwa, pada individu berusia di bawah 50 tahun, terdapat potensi kerugian produktivitas sebesar US$11 miliar.
Di kalangan mereka yang berusia di bawah 65 tahun yang menderita presbiopia yang tidak ditangani, potensi penurunan produktivitas diperkirakan mencapai US$25,4 miliar jika semua dianggap tetap produktif.
Dampak presbiopia mencakup aspek psikologis karena penderita menganggap kacamata bifokal tidak menarik dan seolah-olah menjadi tanda penuaan. Sementara itu, kebanyakan penderita presbiopia masih menjalani kehidupan yang aktif, sehingga penggunaan kacamata bisa mengganggu kinerja dalam beraktivitas,” katanya.
Prosedur Penanganan Presbiopia
Oleh karena itu, agar terbebas dari penggunaan kacamata, JEC Eye Hospitals and Clinics menawarkan prosedur Refractive Lens Exchange (RLE) yang melibatkan penggantian lensa mata dengan tujuan mengurangi kebutuhan akan kacamata atau lensa kontak.
Proses RLE diperkuat dengan teknologi Femtosecond Laser-Assisted Cataract Surgery (FLACS) yang memiliki akurasi tinggi dan risiko minimal, serta memungkinkan pasien dengan presbiopia segera lepas dari ketergantungan pada kacamata atau lensa kontak.
RLE adalah proses penggantian lensa alami mata yang tidak lagi berfungsi secara optimal dengan lensa implan (intraokular lens/IOL). Keandalan prosedur RLE tidak hanya efektif dalam mengatasi presbiopia, tetapi juga gangguan refraksi lainnya, seperti rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia), dan silinder (astigmatisme), semuanya dilakukan dalam satu kali tindakan.
Dr. Nashrul menegaskan, RLE sangat disarankan bagi pasien yang mengalami perubahan penglihatan akibat penuaan.
“Bukan hanya itu, RLE menjadi satu-satunya opsi yang tersedia untuk kasus-kasus tertentu yang tidak dapat ditangani oleh LASIK atau SMILE Pro. Contohnya, pasien dengan miopia berat dengan tingkat minus 20,” jelasnya.
Kelebihan lain dari RLE adalah tingkat keberhasilan tindakan yang mencapai 98,5%. Risiko sebesar 1,5 persen komplikasi operasi umumnya dapat diperbaiki dengan tindakan lanjutan.
Penerapan prosedur RLE di jaringan JEC Eye Hospitals and Clinics didukung oleh teknologi Femtosecond Laser-Assisted Cataract Surgery (FLACS) yang memiliki akurasi tinggi dan risiko minimal, serta masa pemulihan yang lebih singkat.
Berdasarkan kondisi setiap pasien, durasi tindakan RLE berbasis FLACS biasanya cukup singkat, sekitar 10-15 menit per mata. Saat ini, layanan RLE menggunakan FLACS tersedia di RS Mata JEC @ Menteng, RS Mata JEC @ Kedoya, dan RS Mata JEC Orbita @ Makassar, sementara prosedur RLE dapat diperoleh di seluruh cabang JEC,” katanya.
Dalam pelaksanaan prosedur RLE, pemilihan lensa implan akan menggabungkan kebutuhan penglihatan pasien secara pribadi serta saran dari dokter spesialis mata, agar diperoleh hasil penglihatan yang maksimal sesuai dengan gaya hidup masing-masing pasien, sehingga dapat disesuaikan untuk setiap individu.
Berbagai pilihan teknologi lensa implan yang tersedia di JEC meliputi:
– IOL Multifocal
Lensa Multifokal memberikan peningkatan kualitas penglihatan dalam operasi katarak. IOL ini mampu mengatasi masalah presbiopia, miopia, dan hiperopia dalam satu kali prosedur, sehingga penglihatan dekat untuk membaca, penglihatan tengah seperti saat menggunakan komputer, serta penglihatan jauh akan lebih baik tanpa perlu memakai kacamata setelah operasi katarak.
– IOL Fokus Jangkauan yang Diperpanjang (EDOF)
Mirip dengan lensa multifokal, lensa ini menawarkan penglihatan yang lebih alami dengan jangkauan fokus yang lebih luas dari jarak jauh hingga menengah, dibandingkan penglihatan dekat. IOL EDOF dirancang untuk meminimalkan efek silau, sehingga aktivitas sehari-hari menjadi lebih nyaman.
– IOL Monofocal
• Lensa Non-Aspheric – berfungsi untuk memperbaiki kebutaan jauh, namun masih mengandung distorsi atau penyimpangan yang besar.
• Lensa Aspheric – menawarkan kualitas penglihatan yang lebih baik dengan kontras warna yang lebih tinggi dibanding lensa Non-Aspheric.
• Lensa Monofokal Plus – tidak hanya memperbaiki penglihatan jauh, lensa ini juga mampu menyesuaikan hingga penglihatan sedang, seperti aktivitas menggunakan komputer, memasak, bercermin, dan lainnya.
– IOL Torik – dirancang untuk memperbaiki masalah astigmatisme atau silindris pada kacamata dalam satu kali prosedur pembedahan.