Kota Surabaya: Simbol Kepahlawanan dan Sejarah yang Mendalam
Surabaya, kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia, memiliki sejarah yang kaya akan makna historis dan filosofis. Kota ini tidak hanya dikenal sebagai pusat ekonomi dan industri, tetapi juga menjadi simbol perjuangan dan kebanggaan nasional. Dijuluki sebagai Kota Pahlawan, Surabaya memiliki akar sejarah yang dalam, mulai dari masa kerajaan hingga perjuangan kemerdekaan.
Sura dan Baya: Simbol Keberanian
Lambang kota Surabaya adalah ikan hiu dan buaya. Namun, masyarakat sering mengaitkan nama “Surabaya” dengan kata “sura” dan “boyo”. Menurut Pemerhati Sejarah Surabaya, Nanang Purwono, istilah “sura” tidak pernah ditemukan dalam kosakata bahasa Jawa. Yang ada adalah ikan hiu dan buaya.
Menurutnya, lambang kota Surabaya dibuat oleh pemerintah Belanda pada masa itu, yaitu hiu dan buaya sebagai simbol alam wilayah kota Surabaya yang terdiri dari air (laut dan sungai) dan daratan. Simbol kekuatan air adalah ikan hiu (Tiger Shark), sedangkan simbol kekuatan darat adalah buaya. Maka jadilah hiu dan buaya sebagai lambang kota.
Di era Belanda tahun 1920, motto “Soera ing Bhaya” digunakan, yang berarti berani menghadapi bahaya. Namun, hiu dan buaya kemudian disamakan dengan Suro-Boyo. Nanang menegaskan bahwa hiu bukanlah sura. Bahkan, penulisan aksara Jawa Surabaya (ꦱꦸꦫꦧꦪ) berbeda dengan Syurabhaya (ꦯꦹꦫbastian).
Selain itu, nama Surabaya pernah disebut Surapringga dan Surawiti. Nama Surapringga masih terabadikan dalam prasasti di Masjid Kemayoran. Di masa lalu, Surabaya juga ditulis sebagai Soerabaia, Soerabaja, dan Sourabaya. Nanang menyebut bahwa Surabaya mestinya ditulis Syurabhaya karena sesuai dengan sumber prasasti Canggu (1358 M). Meskipun demikian, penulisan tersebut tidak pernah dipakai.
Pertempuran Bersejarah: Lahirnya Kota Pahlawan
Tanggal 31 Mei 1293 menjadi titik penting dalam sejarah Surabaya. Nilai kepahlawanan terwujud dalam pertempuran antara Raden Wijaya dan pasukan Mongol di muara Kali Mas. Peristiwa ini begitu bersejarah hingga tanggalnya diabadikan sebagai tanggal berdirinya Kota Surabaya hingga saat ini.
Pada masa Hindia Belanda, Surabaya menjadi pusat keresidenan dan pelabuhan dagang utama di Jawa Timur. Di era kemerdekaan, Surabaya dikenal luas karena pertempuran 10 November 1945, di mana rakyat Surabaya melawan pasukan Sekutu dengan semangat luar biasa.
Filosofi dan Identitas Kota
Makna filosofis dari nama Surabaya mencerminkan karakter warganya yang gigih, berani, dan pantang menyerah. Kota ini tidak hanya menjadi pusat ekonomi dan industri, tetapi juga simbol perjuangan dan kebanggaan nasional.
Dalam Museum Sepuluh November, Staff Pengelolaan Museum dan Gedung Seni Budaya Deka Yudhiawantiarsa menjelaskan bahwa pertempuran 10 November 1945 memberikan keberanian bagi Arek-Arek Suroboyo untuk menyerang tempat-tempat yang masih diduduki bangsa asing, seperti Markas Keinpetai yang kini dikenal sebagai Tugu Pahlawan.
Selain senjata rampasan, senjata lain yang digunakan pada pertempuran tersebut adalah bambu runcing. Dalam peperangan, ada yang memiliki bambu runcing panjang karena melihat temannya tidak memiliki senjata. Bambu runcing miliknya dipotong dan diberikan kepada temannya. Hal ini menunjukkan empati dan tenggang rasa di tengah kondisi perang.