news  

Mengapa Pemilik Usaha Sound Horeg di Baubau Kekacauan?

Mengapa Pemilik Usaha Sound Horeg di Baubau Kekacauan?

Unjuk Rasa Pemilik Sound System di Baubau

Puluhan pemilik usaha sistem suara berdaya tinggi (sound horeg) melakukan unjuk rasa di depan kantor Wali Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, pada Senin, 14 Juli 2025. Demonstrasi ini berakhir ricuh karena saling dorong antara massa dan petugas keamanan. Pelemparan batu menyebabkan kerusakan fasilitas kantor.

Unjuk rasa ini merespons Surat Edaran Wali Kota Baubau Nomor 23/SE/HK tentang penertiban joget. Kebijakan yang diberlakukan sejak 7 Juli 2025 tersebut dinilai melumpuhkan perekonomian mereka.

Dampak Ekonomi

Menurut orator unjuk rasa, Rafik Arifn, larangan tersebut berdampak terhadap kelangsungan hidup banyak orang. Ia menyatakan keputusan pemerintah kota itu tidak melibatkan para pelaku usaha. “Ada sekitar 60 sound system di Baubau. Masing-masing punya sekitar 20 karyawan. Kalau joget dilarang, bagaimana mereka mau hidup,” kata Rafik.

La Ode Muhammad Takdir, selaku Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Baubau, mengatakan sebelum kericuhan sudah menyampaikan kepada massa aksi jika surat edaran itu tidak semena-mena bisa langsung dibatalkan. “Jadi, mereka memaksakan kehendak itu, saya sudah sampaikan bahwa kita akan tinjau kembali, kita akan evaluasi dengan memanggil kembali para pengusaha-pengusaha sound system, tetapi rupanya mereka tidak bersedia,” kata Muhammad Takdir.

La Ode mengatakan, saat unjuk rasa berlangsung Pemerintah Kota Baubau sedang rapat. Para demonstran tidak mau menunggu, sehingga terjadi kericuhan. “Tadi juga sudah saya bicara kepada Pak Sekda untuk memanggil perwakilan mereka, tapi pas kami turun tadi sudah bunyi pecah kaca,” katanya.

Isi Surat Edaran

Menurut informasi dalam situs web Pemerintah Kota Baubau, larangan ini diberlakukan karena kegiatan tersebut berpotensi menimbulkan kerawanan sosial. Secara spesifik, aturan ini menyasar acara joget yang mengundang keramaian dan menghasilkan suara gaduh di lingkungan permukiman, jalan umum, atau tempat terbuka lainnya.

Meskipun demikian, surat edaran tersebut memberikan pengecualian untuk kegiatan dalam lingkup keluarga, seperti pesta pernikahan. Acara ini diizinkan dengan beberapa syarat:

  • Diselenggarakan di tempat tertutup atau area terbatas yang jelas, seperti gedung, aula, atau halaman rumah berpagar.
  • Tidak menimbulkan suara bising yang berlebihan.
  • Wajib selesai paling lambat pukul 21.00 WITA.

Setiap pelanggaran terhadap surat edaran ini akan dikenai sanksi yang merujuk Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat, serta Pasal 510 KUHP.

Permasalahan Terkait Sound Horeg

Permasalahan terkait penggunaan sound horeg tidak hanya terjadi di Baubau. Di Provinsi Jawa Timur, pemerintah daerah juga sedang menangani isu serupa dengan mulai membahas penyusunan regulasi.

Penyusunan Regulasi di Jawa Timur

Pemerintah Jawa Timur membahas penyusunan regulasi penggunaan sound horeg. Pembahasan ini merupakan respons atas meningkatnya keluhan masyarakat akibat kebisingan yang ditimbulkan dari hiburan jalanan itu.

“Sedang digodok, tidak didiamkan. Kita tunggu dari seluruh pihak yang terkait, karena ini menjadi aspirasi masyarakat, tentu tidak didiamkan,” kata Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak.

Sound horeg, istilah yang merujuk hiburan keliling menggunakan sistem suara berdaya tinggi, dianggap sebagian kalangan sebagai hiburan rakyat yang meriah. Akan tetapi, praktik ini memunculkan polemik yang terus disoroti mengenai terkait ketertiban umum dan pengaruhnya terhadap kesehatan pendengaran.

Fenomena Sound Horeg

Fenomena sound horeg belakangan makin disoroti, terutama setelah munculnya fatwa haram. Pada 26–27 Juni 2025, Pondok Pesantren Besuk di Pasuruan, Jawa Timur, menggelar pertemuan Forum Satu Muharram (FSM) yang menghasilkan fatwa haram sound horeg.

Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh memahami langkah tersebut sebagai upaya pencegahan terhadap dampak buruk yang ditimbulkan. “Fatwa itu bersifat kontekstual untuk kepentingan kemaslahatan,” katanya, pada Kamis, 10 Juli 2025.

Pemerintah Kota Malang masih menunggu regulasi dari Pemerintah Jawa Timur mengenai aktivitas penggunaan sound horeg. “Karena ini ada beberapa yang perlu dilakukan mulai dari tingkat provinsi. Kemarin saya ketemu dengan Pak Emil (Wakil Gubernur Jawa Timur) menyampaikan ada beberapa regulasi terkait fatwa MUI ini,” kata Wali Kota Malang Wahyu Hidayat.

Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.