,
Jakarta
– Otoritas Jasa Keuangan (
OJK
) telah mengeluarkan regulasi baru yang mewajibkan adanya mekanisme pembagian biaya atau
co-payment
dalam produk asuransi kesehatan, di mana sebagian biaya ditanggung oleh pemegang polis atau pihak yang diasuransikan. Ketentuan ini tercantum dalam Surat Edaran OJK Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan.
“Dalam SEOJK ini juga diatur mengenai fitur produk
asuransi kesehatan
yang harus memiliki skema
co-payment
dalam layanan rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono dalam konferensi pers daring pada Senin, 2 Juni 2025.
Support kami, ada hadiah spesial untuk anda.
Klik di sini: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Dalam skema
co-payment
, pemegang polis harus menanggung paling sedikit 10 persen dari total pengajuan klaim dengan batas maksimum Rp 300.000 untuk rawat jalan per pengajuan klaim. Kemudian untuk rawat inap batas maksimum sebesar Rp 3.000.000 per pengajuan klaim. Namun perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah bisa menerapkan batas maksimum yang lebih tinggi sepanjang telah disepakati dengan pemegang polis.
Alasan Diterbitkan SEOJK
Menurut Ogi, aturan ini dibuat salah satunya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran layanan kesehatan, mengingat biaya medis terus meningkat dengan laju inflasi yang lebih tinggi dibandingkan inflasi umum.
“Efisiensi ini diharapkan dapat memitigasi dampak dari inflasi medis dalam jangka panjang sehingga biaya kesehatan masih dapat dibiayai secara bersama, baik melalui skema penjaminan nasional maupun melalui skema asuransi komersial,” ujarnya.
Support us — there's a special gift for you.
Click here: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Pelaksana tugas Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Ismail Riyadi, menambahkan bahwa terbitnya surat edaran ini mempertimbangkan kecenderungan naiknya inflasi di sektor medis.
“Melalui ketentuan ini, OJK mendorong efisiensi pembiayaan layanan kesehatan jangka panjang, di tengah tren inflasi medis yang terus meningkat secara global,” kata Ismail Riyadi dalam keterangan resmi pada Kamis, 5 Juni 2025.
Ismail juga menjelaskan bahwa skema
co-payment
bertujuan mendorong masyarakat untuk memilih layanan kesehatan dan pengobatan yang lebih berkualitas.
“Serta akan mendorong premi asuransi kesehatan yang
affordable
atau lebih terjangkau karena peningkatan premi dapat dimitigasi dengan lebih baik,” ujar Ismail. Ia menyebutkan bahwa berdasarkan praktik di berbagai negara, mekanisme ini mampu meningkatkan kesadaran peserta asuransi dalam menggunakan layanan medis secara lebih bijak dan bertanggung jawab.
Ketentuan baru SEOJK 7/2025
Surat Edaran OJK Nomor 7 Tahun 2025 memuat sejumlah ketentuan baru terkait produk asuransi kesehatan, antara lain penerapan skema
co-payment
, fitur
coordination of benefits
, dan keharusan pembentukan Dewan Penasihat Medis. Berikut poin-poin utama dari substansi aturan tersebut:
Skema Co-payment
Produk asuransi kesehatan kini wajib menerapkan sistem pembagian biaya (co-payment), di mana pemegang polis harus menanggung minimal 10 persen dari total klaim yang diajukan.
– Untuk layanan rawat jalan, batas maksimal tanggungan peserta adalah Rp 300.000 per klaim.
– Untuk layanan rawat inap, batas maksimalnya ditetapkan sebesar Rp 3.000.000 per klaim.
Kebijakan ini diterapkan hanya pada produk dengan sistem penggantian biaya (
indemnity
) dan layanan kesehatan yang dikelola (
managed care
). Sementara itu, asuransi mikro tidak termasuk dalam ketentuan ini.
Coordination of Benefits
Setiap produk asuransi kesehatan juga diwajibkan menyediakan fitur koordinasi manfaat (
coordination of benefits
), yaitu mekanisme untuk mengatur pembagian tanggungan biaya antara perusahaan asuransi dan skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan.
Dewan Penasihat Medis
Perusahaan asuransi yang menawarkan produk asuransi kesehatan diwajibkan memiliki Dewan Penasihat Medis. Dewan ini harus terdiri dari tenaga ahli yang kompeten, termasuk dokter dan dukungan data kesehatan digital yang memadai. Tujuannya adalah agar perusahaan dapat mengevaluasi efektivitas layanan medis dan pengobatan yang disediakan oleh mitra fasilitas kesehatan.
Selain mengatur mekanisme pembayaran, Ismail menjelaskan bahwa SEOJK juga mengharuskan perusahaan asuransi untuk memiliki tenaga profesional yang kompeten, termasuk tenaga medis dengan latar belakang dokter. Tenaga ini bertugas melakukan analisis terhadap tindakan medis serta melakukan telaah utilisasi (
utilization review
).
“OJK akan terus melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap implementasi SEOJK ini untuk memastikan ketentuan ini berjalan efektif dan memberikan manfaat optimal bagi seluruh pihak, termasuk pemegang polis, tertanggung, atau peserta,” tutur Ismail.
Surat Edaran OJK Nomor 7 Tahun 2025 ini merupakan bentuk pelaksanaan dari ketentuan Pasal 3B ayat (3) dalam Peraturan OJK Nomor 36 Tahun 2024, yang merupakan perubahan atas Peraturan OJK Nomor 69/POJK.05/2016 mengenai Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, baik konvensional maupun syariah, serta perusahaan reasuransi.
Anastasya Lavenia Y
berkontribusi dalam penulisan artikel ini.