Mengapa Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah di Indonesia Masih Rendah? Penyebabnya Mungkin Mengejutkan!

Mengapa Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah di Indonesia Masih Rendah? Penyebabnya Mungkin Mengejutkan!

Badan Pusat Statistik (BPS) serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis temuan dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan tahun 2025 yang disebut sebagai SNLIK. Berdasarkan data dalam survei ini, terdapat perbedaan signifikan antara indeks literasi dan inklusi keuangan berbasis syari’ah dengan sistem konvensional.

“Bagi mereka yang berada di layanan syariah, tingkat pengetahuan keuangan mereka masih cenderung lebih rendah apabila dibandingkan dengan layanan konvensional,” ungkap Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono saat memberikan keterangan pada hari Jumat, 2 Mei.

Pemahaman keuangan adalah wawasan serta kemampuan individu dalam membuat pilihan tentang pengaturan finansial mereka. Di sisi lain, partisipasi keuangan merujuk pada cara seorang orang mendapatkan akses terhadap barang-barang atau fasilitas perbankan dan jasa keuangan lainnya.

Pada tahun 2024, angka literasi keuangan syariah berada di posisi 39,11%. Di sisi lain, dalam periode saat ini, indikator tersebut meningkat sedikit menjadi 43,42%. Namun demikian, patut dicatat bahwa terdapat perbedaan signifikan dengan capaian literasi keuangan konvensional sebesar 66,45% pada tahun 2025.

Demikian pula dengan inklusi keuangan syariah yang diukur melalui pendekatan berkelanjutan pada tahun 2025 mencapai angka sebesar 13,41%. Sementara itu, untuk tahun 2024, tingkat inklusi keuangan syariah telah tercatat sebanyak 12,92%.

Mengapa Tingkat Pemahaman Finansial Syariah dan Keterlibatan dalam Ekonomi Islam Masih Rendah?

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menyatakan bahwa mereka tetap komitmen dalam mendukung perkembangan sistem finansial yang sesuai dengan prinsip Syariat Islam di tanah air.

Meskipun demikian, wanita yang biasanya dipanggil Kiki tersebut menyatakan bahwa memperluas inklusivitas dalam keuangan syariah merupakan tantangan. “Benar-benar ada tugas rumah bagi kita di bidang inklusivitas keuangan syariah,” ungkap Kiki.

Kiki berpendapat bahwa kemajuan dalam hal pemahaman keuangan lebih unggul daripada pemberdayaan ekonomi. Menurutnya, ada begitu banyak elemen yang membuat perkembangan inklusi perbankan syariah belum sepenuhnya optimal.

Satu di antaranya adalah memperluas kesempatan warga untuk meraih layanan perbankan syariah. Menurut Kiki, ada begitu banyak orang yang berminat menggunakan layanan perbankan syariah tetapi gagal menemukan solusi yang sesuai dengan keinginannya.

Misalkan ingin membuka rekening, bisa jadi jika di bank konvensional, layanan perbankan tanpa kantor (laku pandai) telah menjangkau daerah 3T.
Nah
” Ini merupakan kasus Laku Pandai di bank syariah yang masih belum berjalan,” ujar Kiki.

Kiki berharap bahwa sektor perbankan ataupun penyedia layanan finansial dapat semakin mendukung peningkatan penetrasi produk Syari’ah secara lebih luas. Di samping itu, Kiki juga menekankan pentingnya adanya inovasi untuk mempermudah masyarakat dalam mengakses sistem keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

Kiki menyatakan pula bahwa OJK berupaya mendukung bermacam-macam produk yang cocok dengan sifat serta permintaan publik di bidang perbankan syariah. “Jika menciptakan terobosan baru pada produk, bukannya hanya mengklaim sebagai produk syariah tanpa pertimbangan lain. Lebih baik tanyai dahulu para konsumen tentang apa sebenarnya yang mereka perlukan.”
sih
“Yang harus dipromosikan adalah itu,” kata Kiki.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com