Mengapa Kita Sering Abai Terhadap Masalah Sosial dalam Masyarakat?

Mengapa Kita Sering Abai Terhadap Masalah Sosial dalam Masyarakat?

Dalam kesibukan hidup moderen ini, banyak individu fokus pada aktivitas pribadi sampai akhirnya kurang memperhatikan masalah-masalah sosial di lingkungan sekeliling mereka. Permasalahan-permasalahan seperti diskriminasi, kesusahan ekonomi, serta penyelewengan hak-hak dasar manusia kerapkali cuma lalu-lintas sebagai informasi biasa saja tanpa menimbulkan efek batin signifikan kepada mayoritas masyarakat.

Phenomenon ini menjadi semakin memburuk seiring meningkatkan popularitas media sosial yang cenderung lebih banyak menayangkan isi hiburan daripada pendidikan mengenai masalah-masalah penting. Apakah Anda tahu faktor-faktor apa saja yang menyebabkan individu kian kurang tertarik untuk berpartisipasi dalam isu-isu sosial dalam lingkungan mereka?

1. Kegiatan padat dan kebutuhan personal

Banyak individu mengeluh bahwa rutinitas harian mereka telah dipadati oleh berbagai kewajiban seperti tanggung jawab kerja, pendidikan, ataupun peran dalam keluarga. Saat semua tenaga dan pikiran digunakan untuk menyelesaikan keperluan fundamental tersebut, mencemaskan masalah masyarakat menjadi suatu bebannya sendiri yang tak mudah dijinakkan. Kebanyakan orang lebih condong kepada persoalan-persoalan yang secara langsung berkaitan dengan lingkungan sekitar mereka, sementara topik-topik lainnya yang tampak agak jauh dari garis prioritas hari demi hari biasanya tidak mendapat perhatian.

Di samping itu, era modern mendukung pola hidup yang terburu-buru, sehingga tak sedikit individu yang kesulitan untuk sempat istirahat sejenak dan menilik hal lain diluar kebutuhan diri sendiri. Meski pun memiliki rasa peduli, mayoritas dari mereka cenderung hanya merasakan keprihatinan namun tidak melakukan upaya konkret akibat sudah capek dengan persoalan-persoalan personalnya masing-masing.

2. Kepemilikan perasaan yang rendah terhadap masalah sosial

Manusia umumnya lebih tertarik pada aspek-aspek kehidupan yang berkaitan erat dengannya sendiri. Apabila sebuah permasalahan belum dialami secara personal, orang tersebut jarang merasa terdorong untuk sungguh-sungguh prihatin dan empati. Sebagai contoh, individu yang dibesarkan di lingkungan nyaman dan sejahtera bisa jadi tak sepenuhnya dapat membayangkan betapa kerasnya menjalani hidup dalam kondisi kurang mampu atau menghadapi penindasan sosial.

Phenomenon ini juga nampak pada bagaimana masyarakat bereaksi terhadap kabar berita. Saat sebuah isu terjadi di tempat yang cukup jauh dari sekitaran hidup mereka atau tak melibatkan siapa pun yang dikenali, derajat keterlibatan menjadi sangat rendah. Di beberapa kesempatan, orang malah memandang persoalan itu sebagai hal yang bukan urusan mereka sendiri lantaran merasa tidak ada ikatan langsung dengan situasi tersebut.

3. Kepemilikan media sosial yang menarik perhatian

Pada zaman modern saat ini, media sosial telah menjadi pilar utama dalam menyediakan informasi. Akan tetapi, sistem pendistribusian pada platfom tersebut cenderung memberikan keutamaan kepada jenis konten yang menghibur daripada berita-berita yang bersifat krusial. Hal itu kemudian membuat walaupun masih banyak masalah-masalah masyarakat yang signifikan, mayoritas pengguna justru lebih kerapkali mendapatkan eksposur tentang fenomena-fenomena populer di dunia maya, tantangan daring ataupun kabar-kabar seputaran artis yang memiliki daya tarik tinggi bagi publik.

Saat seseorang telah terbiasa dengan konsumsi materi yang enteng dan menghibur, mereka akan semakin tuli terhadap kabar-kabar yang lebih serius serta butuh analisis mendalam. Secara bertahap, minat pada masalah-masalah masyarakat pun meredup seiring fokus tertuju kepada elemen-elemen yang jauh lebih gampang diserap tanpa ada tekanan atau beban pertimbangan moral. Sebagai akhir dari proses ini, banyak individu cenderung memilih zona nyaman di ranah hiburan dan data yang menyegarkan dibanding harus bersinggungan langsung dengan realitas sosial yang rumit.

4. Perasaan lemah menghadapi pergeseran

Alasan utama mengapa sebagian besar orang cenderung bersikap acuh terhadap berbagai isu sosial adalah karena rasa takut akan ketidakmampuan dirinya dalam membuat perbedaan. Melihat masalah-masalah global seperti pemanasan global, penyuapan, ataupun kesenjangan ekonomi dapat menyebabkan seseorang merasa lemah dan kurang berdaya untuk mendorong transformasi substansial.

Rasa ketidakmampuan ini biasanya semakin kuat dengan cerita-cerita yang menyatakan hanya pemerintah atau lembaga raksasa saja yang mampu mengatasi permasalahan-permasalahan itu. Sebagai akibatnya, sebagian besar individu cenderung enggan ambil bagian karena yakin upaya mereka tak bakal menciptakan pengaruh yang substansial. Dengan bertambah lamanya waktu, perilaku seperti ini bertransformasi jadi suatu kebiasaan yang susah dibuang.

5. Kenyamanan menjadi prioritas utama dibandingkan dengan partisipasi.

Terlibat dalam masalah sosial biasanya mengharuskan seseorang melakukan upaya tambahan yang mungkin tak selalu enak dirasakan. Mengikuti demonstrasi, memberikan sumbangan, hingga hanya dengan menyampaikan pandangan sendiri dapat membawa dampak seperti argumen, kritik, atau bahkan tekanan dari lingkungan sekitar. Sebagai akibatnya, banyak individu cenderung lebih suka bertahan di zona aman mereka dibanding ikut serta dalam hal-hal yang memiliki potensi risiko.

Kenikmatan juga dapat berasal dari sikap acuh tak acuh yang diputuskan dengan sengaja. Ada individu yang menyadari adanya berbagai persoalan di lingkungan sekitarnya namun memilih untuk tidak mengetahui detailnya lebih lanjut. Mereka paham bahwa apabila sungguh-sungguh peduli, mereka kemungkinan besar akan merasa tertekan dan terdorong untuk melakukan sesuatu. Secara singkat, keacuhan ini sering kali menjadi suatu cara melindungi diri sendiri agar terbebas dari kewajiban.

Tidak perdulinya seseorang terhadap permasalahan sosial tak sekadar menjadi urusan pribadi, melainkan juga merupakan cerminan tentang cara masyarakat kita sekarang dipengaruhi oleh dunia di sekitarnya serta perkembangan teknologi. Bila situasi tersebut dibiarkan lanjutan, maka jurang antara lapisan masyarakat bakal jauh lebarnya dan ikatan persaudaraan dalam komunitas pun bisa menipis. Agar dapat merombak persepsi seperti itu, dibutuhkan usaha kolektif dari segala elemen, termasuk orang biasa hingga organisasi resmi, guna mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan membantu meningkatkan partisipasi proaktif demi pembentukan suatu masyarakat yang lebih peka dan memiliki tanggung jawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com