news  

Mengapa Banyak Pengemudi Kesal dengan Tombol Digital di Mobil?

Mengapa Banyak Pengemudi Kesal dengan Tombol Digital di Mobil?

Mobil-mobil baru kini semakin canggih. Fitur-fitur yang dulu hanya ditemukan di mobil mewah kini telah merambah ke kelas menengah. Salah satu perubahan paling mencolok adalah penggunaan tombol digital atau layar sentuh yang menggantikan tombol fisik konvensional.

Di satu sisi, hal ini menciptakan kesan futuristik dan minimalis. Namun di sisi lain, tidak sedikit pengemudi yang justru merasa frustrasi dengan banyaknya kontrol digital yang kini mendominasi interior mobil mereka.

Keluhan ini bukan semata-mata soal nostalgia terhadap tombol-tombol lama, melainkan soal fungsionalitas dan kenyamanan saat berkendara. Saat perhatian harus terbagi antara layar dan jalan, keamanan pun menjadi taruhan.

1. Layar sentuh sulit dioperasikan saat mobil sedang berjalan

Keluhan paling umum dari pengemudi adalah sulitnya mengoperasikan tombol digital saat mobil sedang bergerak. Berbeda dengan tombol fisik yang bisa dirasakan dan ditekan tanpa melihat, layar sentuh memaksa pengemudi untuk mengalihkan pandangan dari jalan. Bahkan untuk tugas sederhana seperti menaikkan volume radio atau mengatur suhu AC, pengemudi harus menyentuh layar dengan presisi.

Situasi Ini meningkatkan risiko kehilangan fokus, terutama saat mobil melaju di kecepatan tinggi atau dalam kondisi lalu lintas padat. Beberapa sistem infotainment bahkan memiliki menu bertingkat yang membingungkan. Sekali salah sentuh, pengguna bisa tersesat di pengaturan lain. Hal ini membuat pengalaman berkendara terasa kurang intuitif dan justru lebih menyulitkan daripada membantu.

2. Kurangnya umpan balik fisik membuat pengemudi merasa tidak yakin

Tombol fisik memberikan sensasi sentuhan dan klik yang memberi kepastian bahwa perintah telah dijalankan. Dengan tombol digital, tidak ada umpan balik semacam itu. Beberapa layar memang dilengkapi dengan bunyi atau getaran ringan, namun itu sering kali tidak cukup meyakinkan, terutama saat digunakan dalam kondisi berguncang atau terkena sinar matahari yang membuat layar sulit terlihat.

Akibatnya, banyak pengemudi merasa ragu apakah mereka telah menyentuh bagian yang benar. Mereka cenderung mengulang perintah atau mengecek ulang hasilnya, yang berarti mereka harus kembali melihat layar dan mengalihkan fokus dari jalan. Ini tentu saja menjadi sumber stres tambahan selama mengemudi, apalagi bagi pengguna yang tidak terbiasa dengan teknologi.

3. Tidak semua pengemudi siap dengan digitalisasi penuh

Mobil digital bukan hanya soal fitur, tapi juga soal kesiapan pengguna. Tidak semua pengemudi nyaman dengan antarmuka digital, terutama kalangan usia lanjut atau mereka yang terbiasa dengan sistem analog. Banyak dari mereka merasa bahwa digitalisasi yang berlebihan justru mempersulit tugas-tugas sederhana yang seharusnya bisa dilakukan dengan satu sentuhan tombol.

Selain itu, ketergantungan pada sistem digital menimbulkan kekhawatiran soal keandalan. Jika sistem infotainment atau panel layar mengalami kerusakan, maka semua fungsi penting seperti kontrol AC, radio, bahkan pencahayaan bisa ikut terganggu. Berbeda dengan tombol fisik yang lebih mudah diganti atau diperbaiki satu per satu, sistem digital biasanya menyatu dalam satu panel, dan perbaikannya lebih mahal.

So, kecanggihan teknologi seharusnya membuat berkendara lebih mudah dan aman. Namun jika tidak dirancang dengan mempertimbangkan ergonomi dan kenyamanan pengguna, justru bisa menjadi beban tambahan. Banyak pengemudi kini berharap produsen mobil bisa menemukan keseimbangan antara kemajuan digital dan fungsionalitas praktis. Karena pada akhirnya, mobil bukan hanya soal tampil keren, tapi juga soal memberi pengalaman mengemudi yang intuitif, nyaman, dan aman untuk semua kalangan.

Mazda2 dan CX-3 Kebagian Head Unit Baru, Ukurannya Lebih Besar

WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com