Berita  

Melihat Kamp Vietnam Pulau Galang untuk Warga Gaza

Melihat Kamp Vietnam Pulau Galang untuk Warga Gaza

PEMERINTAH berencana menyiapkan Pulau Galang di Kepulauan Riau untuk tempat perawatan 2.000 warga Gaza. Salah satu tempat yang dipilih adalah Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) Covid-19. Rumah sakit yang ditujukan khusus untuk pasien pandemi Covid-19 ini terletak di kawasan wisata Camp Vietnam, Pulau Galang. Pada hari Senin, 11 Agustus 2025 lalu,Tempo berkesempatan mengunjungi area bekas tempat penampungan pengungsi Vietnam. Area ini memiliki luas sekitar 8 hektar, sebagian dijadikan sebagai RSKI Covid-19.

Pada siang hari, hujan telah berhenti. Hutan yang lebat di kawasan Camp Vietnam yang berada di Kampung Sijantung, Pulau Galang, masih tampak basah. Terlihat dua petugasDirektorat Pengamanan (Ditpam) Petugas BP Batam berjaga di pintu masuk kawasan wisata Camp Vietnam.

Di dinding pos terdapat informasi mengenai biaya masuk, termasuk untuk pengunjung sebesar Rp 5.000 per orang, kendaraan roda dua sebesar Rp 5.000 per unit, mobil sedan Rp 10.000 per unit, mini bus Rp 20.000 per unit, dan mobil bus Rp 50.000 per unit. Wilayah ini kini dikelola oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/

Abu Nawas, salah satu anggota Ditpam BP Batam, keluar dari pos. Ia bertugas sebagai pemandu tur di Camp Vietnam pada siang hari. Dengan menggunakan kendaraan yang kami bawa, Abu mengajak kami berkeliling sambil memberikan penjelasan tentang sejarah Camp Vietnam. Ia juga menunjukkan beberapa lokasi penting di tempat tersebut, meskipun sebagian sudah hilang akibat perubahan waktu.

Lokasi Camp Vietnam

Kamp Vietnam atau lokasi bekas pengungsi Vietnam terletak di pesisir timur Pulau Galang, Kota Batam, berjarak 60 kilometer dari pusat kota. Untuk sampai ke sana, pengunjung melewati ikon Jembatan Barelang dan melewati Pulau Rempang.

Camp Vietnam Pulau GalangTepat berada di sebelah kiri jalan. Dari jalan terlihat papan bertuliskan “Wisata Camp Vietnam”. Sebelum sampai di gerbang masuk, pengunjung terlebih dahulu melewati area Sijantung, salah satu desa lama di Pulau Galang.

Saat pertama kali masuk, pengunjung dihadapkan pada jalan aspal yang lurus dengan hutan lebat berada di sebelah kiri dan kanan. “Itu jalan dari Pantai Melur, para pengungsi datang dari sana saat pertama kali tiba,” ujar Abu Nawas sambil menunjuk jalan yang kini memiliki portal dan tidak lagi digunakan.

Juga terlihat sebuah bangunan berwarna putih yang tidak terawat. Sebagian atapnya sudah lepas dan mengelupas, sedangkan dinding-dindingnya juga rusak. Halaman bangunan tersebut dipenuhi rumput yang tumbuh liar hingga merambat ke dinding. “Ini dulu adalah rumah sakit pengungsi Vietnam, ini kondisinya sekarang,” ujar Abu.

Setelah bangunan putih tidak lagi terlihat bangunan lain di dalamnya. Menurut Abu, sebenarnya di semak belukar di sebelah kiri dan kanan jalan adalah wilayah tempat tinggal para pengungsi Vietnam, serta pasar dan berbagai fasilitas lainnya. Namun, rumah-rumah tersebut telah hancur, hanya tersisa kenangan. “Bukti-bukti yang masih ada hanya foto-foto di museum,” ujar Abu.

Makam Pengungsi

Saat mendekati Museum Camp Vietnam, kami sempat mengunjungi makam para pengungsi Vietnam yang meninggal saat tinggal di Pulau Galang. Makam ini terletak di sisi kiri jalan dari pintu masuk. Di depan makam terdapat gerbang tinggi berwarna putih yang dilengkapi dengan tulisan: “Mengenang pemakaman pengungsi Vietnam Galang Batam pada tahun 1980.”

Pada tiang gerbang juga terdapat tulisan:Bodhisatwa Ksitigarbha merupakan Pemimpin Taman Makam Galang,dalam tiga bahasa. Di bagian dalam makam terlihat juga batu yang bertuliskan:Disajikan untuk para pengungsi yang meninggal selama perjalanan menuju kebebasan.

Menurut Abu, di kompleks makam ini terdapat seorang warga Galang yang pada masa itu meninggal dan dikuburkan di lokasi pemakaman pengungsi Vietnam. “Di sini bukan hanya makam pengungsi Vietnam, tetapi juga ada pengungsi Kamboja,” ujarnya. Abu tidak tahu secara pasti berapa jumlah pengungsi Kamboja dari total 250 ribu pengungsi di Camp Vietnam tersebut.

Setelah itu, tampak pula plang bangunan Gereja Protestan Tin Lanh. Strukturnya belum selesai, hanya terdapat tiang dan atap. “Masih dalam proses perbaikan,” ujar Abu.

Museum Camp Vietnam

Setelah hampir 15 menit berkendara, akhirnya kami tiba di Museum Camp Vietnam. Pengunjung disambut oleh replika kapal yang membawa para pengungsi Vietnam ke Pulau Galang. Kapal tersebut terbuat dari beton dengan warna hitam, biru, dan garis merah.

Beberapa monyet ekor panjang tampak berdiri di atas kapal, sementara yang lain berjalan di sepanjang jalan. “Kapal ini telah direkonstruksi, hanya 2 persen yang asli, dibangun berdasarkan foto kapal asli yang membawa para pengungsi ke Galang,” ujar pria yang memiliki darah Flores dan Sulawesi.

Abu telah tinggal di Pulau Galang sejak kecil, ia juga mengalami hidup bersama para pengungsi hingga saat ini bekerja sebagai petugas di Camp Vietnam.

Di seberang kapal terdapat dua mobil klasik di dalam garasi, satu merupakan jenis Jeep dan yang lainnya adalah Mercy Bagong. Menurut Abu, mobil-mobil ini digunakan oleh Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) saat menangani para pengungsi di Kampung Vietnam Galang.

Setelah mengunjungi garasi mobil klasik, pengunjung akhirnya tiba di depan museum. Di seberang museum terdapat bangunan penjara Brimob. Gedung kayu yang berbentuk panjang dengan dua lantai itu kini hampir ambruk. Ciri khas penjara masih terlihat jelas dengan jendela yang tertutup kawat dan pintu yang dilengkapi besi-besi.

Namun, pengunjung tidak diperbolehkan memasuki bangunan tersebut karena berisiko. Pasalnya, bangunan itu hampir roboh. “Khawatir jika bangunan ambruk, akan membahayakan pengunjung,” ujar Abu.

Museum yang berbentuk bangunan panjang menyimpan berbagai benda peninggalan sejarah terkait pengungsian, termasuk ribuan foto lama.

Salah satu gambar yang tersedia menunjukkan kondisi rumah pengungsi Vietnam serta catatan kegiatan kemanusiaan yang dilakukan UNHCR di sana pada masa sekitar tahun 1979 hingga 1996. Selama sekitar 17 tahun tersebut, total sebanyak 250 ribu pengungsi Vietnam tiba secara bertahap untuk mencari perlindungan. Akhirnya, mereka mendapatkan tempat tinggal sementara atau kembali ke Vietnam.

Kami juga mengunjungi berbagai tempat ibadah seperti gereja dan klenteng yang terletak di kawasan wisata Camp Vietnam. Tempat-tempat ibadah ini dalam kondisi yang terjaga dengan baik, berbeda dengan barak-barak bekas pengungsi yang saat ini sudah rusak.

Selama satu jam berkeliling di Camp Vietnam, hanya terdapat satu tenda yang tersisa di ujung area tersebut. Tampaknya kondisinya tidak terawat, dengan rumput liar tumbuh di depannya, dan tidak lagi ada akses yang memadai menuju tempat pengungsian tersebut yang dikenal sebagai tenda. Dari luar, bangunan masih terlihat utuh meskipun jalan masuknya tertutup. Petugas menyatakan bahwa tenda itu telah beberapa kali diperbaiki.

Selain lebih sering menemukan semak belukar, tersisa kenangan berupa papan nama lokasi bangunan di kawasan Camp Vietnam. Misalnya papan nama gedung UNHCR yang hampir roboh dan berkarat.

Meskipun terdapat tanda arahnya. Lokasi bangunan UNCHR kini telah berubah menjadi semak belukar. “Dulu memang gedung UNHCR berada di sini, tetapi sekarang sudah tidak ada lagi,” ujar Abu.

Dijadikan RSKI Covid

Kami juga mengunjungi rumah pengungsi lainnya. Namun, rumah tersebut tidak dapat dimasuki oleh para pengunjung karena terhalang pagar besi. Sebagian dari rumah pengungsi itu telah diubah menjadi Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) Covid-19. Bentuknya mirip dengan barak berwarna kuning, dan sama dengan rumah-rumah pengungsi yang terekam dalam foto-foto di museum sebelumnya.

Namun bangunan tersebut telah diperbaiki. Catnya berwarna putih bersih, kacanya juga mengilap, dan atapnya tampak baru dengan warna biru. Pengunjung tidak diperbolehkan memasuki area tersebut karena sudah termasuk dalam kawasan RSKI Covid-19 yang dijaga ketat.

Setelah selesai mengunjungi pengungsian yang kini berubah menjadi RSKI, kami langsung berbelok ke jalan lain untuk kembali ke gerbang. Abu menyampaikan bahwa jumlah pengunjung ke Camp Vietnam saat ini telah menurun secara signifikan sejak wabah Covid-19. “Dulu puluhan ribu, sekarang dalam sebulan hanya sekitar seribu orang. Bahkan itu pun ramai pada hari Jumat hingga Minggu,” ujar Abu.

Namun, setiap tahun sekali masih terdapat acara kunjungan para pengungsi yang datang dari berbagai penjuru dunia ke Pulau Galang. Selain itu, acara perayaan agama sering diadakan di tempat ibadah yang masih tersisa.

Baca Juga: Kisah di Balik Pulau Galang Menjadi Pilihan Tempat Penampungan Penduduk Gaza