Jakarta, IDN Times –
Mantan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert mengecam tindakan negerinya di Gaza. Pada hari Selasa, 20 Mei 2025, dalam sebuah wawancara dengan BBC, Olmert mengatakan bahwa apa yang sedang terjadi sekarang oleh Israel hampir mendekati pelanggaran peradilan internasional.
Olmert, yang menjadi Perdana Menteri Israel antara tahun 2006 sampai 2009, menggambarkan operasi militer di Gaza sebagai suatu pertikaian yang tidak memiliki tujuan jelas. Pendapat tersebut keluar sementara ada peningkatan tekanan global, serta mencerminkan adanya perselisihan dalam lingkaran elite politik Israel.
1. Olmert mengatakan bahwa perang di Gaza sia-sia
Olmert mendeskripsikan pertempuran yang terjadi mulai Oktober 2023 itu sebagai suatu peperangan tanpa arah yang pasti. Dia menegaskan bahwa perang tersebut tak dapat melestarikan hidup dari para tawanan Hamas yang masih dipenjara di Gaza.
Sebelumnya, sang mantan Perdana Menteri itu pun telah mengecam pemblokadian lengkap yang dilancarkan Israel di Gaza. Olmert menganggap tindakan tersebut benar-benar tak bisa dibenarkan.
“Ratusan ribu penduduk Palestina yang tidak bersalah tewas selama konflik di Gaza, termasuk banyak pasukan Israel. Ini sangat menyebalkan dan melebihi batasan apa pun. Kami menghadapi Hamas, bukannya menyerang warga sipil tanpa dosa,” ujar Olmert, seperti dicatat sebelumnya.
Middle East Eye
.
2. Kekuatan kritikan internal terus bertambah di Israel
Olmert tidak sendiri dalam hal ini karena dia merupakan salah satu dari para tokoh berpengalaman di Israel yang menyuarakan kritikan terhadap cara pengelolaan perang Gaza. Yair Golan, sang ketua Partai Demokrat serta mantan panglima militer, dengan tegas mengatakan bahwa Israel memiliki kebiasaan membunuh anak-anak seperti sebuah hobi dan sengaja mencoba untuk memindahkan penduduk Palestina keluar wilayah mereka tersebut, sebagaimana diberitakan.
Time
.
Sebelumnya, lebih dari 700 mantan petugas militer Israel telah menandatangi sebuah surat penolakan. Mereka para mantan pejabat ini mendorong untuk mengakhiri konflik tersebut dengan alasan bahwa hal itu dianggap tak etis dan bisa jadi sumber pelanggaran hukum perang.
“Konflik di Gaza sudah berubah jadi masalah yang tak etis dan politis, cukuplah! Kami, sekelompok mantan petinggi dan pemimpin dari IDF, dengan tegas mengajukan permintaan pada Kepala Staf serta Para Jendral untuk bertindak cepat. Berhenti lah pertempuran di wilayah Jalur Gaza,” demikian tertulis dalam pesan oleh para mantan pejabat militer tersebut.
3. Pemerintahan Netanyahu sangat kesal terhadap kritikan yang disampaikan oleh Olmert.
Ketika pernyataan Olmert disampaikan, ia segera mendapat respon yang kuat dari para menteri di bawah pimpinan PM Benjamin Netanyahu. Menteri Pendidikan Yoav Kisch bahkan menyerang Olmert dan menuding bahwa tindakannya telah membawa pengkhianatan terhadap Tentara Israel.
“Sementara pasukan IDF mempertaruhkan nyawa mereka menghadapi teror pembunuh yang ingin menghancurkan kami, dia memilih untuk menghasut dan menikam mereka dari belakang,” tulis Kisch di media sosial, dilansir
Times of Israel.
Menteri Kesetaraan Sosial May Golan membalas serangan Olmert dengan mengatakan bahwa dia telah mencemarkan nama baik tentara Israel. Dengan nada sinis, Golan menyebut hanya terdapat 58 orang tidak bersalah di Gaza, sebuah pernyataan yang merupakan referensi ke jumlah tawanan Israel yang disandera oleh Hamas.
Anggota parlemen dari Partai Likud, Nissam Vaturi, mengatakan bahwa Olmert adalah mantan perdana menteri yang terkorup serta pembela Hamas.