.CO.ID, JAKARTA — Mantan Anggota Komisi Pemberantasan Korupsionis (KPK) Laode M Syarif menyerukan kepada asosiasi pekerja hukum untuk segera menghapus elemen-elemen bermasalah dalam organisasinya dan mendiskualifikasi para anggotanya yang terlibat dalam praktek-praktik tidak etis di bidang penegakkan hukum.
“Saya mengharapkan organisasi profesional para advokat membersihkan institusinya dari anggota-anggotanya yang gemar membujuk kepolisian, jaksa, hakim, serta pejabat penegak hukum lainnya. Dengan begitu, tak akan ada lagi praktik di mana seorang pengacara sering menawarkan janji suap,” ungkap Laode.
Ini diutarakan oleh Laode sebagai tanggapannya atas dugaan suap senilai 60 miliar rupiah yang dialamatkan kepada seorang hakim dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dalam perkara tersebut, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga telah menghukum pengacara bernama Marcella Santoso dan Aryanto Bakri, serta panitera pengadilan Wahyu Gunawan.
Laode menyebut hingga saat ini pun dia tidak mengetahui ada pernyataan apa pun dari organisasi profesional advokat tentang dugaan suap sebesar 60 miliar Rupiah tersebut. “Sampai kini saya belum mendapat kabar dari badannya,” ujar Laode.
Bukan cuma organisasi profesional untuk pengacara saja, Laode pun mengharapkan agar Mahkamah Agung (MA) menangani masalah mafia hukum dengan sangat serius dalam kasus dugaan suap senilai Rp60 miliar kepada hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Peristiwa ini tidak sekadar urusan satu atau dua orang hakim yang nakal, tapi merupakan tindakan yang direncanakan dan melibatkan berbagai pihak.
Dukacita mendalam dirasakan atas tuduhan pemberian suap senilai 60 miliar rupiah kepada hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Sebelumnya, Muhammad Arif Nuryanta (MAN) telah berhasil meraih sertifikat sebagai hakim tindak pidana korupsi. “Namun perilakunya tetap mencolok dengan mengambil uang suap ini,” ungkap Laode.
Perbuatan menerima suap tersebut tak sekadar mengkhianati reputasi dirinya sendiri, melainkan turut noda pada martabat lembaga Mahkamah Agung (MA).
Memeriksa kasus dugaan suap senilai Rp 60 miliar tersebut, Laode mengira bahwa bukan cuma hakim yang terlibat. Dia curiga pihak pengacara pun ikut serta dalam upaya memberi suap. Tidak hanya itu, dia juga menyebut hal ini pada panitera pengadilan.
“Jika hanya ada satu orang yang terlibak, bisa saja itu salah satu hakim, namun dalam kasus ini semua anggota majelis hakim menyetujuinya, bahkan panterernya turut serta sebagai perantaranya. Ini berarti bahwa tindakan tersebut tidak hanya dilakukan oleh hakim, melainkan juga pihak-pihak lain seperti pengacara atau panitera,” jelaskan Laode.
Maka itu, melanjutkan Laode, kasus suap senilai Rp 60 miliar ini tidak sekadar masalah individu saja. Namun, perilaku tersebut bersifat terorganisir. “Oleh karena itu, hal ini harus ditangani secara serius oleh Mahkamah Agung serta organisasi advokat, baik Peradi ataupun lainnya,” tegasnya.
Skandal suap yang menyeret pengacara serta panitera telah terjadi lebih dari satu kali. Sebelumnya pun kasus serupa kerap muncul. “Hal tersebut menjadi tanda hitam pada sistem hukum kita di Indonesia,” ungkap Laode.
Dia menginginkan para penyelidik kasus suap untuk tetap melacak semua pihak yang terkait. “Mengenai sumber dana suap dan siapa pun yang ada di balik semuanya harus diketahui,” katanya Laode. “Jika hal tersebut tidak dibongkar, khawatirnya insiden ini hanya akan dipandang sebelah mata. Padahal, ini adalah masalah yang telah direncanakan dengan matang.”
Laode menginginkan agar Kepala Mahkamah Agung secepatnya menyingkirkan pihak-pihak yang tidak bersih dari peradilan. Dengan begitu, Mahkamah Agung beserta jajaran dapat bertahap ditingkatkan. Menurut dia, hal ini mutlak harus dilakukan.
zero
Ketoleranan pemimpin MA terhadap hakim-hakim yang telah menerima dengungan atau berbagai laporan.
“Hakim-hakim yang telah dilaporkan perlu dipercepat proses penyelidikannya. Penyelidikan ini akan dilaksanakan secara bersama-sama oleh Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Sementara itu, pihak MA harus aktif dalam mengecek semua pelaporan yang masuk ke KY. Jangan sampai MA terlihat mendukung hakim-hakim yang diproses di KY,” jelasnya.
Untuk menghilangkan mafia dalam sistem peradilan, Laode setuju dengan ide pembentukan tim gabungan spesial. Sebagai contoh, tim ini bisa mencakup MA, KY, serta tokoh-tokoh masyarakat sipil yang dapat dipercayai. “Tujuannya adalah untuk menandai area-area berisiko tinggi akan penyuapan di MA,” jelasnya.