Mantan Kepala BNN Sebut Penyalahguna Narkoba Harus Direhabilitasi
Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Anang Iskandar, hadir sebagai saksi ahli dalam sidang kasus narkoba yang menjerat musisi Fariz RM di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam kesaksianya, ia menyampaikan pandangan bahwa penyalahguna narkoba seharusnya diberi pendekatan kesehatan, bukan hukuman pidana.
Anang mengungkapkan bahwa Fariz RM termasuk dalam kategori penyalahguna narkotika dan harus menjalani rehabilitasi. Ia merasa kasihan terhadap kondisi fisik dan usia Fariz yang sudah tua. “Dia tidak pikir makan, yang dipikir adalah bagaimana caranya secara rutin konsumsi narkotika supaya dia tidak sakau. Karena narkotika itu obat. Kalau sakau dikasih narkotika dia akan normal kembali,” ujarnya.
Menurut Anang, penyalahguna narkoba bukanlah penjahat, melainkan pasien yang membutuhkan perawatan. Oleh karena itu, proses penyelesaian masalah narkotika sebaiknya berbasis kesehatan. “Pendekatan penyelesaian masalah narkotika, khususnya penyalahgunaan, menggunakan pendekatan kesehatan,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa penjara bukan solusi yang tepat untuk penyalahguna narkoba. “Tidak diperlukan penjara. Kalau dipidana, negara itu rugi. Berapa biaya pengadilan? Berapa biaya beri makan tahanan? Berapa biaya membangun infrastruktur penegakan hukum? Terutama infrastruktur lapas,” tambahnya.
Anang menilai rehabilitasi lebih efisien dibandingkan hukuman pidana. “Padahal kalau direhabilitasi, biayanya murah, simpel, tidak banyak masalah. Karena sekali lagi, kejahatan narkotika itu bukan kejahatan yang rumit. Kejahatan yang simpel,” imbuhnya.
Pernyataan Kuasa Hukum Fariz RM
Kuasa hukum Fariz RM, Deolipa Yumara, juga menyampaikan pandangan serupa. Menurutnya, kliennya hanya membeli narkoba dan dikonsumsi sendiri, sehingga tidak termasuk pengedar. “Fariz ini yang membeli narkotika untuk dikonsumsi, artinya yang bersangkutan penyalahgunaan di sini,” kata Deolipa.
Ia menjelaskan bahwa penyalahgunaan narkotika jika diasesmen atau divisum disebut sebagai pecandu. “Nah, pecandu ini wajib hukum rehabilitasi, kalimatnya wajib,” tambahnya.
Fakta Terkait Kasus Fariz RM
Sebagai informasi, Fariz RM ditangkap oleh Satresnarkoba Polres Metro Jakarta Selatan saat berada di Bandung, Jawa Barat, pada 18 Februari 2025. Dalam penangkapan tersebut, polisi menemukan barang bukti berupa sabu dan ganja yang diduga milik Fariz.
Fariz RM didakwa melanggar Pasal 114 ayat (1) dan Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jika terbukti bersalah, ia terancam hukuman penjara antara 12 hingga 15 tahun.
Pendekatan yang Lebih Humanis
Dari pengakuan Anang Iskandar dan kuasa hukum Fariz RM, terlihat bahwa ada kecenderungan untuk memberikan pendekatan yang lebih humanis terhadap para penyalahguna narkoba. Mereka menilai bahwa rehabilitasi adalah solusi yang lebih efektif dan hemat biaya, serta sesuai dengan prinsip kesehatan.
Selain itu, mereka juga menyoroti pentingnya membedakan antara penyalahguna dan pengedar narkoba. Penyalahguna narkoba seharusnya diberi perlindungan dan bantuan, bukan hukuman yang bisa berdampak buruk bagi diri sendiri maupun negara.
Dengan demikian, kasus Fariz RM menjadi contoh penting dalam membahas bagaimana sistem peradilan Indonesia menangani isu narkoba. Apakah akan terus berfokus pada hukuman, atau mulai beralih ke pendekatan kesehatan yang lebih manusiawi.