news  

MAKI Serahkan SK Menteri Agama Era Jokowi ke KPK, Jamaah Kena Pungli Rp 691 Miliar

MAKI Serahkan SK Menteri Agama Era Jokowi ke KPK, Jamaah Kena Pungli Rp 691 Miliar

– Organisasi Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mengirimkan salinan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 terkait kuota haji tambahan 2024 kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

SK tersebut dikeluarkan pada masa kepemimpinan Menteri Agama di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Yaqut Cholil Qoumas, dan diduga menjadi dasar pembagian kuota haji tambahan yang dianggap tidak wajar.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengungkapkan bahwa SK tersebut menetapkan pembagian haji khusus yang mencapai 50 persen dari kuota tambahan sebanyak 20.000 jamaah, atau setara dengan 10.000 kursi untuk haji plus.

Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/

“Untuk mendukung penyidikan KPK terkait dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji 2024, kami selaku pelapor telah mengirimkan salinan PDF SK Menteri Agama tersebut,” ujar Boyamin kepada wartawan, Senin (11/8).

Berdasarkan pendapat Boyamin, isi SK tersebut diduga melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 mengenai Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Ia menekankan bahwa pasal 64 UU tersebut menentukan bahwa kuota haji khusus atau haji plus maksimal hanya sebesar 8 persen, bukan 50 persen seperti yang terdapat dalam SK.

“Jelas ini melanggar aturan, karena persentase yang ditetapkan dalam SK jauh melebihi batas yang diatur oleh undang-undang,” katanya.

Selain itu, Boyamin menyoroti bentuk peraturan yang digunakan. Menurut Pasal 9 Ayat 2 UU No. 8/2019, pengaturan mengenai kuota haji seharusnya diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) yang diterbitkan dalam lembaran negara setelah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM.

“Penetapan kuota haji hanya dengan menggunakan Surat Keputusan Menteri Agama merupakan pelanggaran, karena SK tersebut tidak memerlukan persetujuan Menteri Hukum dan HAM serta tidak diterbitkan dalam Berita Negara,” kata Boyamin.

Ia juga menyampaikan, penyusunan SK tersebut diduga dilakukan terburu-buru oleh empat orang pejabat dan staf di Kementerian Agama.

“Mereka adalah AR yang dikenal sebagai Gus AD, saat itu menjadi staf khusus Menteri Agama, FL sebagai pejabat eselon I, NS sebagai pejabat eselon II, dan HD sebagai pegawai setingkat eselon IV,” kata Boyamin.

Jamaah Haji Khusus Terkena Pungutan Liar Sebesar Rp 75 Juta

Dugaan penyimpangan yang dianggap paling tidak masuk akal, lanjut Boyamin, berkaitan dengan adanya pemungutan dana ilegal terhadap calon jamaah haji khusus yang memiliki kuota tambahan. Ia menduga, setiap jamaah diminta membayar tambahan sekitar Rp 75 juta atau senilai USD 5.000.

“Jika kuota haji khusus tambahan sebanyak 9.222 orang, maka dugaan pungutan liar ini mencapai Rp 691 miliar,” katanya.

Boyamin menjelaskan, angka tersebut berasal dari kuota haji khusus tambahan sebanyak 10.000 kursi, dikurangi 778 kursi untuk petugas haji, sehingga tersisa 9.222 jamaah.

“Perhitungan dasar saja sudah menunjukkan kerugian yang luar biasa,” katanya.

Selain praktik pungutan liar, MAKI juga mengungkap dugaan kenaikan harga atau peningkatan biaya dalam penyediaan makanan dan akomodasi penginapan bagi jamaah haji.

Meskipun besarnya kerugian belum dapat ditentukan, Boyamin menganggap hal tersebut layak mendapat perhatian.

MAKI mengimbau KPK agar melakukan penyelidikan terhadap aliran dana yang diduga terkait pungutan liar serta menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) guna memaksimalkan pemulihan kerugian negara.

“Untuk memberikan efek jera, KPK wajib memanfaatkan aturan TPPU agar aset dari hasil tindak pidana dapat disita dan dikembalikan,” tegasnya.

Sebelumnya, KPK secara resmi menyatakan bahwa kasus dugaan korupsi terkait penetapan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama (Kemenag) periode 2023–2024 telah beranjak ke tahap penyidikan.

Tindakan ini diambil setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyelidikan dengan meminta keterangan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas.

“KPK menemukan kejadian yang diduga merupakan tindak pidana korupsi terkait penetapan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023-2024. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa penyidikan perlu dilakukan,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (9/8) dini hari.

Meskipun sudah memasuki tahap penyelidikan, KPK belum mengumumkan secara terbuka siapa saja yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

“Dalam proses penyidikan perkara ini, KPK mengeluarkan surat perintah penyidikan umum dengan pemberlakuan Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 beserta Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” ujarnya.