,
JAKARTA —
Mahkamah Agung
(MA) mengabulkan permohonan uji materiil PP No 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Putusan tersebut tertuang dalam Putusan Nomor 5 P/HUM/2025, yang diajukan oleh akademisi dan dosen hukum Muhammad Taufiq.
Putusan MA ini sekaligus menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh lagi melakukan
ekspor pasir laut
yang sebelumnya dimungkinkan melalui PP 26/2023.
“Menyatakan Pasal 10 ayat (2), Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 56 Undang-Undang Nomor 32,” tulis MA dalam putusan Nomor 5 P/HUM/2025 yang dikutip Kamis (26/6/2025).
Oleh karena itu, MA juga menyatakan bahwa Pasal 10 ayat (2), Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (4) dalam PP tersebut tidak berlaku untuk umum sekaligus memerintahkan pemerintah selaku termohon untuk mencabut aturan tersebut.
Permohonan uji materi ini didasarkan pada kekhawatiran bahwa beleid tersebut membuka celah bagi legalisasi penambangan pasir laut dengan dalih pengelolaan sedimentasi, yang dinilai bertentangan dengan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
Pemohon juga menilai kebijakan ini berpotensi merusak lingkungan laut dan pesisir, serta mengabaikan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dalam hukum lingkungan.
Dalam dalil permohonannya, Taufiq menyebut bahwa PP 26/2023 telah menyimpangkan makna sedimentasi laut menjadi pembenaran bagi eksploitasi pasir laut yang bernilai ekonomis, padahal sedimentasi laut (lumpur) dan pasir laut memiliki perbedaan substansial secara ekologis dan geologis.
MA lantas menimbang ketentuan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 dimaksudkan untuk penanganan kerusakan lingkungan laut, melalui pencegahan, pengurangan, dan pengendalian lingkungan laut dari setiap pencemaran laut.
Menurut majelis hakim, ketentuan tersebut tidak mengatur mengenai Tahun 2023; penambangan pasir laut untuk kemudian dijual (dikomersilkan).
“Pengaturan dalam objek permohonan yang melegalkan penambangan pasir laut justru bertolak belakang dengan maksud ketentuan Pasal 56 Undang-Undang No 32/2024,” tulis MA.
MA juga memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada Sekretariat Negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara.
“Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.000.000,” pungkas MA.