.JAKARTA – Proses pembelajaran yang menyenangkan dianggap sangat penting, terlebih untuk anak usia dini. Pada tahap pertumbuhan tersebut, mereka cenderung memiliki durasi fokus singkat namun keingintahuan tinggi.
Pendekatan pembelajaran yang monoton dan rigid bisa mengekang antusiasme siswa dalam belajar. Di sisi lain, metode yang enerjik, berinteraksi, serta memberi banyak rangsangan akan menjadikan proses belajar bagi para anak sebagai suatu perjalanan yang menyenangkan, daripada menjadi beban.
Dr. Koji Kurusu dari Jepang, seorang ahli dalam bidang pendidikan anak, menyebutkan bahwa metode pengajaran untuk balita di negara tersebut sudah menggunakan pendekatan STEAM. Pendekatan ini adalah suatu sistem belajar yang mencampuradukkan pelajaran tentang sains, teknologi, rekayasa, seni, serta matematika guna menyelesaikan permasalahan kehidupan nyata.
Pendiri dan pemilik Azalee Group itu menjelaskan bahwa inti dari sistem STEAM untuk pendidikan awal adalah saat anak-anak belajar sambil merasa sedang bermain dengan cara melakukan penjelasan, menciptakan, dan berekspresi. Dia menambahkan, “Belajar pun menjadi suatu hal yang menyenangkan. Ini merupakan tujuan utama dari pembelajaran STEAM sejak dini.” Pernyataan ini disampaikannya dalam sebuah pernyataan resmi di Jakarta pada hari Jumat, 23 Mei 2025.
Baru-baru ini, Kurusu mengadakan pertemuan dengan petugas dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk membicarakan tentang model belajar di awal tahun-tahun kehidupan siswa dalam jangka depan. Kurusu juga menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menggunakan metode pendekatan pendidikan STEAM serta merancangkan program peningkatan kualifikasi guru bekerja sama dengan pihak Jepang terutama dalam bidang pendidikan bagi anak-anak usia prasekolah.
Pada waktu bersamaan, Direktur Guru untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Nonformal (PNF) Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Suparto memberi apresiasinya atas penjabaran dari Kurusu tentang metode belajar berbasis pada pengalaman serta refleksi yang dilakukan di Jepang, suatu konsep populer sebagai Deep Learning. “Kami sungguh mensupport ide tersebut dimana proses pemberian ilmu yang mendalam perlu mencakup eksplorasi langsung, pertukaran pikiran, lalu meneruskan informasinya ke orang lain,” ungkap Suparto sambil menegaskan ada sekitar 67.200 guru PAUD di Indonesia.
Pendiri yayasan Sakuranesia yang menyelenggarakan acara tersebut, yaitu Sakura Ijuin dan Tovic Rustam, berharap bahwa diskusi ini dapat menjadi fondasi bagi pembentukan kebijakan pendidikan STEAM di Indonesia. Mereka juga menekankan pentingnya meningkatkan kolaborasi internasional antara Indonesia dengan negara lain seperti Jepang dalam hal pelatihan guru serta peningkatan mutu pendidikan pra-sekolah. Menurut pernyataan Tovic Rustam, tujuan utama dari pertemuan ini adalah untuk menciptakan dasar bersama guna mendukung perkembangan sistem pendidikan masa depan.