Kunjungan Beruntun Pejabat AS ke Israel, Tanda Tekanan Politik Trump terhadap Netanyahu

Kunjungan Beruntun Pejabat AS ke Israel, Tanda Tekanan Politik Trump terhadap Netanyahu

TEL AVIV, Sejumlah pejabat tinggi Amerika Serikat (AS) dalam beberapa hari terakhir berkunjung ke Israel. Mereka datang dengan satu tujuan utama, yakni memastikan kesepakatan gencatan senjata Gaza yang disponsori AS tidak runtuh.

Utusan khusus Steve Witkoff dan penasihat presiden Jared Kushner tiba lebih dulu pada Senin (20/10/2025). Disusul Wakil Presiden JD Vance pada Selasa, dan Menteri Luar Negeri Marco Rubio pada Kamis.

Kehadiran mereka disebut sebagai bentuk tekanan langsung terhadap pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu agar tidak melanggar perjanjian yang mengakhiri perang dua tahun di Gaza awal Oktober lalu.

Upaya diplomasi itu digambarkan sebagai bentuk “pengasuhan politik” dari Washington terhadap pemerintahan sayap kanan Israel, yang sebagian anggotanya masih ingin melanjutkan perang. Konflik tersebut telah menewaskan lebih dari 68.000 warga Palestina.

Strategi Trump dinilai berhasil

Sejauh ini, strategi pemerintahan Presiden AS Donald Trump dinilai berhasil menahan langkah keras Israel. Kondisi ini menunjukkan, menurut sejumlah analis, betapa besar pengaruh Washington terhadap kebijakan Tel Aviv.

“Tentu saja, Israel adalah negara klien AS,” ujar Alon Pinkas, mantan duta besar dan konsul jenderal Israel di New York, kepada Al Jazeera.

Ia menilai, Israel selama ini bergantung pada miliaran dolar bantuan AS, serta perlindungan politik dan militer yang kerap diberikan Washington, termasuk penggunaan hak veto di PBB untuk menangkis kritik terhadap Israel.

Kini, kata Pinkas, pemerintahan Trump memanfaatkan ketergantungan itu untuk menekan Israel secara terbuka, hal yang jarang dilakukan dalam sejarah hubungan kedua negara.

Dalam wawancara dengan Time pada Kamis, Trump mengakui bahwa dirinya secara pribadi menghentikan Netanyahu agar tidak melanjutkan perang di Gaza.

“Anda tahu, saya menghentikannya, karena dia pasti akan terus melanjutkan. Itu bisa berlangsung selama bertahun-tahun,” kata Trump.

Trump juga menegaskan, Israel berisiko kehilangan seluruh dukungan AS jika melanjutkan rencana aneksasi wilayah Tepi Barat, yang sempat disetujui sementara oleh parlemen Israel, Knesset, pada Rabu.

Vance, wakil presiden AS, turut menyebut langkah parlemen Israel itu sangat bodoh. Setelah tekanan tersebut, kantor Netanyahu menegaskan bahwa pemungutan suara di Knesset hanyalah provokasi politik.

Ketimpangan dalam kemitraan

Hubungan antara AS dan Israel selama ini tidak setara. AS adalah kekuatan global, sementara Israel tetap bergantung pada dukungan diplomatik dan militer Washington.

Meski demikian, pemerintahan AS umumnya menghindari konfrontasi terbuka. Mantan Presiden Joe Biden, misalnya, menerapkan kebijakan “pelukan erat” terhadap Israel di awal perang Gaza agar Tel Aviv menahan diri. Namun, upaya itu gagal karena Netanyahu tetap menolak tekanan gencatan senjata.

Sebaliknya, Trump yang populer di Israel berkat kebijakan pro-Israel pada masa jabatan pertamanya, kali ini memilih pendekatan lebih tegas. Hasilnya, sejauh ini efektif.

“Benjamin Netanyahu telah diberi peringatan. Tim AS bisa mengatakan apa pun, tetapi jelas apa agenda mereka,” kata Yossi Mekelberg, konsultan senior di lembaga kajian Chatham House.

Ia menyinggung wawancara 60 Minutes di CBS News, di mana Witkoff dan Kushner mengaku merasa sedikit dikhianati atas keputusan Israel menyerang tim negosiasi Hamas di Doha pada September lalu.

Menurut Mekelberg, pernyataan itu menunjukkan perubahan sikap Washington yang kini lebih keras terhadap Israel. “Ini pemerintahan Trump yang datang dan berkata dengan jelas: lakukan apa yang diperintahkan,” ujarnya.

Kushner dalam wawancara yang sama mengatakan, Trump menilai Israel mulai kehilangan kendali dan perlu diarahkan kembali agar tidak bertindak di luar kepentingan jangka panjangnya sendiri.

Hubungan simbiosis

Mitchell Barak, mantan ajudan Netanyahu, mengatakan hubungan AS–Israel dibangun di atas nilai-nilai bersama dan kepentingan strategis.

“Hubungan antara AS dan Israel merupakan bagian penting dari kebijakan kedua negara. Hubungan ini dibangun di atas nilai-nilai Yahudi-Kristen yang sama, tetapi Israel juga mitra strategis yang penting bagi AS,” ujarnya.

“Selain itu, seperti terlihat dari bisnis keluarga Trump dan investasi AS di kawasan ini, stabilitas dan perdamaian menguntungkan semua pihak,” tambah Barak.

Menurutnya, tekanan AS terhadap Israel bukan hal baru. “Israel memang kehilangan sebagian kemerdekaannya, tetapi ini bukan sesuatu yang luar biasa. Saat ini kita melihat AS mengelola gencatan senjata dengan kombinasi wortel dan tongkat,” kata dia.

Kehadiran pejabat-pejabat tinggi AS seperti Vance di Israel, lanjut Barak, menjadi pengingat atas “tongkat” tersebut.

Politik balas budi

Selain tekanan, Trump juga memiliki umpan politik bagi Netanyahu. Ia bisa memanfaatkan ambisinya untuk membantu kesuksesan politik sang perdana menteri dan menuntaskan kasus korupsinya.

Dalam pidatonya di Knesset awal Oktober lalu, Trump bahkan meminta Presiden Israel Isaac Herzog untuk memberikan pengampunan kepada Netanyahu.

“Trump bisa melakukan itu. Dia bisa berkata kepada Netanyahu bahwa dia akan datang, berbicara di Knesset, bahkan meminta pengampunan untuk Anda. Tapi sebagai gantinya, Anda harus mengikuti aturannya,” tegas Mekelberg.