Kualitas Udara DKI Jakarta yang Mengkhawatirkan
Kualitas udara di DKI Jakarta kembali menjadi perhatian masyarakat setelah data terbaru menunjukkan bahwa kota ini memiliki kualitas udara yang termasuk dalam tiga besar terburuk di dunia. Berdasarkan data dari situs pemantau kualitas udara IQAir, pada Minggu (13/7) pagi, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta mencapai angka 175. Angka tersebut masuk dalam kategori “tidak sehat” dengan tingkat partikel halus (particulate matter/PM) 2.5 yang mencapai 64 µg/m³.
Kota dengan kualitas udara terburuk di dunia adalah Kinshasa, Kongo, dengan indeks kualitas udara sebesar 183. Diikuti oleh Lahore, Pakistan, dengan indeks kualitas udara sebesar 175. Sementara itu, Jakarta berada di posisi ketiga, yang menunjukkan bahwa kondisi polusi udara di ibu kota semakin memprihatinkan.
Langkah Pemerintah DKI Jakarta dalam Mengatasi Polusi Udara
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah kualitas udara. Salah satu inisiatif yang dilakukan adalah belajar dari kota-kota besar dunia seperti Paris dan Bangkok dalam mengelola polusi udara.
Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menyampaikan bahwa kota-kota besar seperti Bangkok memiliki hingga 1.000 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU), sedangkan Paris memiliki 400 SPKU. Dalam upaya meningkatkan kemampuan pemantauan, Jakarta saat ini telah memiliki 111 SPKU, yang merupakan peningkatan dari sebelumnya hanya lima unit.
Menurut Asep, penambahan jumlah SPKU akan memungkinkan intervensi yang lebih cepat dan akurat dalam menangani polusi udara. Ia menekankan pentingnya keterbukaan data sebagai langkah penting dalam memperbaiki kualitas udara secara sistematis.
Pentingnya Data Terbuka dalam Pengendalian Polusi
Penyampaian data polusi udara harus lebih terbuka agar intervensi bisa lebih efektif. Asep menilai bahwa yang dibutuhkan bukan hanya intervensi sesaat, tetapi langkah-langkah berkelanjutan dan luar biasa dalam menangani pencemaran udara.
Untuk mendukung hal ini, DLH DKI Jakarta menargetkan penambahan 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah (low-cost sensors). Sensor-sensor ini akan membantu memperluas cakupan pemantauan dan memberikan data yang lebih akurat. Dengan demikian, pihak terkait dapat melakukan tindakan lebih tepat dan cepat dalam menghadapi situasi kualitas udara yang buruk.
Tantangan dan Harapan Masa Depan
Meskipun langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah DKI Jakarta menunjukkan komitmen dalam mengatasi polusi udara, tantangan tetap besar. Penambahan stasiun pemantau dan penggunaan sensor berbiaya rendah adalah langkah awal yang penting. Namun, diperlukan juga kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam menjaga kualitas udara.
Selain itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan juga sangat diperlukan. Dengan adanya kesadaran yang tinggi, kebijakan dan program yang diterapkan dapat lebih efektif dalam mengurangi dampak negatif dari polusi udara.
Dengan upaya yang terus-menerus dan kolaborasi yang kuat, diharapkan kualitas udara di DKI Jakarta dapat segera membaik dan menjadi contoh bagi kota-kota lain di Indonesia maupun dunia.