news  

Kualitas Udara Jakarta Menempati Posisi Ketiga Terburuk di Dunia pada Minggu (13/7)

Kualitas Udara Jakarta Menempati Posisi Ketiga Terburuk di Dunia pada Minggu (13/7)

Kualitas Udara Jakarta Terburuk Ketiga di Dunia

Kualitas udara di Jakarta kembali menjadi perhatian masyarakat setelah tercatat sebagai yang terburuk ketiga di dunia pada Minggu (13/7/2025). Berdasarkan data dari situs pemantau kualitas udara IQAir, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta mencapai 175. Angka ini termasuk dalam kategori tidak sehat, dengan partikel halus (PM 2.5) yang berpotensi membahayakan kesehatan.

Dalam daftar kota dengan kualitas udara terburuk, Kinshasa di Kongo menduduki posisi pertama dengan indeks AQI sebesar 183. Diikuti oleh Lahore di Pakistan dengan indeks AQI 175. Sementara itu, Jakarta menghiasi daftar tiga besar dengan angka yang hampir sama dengan Lahore.

Langkah DKI Jakarta untuk Mengurangi Polusi Udara

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta berkomitmen untuk mengambil langkah-langkah efektif dalam mengatasi polusi udara. Salah satu strategi yang akan diterapkan adalah meniru kebijakan kota-kota besar seperti Paris dan Bangkok.

Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menjelaskan bahwa kota-kota tersebut memiliki sistem pemantauan yang lebih baik. “Bangkok memiliki sekitar 1.000 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU), sedangkan Paris memiliki 400 SPKU,” ujarnya saat memberikan keterangan di Jakarta, Selasa (18/3).

Saat ini, Jakarta hanya memiliki 111 SPKU, meskipun jumlah ini telah meningkat dari sebelumnya yang hanya 5 unit. Menurut Asep, penambahan stasiun pemantauan akan memungkinkan intervensi yang lebih cepat dan akurat dalam menghadapi polusi udara.

Pentingnya Keterbukaan Data

Asep menekankan bahwa keterbukaan data menjadi salah satu langkah penting dalam memperbaiki kualitas udara secara sistematis. Dengan data yang transparan, pihak terkait dapat melakukan intervensi yang lebih efektif.

Menurutnya, yang dibutuhkan bukan hanya solusi sementara, tetapi juga langkah-langkah berkelanjutan dan inovatif dalam menangani pencemaran udara. Ia menilai, penggunaan teknologi modern dapat membantu dalam mempercepat proses pemantauan dan pengambilan keputusan.

Target Penambahan Sensor Kualitas Udara

DLH DKI Jakarta memiliki rencana jangka panjang untuk menambah jumlah sensor kualitas udara. Tujuannya adalah untuk memperluas cakupan pemantauan dan meningkatkan akurasi data.

Salah satu langkah yang direncanakan adalah pemasangan 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah (low-cost sensors). Sensor ini diharapkan dapat memberikan data yang lebih lengkap dan dapat diakses oleh masyarakat luas.

Dengan adanya penambahan sensor ini, pemerintah DKI Jakarta berharap dapat memberikan informasi yang lebih akurat tentang kondisi udara di seluruh wilayah Jakarta. Hal ini juga diharapkan dapat memicu kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kualitas udara dan mengambil tindakan preventif.

Kesimpulan

Permasalahan kualitas udara di Jakarta memerlukan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif. Dari pengalaman kota-kota lain, Jakarta dapat belajar untuk meningkatkan sistem pemantauan dan memperkuat kebijakan lingkungan. Dengan keterbukaan data dan penggunaan teknologi modern, harapan besar dapat tercapai dalam mengurangi polusi udara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.