Pengenaan Cukai pada Minuman Berpemanis dalam Kemasan Kembali Diumumkan
Pemerintah kembali mengusulkan pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Usulan ini menjadi bagian dari ekstensifikasi Barang Kena Cukai (BKC) yang diusung oleh pihak terkait.
Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyampaikan bahwa pemerintah akan menambahkan objek cukai baru berupa MBDK serta memperluas basis penerimaan bea keluar, termasuk untuk produk emas dan batu bara. Penambahan objek cukai ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fauzi Amro, menambahkan bahwa kebijakan ini akan diterapkan pada tahun 2026 dan diperkirakan mampu menambah penerimaan sebesar Rp5 hingga 6 triliun. Cukai akan dikenakan pada produk minuman berpemanis yang memiliki kandungan gula minimal 6 persen, berkemasan, serta terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Sebelumnya, pengenaan cukai MBDK telah dimulai sejak 2020 ketika Komisi XI menyetujui MBDK dan plastik sebagai objek cukai baru. Pada 2023, pemerintah menetapkan target penerimaan cukai MBDK untuk 2024 sebesar Rp4,3 triliun, namun kebijakan tersebut belum dilaksanakan.
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 201 Tahun 2024 tentang rincian APBN 2025, pemerintah sebelumnya menetapkan target penerimaan cukai MBDK sebesar Rp3,8 triliun. Namun, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Djaka Budhi Utama memastikan kebijakan tersebut ditunda hingga tahun ini.
Kriteria Minuman Berpemanis yang Terkena Cukai
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan bahwa tarif cukai akan berlaku untuk minuman dalam kemasan yang mengandung gula maupun pemanis alami dan/atau buatan, yang dikemas bersama atau terpisah. Contohnya adalah minuman dalam kemasan ready to drink dan minuman dalam bentuk konsentrat padat atau cair yang masih membutuhkan proses pengenceran saat dikonsumsi.
Batasan kandungan pemanis yang terkena cukai akan mengacu pada referensi dari Kementerian Kesehatan dan BPOM. Nirwala menyebut bahwa DJBC telah berkomunikasi secara intens dengan kedua instansi tersebut.
Penentuan batasan kandungan gula yang dikenakan cukai akan menyesuaikan dengan persyaratan pencantuman logo “Pilihan Lebih Sehat” untuk minuman siap konsumsi yang diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2021 tentang Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan Olahan.
Tujuan Pengenaan Cukai
Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar DJBC, Akbar Harfianto, menegaskan bahwa prioritas utama implementasi cukai MBDK adalah untuk mengendalikan konsumsi gula tambahan di masyarakat. Dia menjelaskan bahwa pentarifan cukai terhadap minuman berpemanis dilakukan guna menekan angka penyakit seperti diabetes maupun penyakit lain yang disebabkan oleh konsumsi gula berlebih.
Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan masyarakat lebih sadar akan dampak kesehatan dari konsumsi minuman berpemanis yang tinggi kadar gulanya. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara.