Kejaksaan Agung telah memeriksa puluhan saksi terkait kasus dugaan
korupsi
pengadaaan program digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kemendikbudristek periode 2019-2022. Penyidik juga menggeledah kediaman dari tiga staf khusus Nadiem Makarim saat menjadi Mendikbudristek.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengungkapkan, penyidik baru saja menggeledah kediaman Ibrahim (I) yang berlokasi di Cilandak, Jakarta Selatan. Penggeledahan dilakukan pada Jumat (23/5) lalu.
“Diketahui bahwa I adalah Stafsus Mendikbudristek sekaligus tim teknis,” kata Harli kepada wartawan, Senin (2/6).
Dalam penggeledahan itu, penyidik menyita barang bukti elektronik seperti ponsel hingga laptop. Barang bukti tersebut kini sedang didalami penyidik.
Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus atau Jampidsus sebelumnya juga telah menggeledah kediaman dua stafsus lainnya, yakni Fiona Handayani dan Jurist Tan.
Pada kediaman milik Fiona di Apartemen Kuningan Place, Jakarta Selatan, penyidik menyita barang bukti elektronik berupa satu laptop dan tiga ponsel.
Sedangkan pada apartemen milik Jurist di Ciputra World 2, Jakarta Selatan, penyidik menyita barang bukti elektronik berupa dua unit hardisk eksternal, satu unit flashdisk, dan satu unit laptop. Penyidik juga menyita sejumlah dokumen, yakni 15 buku agenda.
Kapuspenkum mengatakan bahwa barang bukti yang telah disita tersebut akan dianalisis lebih dalam.
Adapun penyidik saat ini tengah mendalami dugaan adanya pemufakatan jahat oleh berbagai pihak dengan mengarahkan tim teknis agar membuat kajian teknis terkait pengadaan bantuan peralatan yang berkaitan dengan pendidikan teknologi pada 2020.
“Supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada sistem operasi atau
operating system (OS)
Chrome,” kata Harli di Jakarta, Senin (26/5).
Padahal, penggunaan Chromebook bukanlah suatu kebutuhan lantaran pada 2019, telah dilakukan uji coba penggunaan 1.000 unit Chromebook oleh Pustekkom Kemendikbudristek dan hasilnya tidak efektif.
“Kenapa tidak efektif? Karena kita tahu bahwa itu berbasis internet, sedangkan di Indonesia internetnya itu belum semua sama,” kata dia.
Dari pengalaman tersebut, tim teknis merekomendasikan untuk menggunakan spesifikasi dengan sistem operasi Windows. Namun, Kemendikbudristek saat itu mengganti kajian ini dengan studi baru yang merekomendasikan penggunaan OS Chrome.
Dari sisi anggaran, Kapuspenkum mengatakan bahwa pengadaan itu menghabiskan Rp 9,98 triliun. Dana ini terdiri dari Rp 3,58 triliun dana satuan pendidikan (DSP) dan sekitar Rp 6,4 triliun dana alokasi khusus (DAK).
Jampidsus pun menaikkan status perkara tersebut dari tahap penyelidikan menjadi tahap penyidikan pada 20 Mei 2025 usai ditemukan indikasi tersebut.