Komisi XIII DPR RI Minta Penyelidikan Mendalam Kasus Kekerasan Polri terhadap Anak di NTT

Komisi XIII DPR RI Minta Penyelidikan Mendalam Kasus Kekerasan Polri terhadap Anak di NTT


, Jakarta

Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso SE., M.Si., saat menggelar rapat menyampaikan bahwa insiden penyalahgunaan wewenang serta tindakan zalim oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, terhadap seorang anak di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), sungguh menjadi hal yang memprihatinkan.

“Casus Kapolres Ngada menjadi pembicaraan utama di Komisi XIII, sehingga kasus ini perlu diselesaikan dan dituntaskan melalui hukuman terberat untuk para pelaku pelecehan seksual anak-anak di NTT,” ujar Sugiat Santoso dalam keterangan pers dari gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (22/5/2025).

Sugiat menjelaskan, dengan semangat kita dan teman-teman aliansi memastikan semua kezaliman, kebiadaban dan kesewenang-wenangan bukan hanya menjadi isu di media saja tetapi juga harus menjadi tindakan kongkrit.

“Berdasarkan pengamatan atas penyelidikan kasus ini, pihak yang awalnya menangani masalah tersebut bukanlah Kepolisian Indonesia tetapi justru Kepolisian Australia. Oleh karena itu, saya mohon agar rekan-rekan alienasi dapat mengirim surat ke polisi Australia menyatakan bahwa tindakan ini termasuk dalam kategori kejahatan,” jelaskan Sugiat

Sugiat menambahkan bahwa jika diperhatikan dengan saksama, website tersebut merupakan situs pornografi dari Australia. Selain itu, ia menjelaskan bahwa baik hukum nasional maupun internasional perlu dipatuhi untuk mengingatkan para pemimpin dalam aparat negara agar tidak mencoba-coba menyalahgunakan undang-undang di negeri NKRI demi membela orang-orang dibawahan mereka.

Dia mengatakan bahwa tim investigasi tidak perlu lagi mencari bukti lain karena semuanya telah cukup jelas dan transparan. Komisi XIII bersedia untuk berpartisipasi dalam aliansi ini, termasuk dengan adanya wakil dari Bang Anderas dan Bang Umbu yang sebenarnya berasal dari daerah pemilihan NTT.

“Maka demi memastikan bahwa aliansi ini tidak beroperasi secara mandiri, kami menginginkan sidangnya digelar di Kupang sehingga dapat diamati dan dipantau langsung oleh warga Nusa Tenggara Timur guna menjamin kelancaran proses tersebut dengan adil,” tandas Sugiat.

Menurut informasi yang saya peroleh, semua pihak bertanggung jawab dalam proses penyembuhan mental para korban pelecehan seksual. Pelaku tindakan kriminal tersebut bahkan telah mengumpulkan keuntungan mencapai empat miliar rupiah melalui program unggahan kontennya, lanjarnya.

Mereka juga menggarisbawahi bahwa di samping pertimbangan hukuman pidana, pelaku pun harus bertanggung jawab dan jika diperlukan sebaiknya dipinggirkan atau disosialkan.

“Sugiat menyerukan agar Komnas HAM bersama dengan LPSK, Komnas Anak, dan Komnas Perempuan bekerja sama dalam pengawasan. Meskipun kami mungkin tidak terlihat kuat secara fisikal, mari kita gabung-gabungkan upaya demi menghapus kekejian yang ada di negara ini,” katanya.

“Air mata ini tidak hanya sebatas itu, tetapi akan mewujudkan keadilan yang nyata di dunia luar,” katanya dengan tegas.

Di masa depan, mereka berharap agar insiden tersebut tidak terjadi lagi. Namun, mereka juga mengakui bahwa mungkin saja masih ada oknum aparat negara di wilayah lain yang memiliki masalah serupa.

“Maka kami mengharapkan dalam rekomendasi ini, semua pegawai negeri di republik ini, baik itu TNI, Polri maupun Kejaksaan perlu bertanggung jawab serta menjamin adanya keadilan hukum yang kuat di Indonesia,” jelas Sugiat.

“Jangan sampai ada pejabat negara yang berpotensi terlibat dalam tindak kriminal, seperti penyalahgunaan obat terlarang, pedophilia, atau kelompok LGBT, hal itu dapat menghancurkan Negara Kesatuhan Ini,” ungkapnya.

Akhirnya, mereka mengharapkan agar Bpk. Kapolri, Bpk. Jaksa Agung, serta Bpk. Panglima TNI melaksanakan tes narkoba terhadap semua bawahannya demi memastikan bahwa kekuasaan dan kewenangan para pejabat negeri tak disalahgunakan atau bahkan merugikan masyarakat sendiri.

” Lakukan evaluasi mental terhadap staf Anda mengenai gangguan jiwa yang mungkin ada, periksa juga jika ada pegawai negeri yang termasuk kelompok LGBT atau hal-hal serupa lainnya. Jika kondisinya telah demikian, jangan berharap mereka dapat mempertahankan keadilan dengan baik,” tandas Sugiat.

“Dukungan kami bagi Gubernur NTT harus terus bertahan, ya. Meski kami hanya diberi waktu lima tahun, mari kita bekerja sama dan bergabung dalam perjuangan demi menjamin bahwa rakyat NTT tidak akan ditindas atau mendapatperlakuan sewenang-wenang dari siapa pun,” tegasnya. (Fahmi)