JAKARTA,
– Komisi X DPR RI akan memanggil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto untuk meminta penjelasan soal polemik perubahan Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB menjadi Sekolah Teknik.
Sebab, sejumlah mahasiswa hingga alumni Fateta IPB memberikan kritik keras terhadap sikap Dekan Fateta atas perubahan tersebut.
Support kami, ada hadiah spesial untuk anda.
Klik di sini: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, mengatakan pemanggilan dilakukan pada masa sidang berikutnya untuk menanyakan penjelasan soal polemik di IPB tersebut.
“Masa Sidang IV DPR akan dimulai 23 Juni mendatang, dan seluruh mitra Komisi X, termasuk Kemendiktisaintek, tentu akan diundang untuk melakukan raker (rapat kerja) ataupun RDPU (rapat dengar pendapat umum),” ujar Hetifah kepada wartawan, Senin (16/6/2025).
“Meskipun tidak secara khusus atau spesifik akan membahas masalah ini, namun Komisi X, dalam raker nanti, pasti akan meminta penjelasan Kemendiktisaintek terkait hal ini,” sambungnya.
Support us — there's a special gift for you.
Click here: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Hetifah menekankan pentingnya prinsip
good university governance
yang mengedepankan transparansi, partisipasi, dan dialog dalam pengambilan keputusan strategis di perguruan tinggi.
“Perlu melihat lebih jauh bahwa rencana kebijakan perubahan ini harus ditempatkan dalam kerangka besar pembangunan nasional, termasuk visi besar Asta Cita dalam memperkuat kedaulatan pangan dan membangun sektor pertanian modern berbasis riset dan teknologi,” jelas Hetifah.
Diketahui, Fateta IPB University resmi berubah menjadi Sekolah Teknik (School of Engineering) pada tahun 2025.
Perubahan ini diambil sebagai langkah untuk memperkuat rekayasa proses dan teknologi di bidang pertanian.
Akan tetapi, hal ini mendapat sorotan dari berbagai mahasiswa dan alumni, di antaranya mantan Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) periode 1998-2002, Aman Wirakartakusumah.
Aman sempat mempertanyakan nasib Fateta IPB usai dibentuknya Sekolah Teknik.
Ia menilai, Sekolah Teknik itu membuat IPB bisa kehilangan jati diri sebagai perguruan tinggi yang fokus pada pertanian.
Menurutnya, ada ketidakselarasan jika IPB tanpa Fateta, sementara IPB adalah kampus yang biasanya fokus pada pertanian dan pengembangan teknologinya.
“Nah yang jadi persoalan itu kok jadi tidak nyambung antara tadi domain teknik dengan domain teknologi dalam hal epistemologinya, juga di dalam hal rumahnya,” kata Aman saat berbincang dengan , Jumat (30/5/2025).
Dia juga menyorot keberadaan Fateta yang penting, utamanya untuk mencapai tujuan Indonesia yang ingin melakukan swasembada pangan dan hilirisasi.
Dia menjelaskan, keilmuan yang ada di Fateta sangat lengkap untuk memajukan dunia pertanian beserta perkembangan teknologinya.
“Nilai tambah dan hilirisasi itu ada di IPB (lewat Fateta), di Indonesia. Dan ternyata memang ini dirasakan sejak perkembangan 60 tahun hadirnya Fateta,” kata Aman.
Fateta, kata Aman, mengajarkan banyak hal mulai dari bagaimana cara menangani, kemudian mengawetkan produk pertanian, dan menjamin supply chain dari hasil pertanian.
Kemudian, industri manufaktur termasuk industri makanan, industri hasil perkebunan, industri perikanan, dan semua yang terkait dengan hasil-hasil tadi.
Meski semua hal tersebut memerlukan bantuan teknologi, kata Aman, tetapi di Fateta juga tetap mengajarkan tentang teknologi yang diperlukan untuk menunjang pertanian hingga ke hilir.
“Termasuk pengeringan,
packaging
, kemudian untuk transportasi,
storage
, ada
deep freezer
atau pakai kontrol atmosfer, itu semuanya teknologi yang memang dihasilkan di dalam pengembangan keilmuan di Fateta,” imbuhnya.
Sementara itu, Dekan Sekolah Teknik, Slamet Budijanto, mengatakan perubahan ini bukanlah pemisahan, melainkan bentuk pengembangan institusi untuk beradaptasi dengan tantangan zaman.
“Fateta baik-baik saja, prestasinya juga luar biasa. Perubahan ini adalah bentuk berkembangnya Fateta, bukan pemisahan,” terang Slamet, dikutip dari laman Korpus IPB, Rabu (7/5/2025).
Pembentukan School of Engineering didorong oleh kebutuhan efisiensi, sinergi, dan penguatan akademik.
Hal ini mengingat program studi yang ada di Fateta telah berbasis teknik.
Dengan adanya School of Engineering, Slamet optimis kolaborasi lintas bidang akan semakin erat tanpa menghilangkan identitas pertanian.
“Kita tetap fokus ke pertanian. Identitas itu tidak hilang, malah diperkuat lewat teknik,” imbuh dia.