news  

Khutbah Jumat 25 Juli 2025: Dampak Negatif Perbuatan Maksiat

Khutbah Jumat 25 Juli 2025: Dampak Negatif Perbuatan Maksiat

Berikut ini disajikan Naskah Ringkas Khutbah Jumat 25 Juli 2025: Dampak Negatif Perbuatan Maksiat.

Perbuatan terlarang, atau tindakan yang salah, menyebabkan akibat negatif baik dalam kehidupan ini maupun di kehidupan akhirat.

Dampak-dampak tersebut mencakup kehilangan berkah kehidupan, ditinggalkan rahmat Allah, hati menjadi keras, kesulitan menerima petunjuk, serta rusaknya hubungan dengan sesama.

Selain itu, dosa juga bisa menyebabkan keterbatasan rezeki, ketakutan, serta bahkan memperpendek usia.

Mengenai Jumat hari ini, khususnya pada hari Jumat tanggal 25 Juli 2025, sebagai laki-laki yang beragama Islam, kita akan melaksanakan ibadah Salat Jumat.

Jumat, yang disebut sebagai Raja Hari atau Penghulunya Hari, diyakini oleh umat Islam sebagai hari yang penuh berkah.

Khusus untuk khutbah Jumat hari ini, berikut adalah teks khutbah Jumat yang telah dirilis oleh NU Online pada tanggal 25 Juli 2025 dengan tema “Dampak Negatif Perbuatan Maksiat”.

Khutbah 1

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada siapa saja dari hamba-Nya yang Dia kehendaki untuk beriman – dan menjadikan kafir, maksiat, dan perbuatan durhaka itu dibenci oleh mereka – dan aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, Dia memiliki kesempurnaan, keagungan, kebesaran, dan kekuasaan – dan aku bersaksi bahwa Nabi kami Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya yang diutus kepada seluruh manusia dan jin – dia menyampaikan pesan Tuannya dan menjelaskan dengan jelas – Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan salam atas Nabi kami Muhammad serta keluarganya dan para sahabatnya yang berjuang dalam perjalanan agama Allah dengan sebenar-benarnya perjuangan hingga mereka menyebarluaskan keadilan, keamanan, dan iman.

( kemudian ) hai orang-orang muslim! takutlah kepada Allah dan hindarilah dosa, karena dosa memiliki dampak buruk bagi pelakunya serta bagi tempat dan penduduknya

Hadirin rahimakumullah

Mari kita senantiasa meningkatkan tingkat ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, karena tidak ada jalan lain yang mampu membawa kebahagiaan dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat selain melalui ketakwaan.

Secara sederhana, para ulama mengartikan takwa sebagai melaksanakan perintah-perintah Allah swt dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Dengan demikian, status muttaqin (orang yang bertakwa) tidak hanya terbatas pada kepatuhan dalam menjalankan perintah-perintah Allah swt, tetapi juga harus meninggalkan larangan-larangan yang diberikan oleh-Nya.

Dalam kehidupan sehari-hari, menjalankan perintah-perintah Allah SWT dapat kita nyatakan melalui tindakan ketaatan atau ibadah kepada-Nya, sedangkan menjauhi larangan-larangan Allah SWT dilakukan dengan menghindari perbuatan maksiat terhadap-Nya.

Jika kita bertanya, mana yang lebih berat dilakukan, yaitu menjalankan ketaatan (ibadah) atau meninggalkan larangan (maksiat), maka imam al-Ghazali (Bidayah al-Hidayah) memberikan jawaban sebagai berikut:

Ketahui bahwa agama memiliki dua bagian, satu di antaranya adalah meninggalkan larangan-larangan dan yang lainnya adalah melakukan ketaatan. Meninggalkan larangan-larangan lebih berat, karena setiap orang mampu melakukan ketaatan, sedangkan meninggalkan hawa nafsu hanya mampu dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar jujur.

Ketahui bahwa agama memiliki dua dasar: Pertama, meninggalkan larangan-larangan Allah swt. Kedua, menjalankan ketaatan kepada Allah swt. Meninggalkan larangan-larangan Allah swt lebih berat dibandingkan menjalankan keta’atan kepada-Nya, karena setiap orang mampu melaksanakan ketaatan kepada Allah swt, sedangkan menjauhi larangan-Nya hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar jujur (siddiqin).

Lebih lanjut, Al-Ghazali menyatakan bahwa kesulitan dalam menjauhi larangan (maksiat) lebih berat dibandingkan dengan menjalankan ketaatan, karena perbuatan baik (ketaatan) yang dapat membawa seseorang ke surga selalu diiringi oleh hal-hal yang tidak disukai oleh nafsu manusia, sedangkan perbuatan buruk (maksiat) yang bisa mengantarkan seseorang ke neraka selalu diiringi oleh hal-hal yang disukai oleh nafsu manusia. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzi:

Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda: Surga dihiasi dengan hal-hal yang tidak disukai dan Neraka dihiasi dengan keinginan (diriwayatkan oleh At-Tirmidzi)

Dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah saw bersabda: Surga terbentuk dari hal-hal yang tidak disukai oleh nafsu, sedangkan neraka selalu diisi dengan hal-hal yang disukai oleh nafsu (HR. Tirmidzi)

Yang dimaksud dengan al-makarih dalam hadis ini adalah segala sesuatu yang tidak disukai oleh jiwa manusia, yang mana jiwa membutuhkan usaha keras untuk menghadapinya, sedangkan al-Syahawat merujuk pada segala hal yang berkaitan dengan urusan dunia yang disukai oleh nafsu, dan sifat alami manusia selalu cenderung kepada tindakan yang disukai oleh nafsunya. (Muhammad al-Mubarakafuri: Tuhfah al-Ahwadi Syarakh Sunan al-Tirmidzi)

Hadirin rahimakumullah

Karena meninggalkan larangan Allah SWT lebih berat dan menyebabkan keburukan serta hukuman dari Allah SWT, maka tidak ada jalan lain bagi kita untuk menghindari hal-hal tersebut kecuali dengan menjaga sebaik mungkin anggota tubuh kita agar tidak melakukan maksiat kepada Allah SWT. Hal ini karena anggota tubuh kita merupakan anugerah dari Allah SWT yang seharusnya kita syukuri dengan memanfaatkannya untuk beribadah kepada Allah SWT, bukan untuk berbuat maksiat kepada-Nya. Imam Al-Ghazali menyatakan:

Dan ketahui bahwa kamu hanya menentang Allah dengan anggota tubuhmu, yang merupakan nikmat dari Allah bagimu dan amanat yang diberikan-Nya kepadamu. Maka meminta bantuan kepada nikmat Allah dalam perbuatan maksiat adalah tindakan yang penuh kekufuran, dan kelalaianmu terhadap amanat yang telah Allah percayakan kepadamu adalah tanda kemunafikan yang ekstrem. Oleh karena itu, anggota tubuhmu adalah rakyatmu, maka perhatikanlah bagaimana kamu merawatnya. Semua kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas rakyatnya.

Ketahuilah! kamu melakukan dosa dengan menggunakan anggota tubuhmu, yang merupakan anugerah dan amanat bagimu. Penggunaan anugerah ini untuk berbuat maksiat kepada Allah adalah bentuk perbuatan ingkar yang sangat besar, sedangkan pengkhianatan terhadap amanat yang diberikan Allah kepadamu untuk berlaku maksiat kepada-Nya juga merupakan bentuk pengkhianatan yang sangat besar. Seluruh anggota tubuhmu adalah hal-hal yang harus kamu jaga, oleh karena itu perhatikanlah bagaimana kamu menjaganya. Kalian semua adalah pemimpin, dan masing-masing akan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.

Hadirin rahimakumullah

Selain menjadi bentuk penyangkalan terhadap nikmat Allah SWT dan pengkhianatan terhadap amanat-Nya, tindakan maksiat akan menimbulkan dampak negatif yang tidak hanya menimpa pelakunya sendiri, tetapi juga masyarakat sekitarnya. Salah satu dampak buruk utama dari perbuatan maksiat adalah:

Pertama, mengurangi rezeki, menyulitkan memenuhi kebutuhan hidup serta sandang dan pangan bagi pelaku maksiat. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya sebagai berikut:

Dari Thauban, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba bisa kehilangan rezeki karena dosa yang ia lakukan.” (Riwayat Ahmad dalam Musnadnya)

Dari Tsauban, ia mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya seseorang hamba terhalang rezekinya karena perbuatan dosanya” (HR. Ahmad dalam Musnadnya)

Kedua, terjadi musibah yang akan menimpa orang-orang yang melakukan maksiat. Musibah tersebut dapat berupa penyakit, kecelakaan, ketidaknyamanan, kesulitan, kerugian dalam usaha, dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, sebagai berikut:

Dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa keduanya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang mukmin mengalami kesulitan, kelelahan, penyakit, atau dukacita, bahkan hingga rasa khawatir yang menimpanya, melainkan akan dihapus dosa-dosanya dengan itu.” (Muslim)

Dari Abi Sa’id al-Khudri dan Abi Hurairah, bahwa keduanya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang mukmin mengalami kesulitan berupa sakit, kelelahan, penyakit, sedih hingga kesulitan (memikirkan sesuatu yang akan dihadapinya) kecuali dengan kesulitan itu dosa-dosanya dihapus.”

Dalam ayat al-Ankabut: 40, Allah menyampaikan pernyataan:

Maka, kami ambil masing-masing dengan kesalahan mereka. Di antara mereka ada yang kami timpakan azab dan di antara mereka ada yang ditimpa teriakan, dan di antara mereka ada yang kami selubungkan bumi kepadanya, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan. Dan Allah tidak akan berlaku dzalim kepada mereka, tetapi mereka sendiri yang berlaku dzalim (Al-Ankabut: 40)

Maksudnya: “Maka masing-masing dari mereka kami beri hukuman karena kesalahan mereka sendiri, di antara mereka ada yang kami timpakan hujan batu kerikil, dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang menggelegar, serta di antara mereka ada yang kami selundupkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah tidak pernah bermaksud menzalimi mereka, tetapi mereka sendirilah yang menzalimi diri mereka sendiri.” (al-Ankabut: 40)

Masyarakat-masyarakat terdahulu dianggap melakukan kezaliman terhadap diri mereka sendiri karena mereka mengingkari dan berbuat maksiat, padahal Allah telah memberikan berbagai macam karunia kepada mereka, tindakan maksiat itulah yang menyebabkan mereka mendapat azab dari Allah. (Abi Su’ud: Irsyad al-Aql al-Salim ila Mazaya al-Kitab al-Karim)

Hadirin rahimakumullah

Kadang kita melihat seseorang yang mahir dalam perbuatan maksiat, senang melakukan dosa, bahkan telah melakukan segala dosa besar, namun ternyata ia selalu aman, sehat, hidupnya penuh dengan kesenangan harta dan kemewahan dunia, tidak pernah mengalami kecelakaan, segala keinginan hasratnya selalu terpenuhi.

Jika kita menemui seseorang yang demikian, maka ketahui bahwa orang seperti itu adalah hamba yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Ia dibiarkan secara sengaja, keinginannya dipenuhi agar semakin terjebak dalam dosa dan kesewenang-wenangan, sehingga semakin sombong dan membanggakan diri. Namun, ketika tiba waktunya, Allah SWT akan mengambilnya dan memberinya azab yang sangat menyakitkan, tanpa sedikit pun melepaskannya. Dalam sebuah hadits disebutkan:

Dari Abu Musa Al-Asy’ari – radhiyallahu ‘anhu -: berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah memberi kesempatan kepada orang yang dzalim, hingga ketika Dia mengambilnya, Dia tidak akan melepaskannya lagi.” Kemudian beliau membaca {Dan demikianlah cara Tuhanmu mengambil (kota) ketika kota itu berada dalam keadaan dzalim, sesungguhnya pengambilan-Nya adalah pedih dan keras} [Hud: 102]. (HR. Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi)

Maknanya: “Sesungguhnya Allah swt memberikan kesempatan kepada orang yang dzalim (dibiarkan dalam kezalimannya, tidak diberi peringatan melalui bala atau musibah), tetapi apabila tiba waktunya, maka Allah akan menghukumnya, dan tidak akan melepaskannya.” Selanjutnya Nabi membacakan ayat Al-Qur’an Surah Hud: 102; “Dan demikianlah azab Tuhanmu, ketika Dia menghukum penduduk-penduduk negeri yang berlaku dzalim. Sesungguhnya azab-Nya sangat menyakitkan dan keras.” (HR. al-Bukhary, Muslim, dan al-Tirmidzi)

Sebaliknya, kita juga sering menemui seseorang yang amalnya baik, tidak pernah melakukan kejahatan, namun selalu mengalami kesulitan. Ketahuilah bahwa ujian yang menimpa seseorang yang tidak memiliki dosa bukanlah hukuman atau azab, melainkan ujian untuk meningkatkan derajat dan kemuliaannya di sisi Allah SWT. Inilah makna dari hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Abu Hurairah, di mana Rasulullah bersabda:

Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Dia uji dengan kesulitan agar diberi pahala atasnya (HR. Bukhari). Makna hadis ini adalah bahwa siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, Dia menguji dengan berbagai cobaan agar mendapat balasan pahala.

Maknanya: “Siapa yang diinginkan oleh Allah untuk menjadi baik, maka Allah akan memberinya ujian” (HR. al-Bukhari), maksud dari hadis ini adalah siapa yang diinginkan oleh Allah untuk menjadi baik, maka Allah akan mengujinya melalui berbagai kesulitan, sehingga ia mendapatkan pahala dari cobaan tersebut” (Badruddin al-Aini: Umdah al-Qari Syarakh Shahih al-Bukhari).

Hadirin rahimakumullah

Dampak negatif dari perbuatan maksiat tidak hanya mengenai pelakunya sendiri. Namun, dampak buruk tersebut juga dapat memengaruhi orang-orang dan masyarakat sekitarnya. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Thabrani:

Dari Ummu Salamah, istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Apabila maksiat muncul di kalangan ummatku, maka Allah Azza wa Jalla akan menurunkan azab dari sisi-Nya kepada mereka.” Lalu aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pada masa itu masih ada orang-orang saleh di antara mereka?” Beliau menjawab, “Ya.” Aku bertanya lagi, “Bagaimana nasib orang-orang saleh itu?” Beliau menjawab, “Mereka akan mengalami apa yang dialami orang-orang lain, kemudian mereka akan mendapatkan ampunan dan keridhaan dari Allah.” (Riwayat Ahmad dan At-Tirmizi)

Artinya: Dari Umi Salamah, istri Rasulullah saw, bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda: “Apabila kejahatan telah merata di kalangan umatku, maka Allah akan memberikan azab kepada mereka secara merata.” Saya bertanya: “Ya Rasulullah, apakah pada masa itu masih ada orang-orang yang baik di antara mereka?” Rasul menjawab: “Ya.” Saya bertanya lagi: “Apa yang dilakukan mereka?” Rasulullah menjawab: “Azab itu menimpa mereka seperti yang menimpa manusia pada umumnya, namun (di akhirat nanti) orang-orang yang baik yang tidak terlibat dalam maksiat akan mendapatkan ampunan dan keridhaan dari Allah.” (HR. Ahmad dan al-Thabrany).

Hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa dampak buruk dari perbuatan maksiat, yaitu berupa azab dunia, tidak hanya menimpa pelaku maksiat tersebut, tetapi juga menimpa orang-orang yang tidak bersalah.

Hadirin rahimakumullah

Dampak negatif dari perbuatan maksiat tidak hanya mengenai manusia di dunia, tetapi di akhirat ia akan masuk neraka selama belum bertaubat kepada Allah SWT. Dalam surat Al-Jin ayat 23, Allah berfirman:

Dan siapa yang menentang Allah dan rasul-Nya, maka ia akan masuk ke dalam api jahannam dan kekal di dalamnya selama-lamanya (Al-Jinn: 23)

Maknanya: “Siapa saja yang berkhianat kepada Allah dan rasul-Nya, maka sesungguhnya ia akan mendapatkan (azab) neraka Jahannam. Mereka akan tinggal di dalamnya selama-lamanya” (al-Jin: 23).

Jika dosa merajalela dan azab Allah telah datang, maka tidak ada seorang pun yang mampu menghentikannya. Sebagai seorang Muslim, kita wajib menjaga diri sendiri, mengajak keluarga dan masyarakat sekitar untuk berusaha meninggalkan dosa sebanyak mungkin. Mari kita menyadari bahwa salah satu penyebab turunnya azab Allah adalah akibat perbuatan dosa yang kita lakukan. Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan kepada kita untuk menjalankan ketaatan serta meninggalkan dosa dan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah. Amin 3 x

Semoga Allah memberkati saya dan kalian dalam Al-Qur’an yang agung, dan semoga Dia memberi manfaat kepada saya dan kalian melalui ayat-ayatnya dan pengingat yang bijaksana. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Baik, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Khutbah 2

Alhamdulillah, dan alhamdulillah lagi, kemudian alhamdulillah. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, yang satu tanpa sekutu, dan aku bersaksi bahwa Nabi kami Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang tidak ada nabi setelahnya. Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad serta keluarganya dan para sahabatnya, dan siapa saja yang mengikuti mereka dengan kebaikan sampai hari kiamat. Sesudah itu, wahai manusia, aku nasihati kalian dan diriku sendiri untuk takwa kepada Allah, sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itulah yang beruntung. Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu kepadanya dan berikanlah salam dengan sebenar-benarnya.” Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Nabi kami Muhammad dan kepada keluarga Nabi kami Muhammad. Ya Allah, ampunilah orang-orang mukmin dan mukminah, orang-orang muslim dan muslimah, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Ya Allah, jauhkanlah dari kami bencana, wabah, perang, gempa bumi, kesengsaraan, buruknya fitnah, dan segala bentuk kesulitan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, khususnya di negri kami Indonesia dan umumnya bagi seluruh negri-negri Muslim. Ya Tuhan semesta alam, tunjukkanlah kepada kami kebenaran sebagai sesuatu yang benar, dan berikanlah kami kekuatan untuk mengikutinya, serta tunjukkanlah kepada kami kebatilan sebagai sesuatu yang batil, dan berikanlah kami kekuatan untuk menjauhinya. Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia ini dan kebaikan di akhirat, serta lindungilah kami dari siksa api neraka. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Wahai hamba-hamba Allah, sesungguhnya Allah memerintahkan keadilan dan kebaikan, memberi kepada kerabat dekat, dan melarang munkar dan kekejaman. Ia memberi nasihat kepada kalian agar kalian ingat. Dan ingatlah kepada Allah yang agung, maka Ia akan mengingat kalian, dan bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat-Nya, maka Ia akan menambahkan nikmat-Nya kepada kalian. Dan sesungguhnya, zikir kepada Allah adalah yang terbesar.

 

Lihat berita terbaru lainnya di:Google News