MANDALIKA PEMIKIRAN RAKYAT – Pendakwah Khalid Basalamah mengakui menjadi korban PT Muhibah, sebuah biro perjalanan haji dari Pekanbaru yang dimiliki oleh Ibnu Masud. Pernyataan ini disampaikan Khalid setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait dugaan kasus korupsi kuota haji di Kemenag tahun 2023-2024.
Pengawasan di lokasi, Khalid diperiksa selama 7,5 jam. Khalid mengakui adanya indikasi penyalahgunaan visa dalam perjalanan jemaah haji.
Tolong support kita ya,
Cukup klik ini aja: https://indonesiacrowd.com/support-bonus/
Ia menjelaskan, awalnya ia bersama rombongan telah mendaftar dan menyelesaikan biaya perjalanan menggunakan visa furoda. Namun, PT Muhibah menawarkan penggunaan visa lain yang disebut resmi, sehingga ia dan jemaahnya terdaftar sebagai jemaah dari travel tersebut.
“Saya sebagai jemaah di PT Muhibah, milik Ibnu Masud dulu, jadi posisi kami ini menjadi korban dari PT Muhibah. Kami semula semua furoda, ditawarkan untuk pindah menggunakan visa ini,” kata Khalid di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (9/9/2025).
Khalid menegaskan bahwa keberangkatannya hanya sebagai jemaah yang tergabung dalam rombongan PT Muhibah. Berdasarkan keterangannya, jumlah jemaah yang berangkat melalui travel tersebut mencapai 122 orang.
“Ya, tetapi saya di travel Muhibah, saya bersama jemaah saya di travel Muhibah bukan dengan Uhud Tour. Jumlahnya 122,” kata Khalid.
Mengenai dugaan adanya visa yang tidak sah, ia mengatakan tidak mengetahui secara pasti. Sebelumnya, KPK pernah memanggil Ibnu Mas’ud selaku
Anggota Komisaris PT Muhibbah Mulia Wisata, tetapi KPK belum mengumumkan hasil pemeriksaannya, Kamis (28/8/2025).
KPK memastikan Khalid Basalamah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2023-2024. “Sebagai pemilik travel ibadah haji, ia dijadikan saksi fakta sehingga perlu memberikan keterangannya untuk mengungkap fakta perkara,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangan tertulis, Selasa (9/9/2025).
Perkara ini dimulai dari kebijakan Yaqut Cholil Qoumas yang mengubah alokasi tambahan sebanyak 20.000 kuota haji untuk periode 2023–2024. Kebijakan tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.
Seharusnya menentukan rasio 92 persen untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus. Namun, Kebijakan Yaqut mengatur 50%:50%.
Penyimpangan pengalokasian ini diduga memicu tindakan jual beli kuota haji khusus oleh pihak tertentu di Kemenag dan biro perjalanan. Akibatnya, calon jemaah yang biasanya harus menunggu bertahun-tahun bisa langsung berangkat dengan membayar sejumlah uang.
KPK mengungkapkan kerugian negara akibat dugaan tindak pidana korupsi ini mencapai lebih dari Rp1 triliun. Namun, KPK belum mengumumkan tersangka secara resmi. ***