Keseimbangan Hidup: Menjaga Kesehatan Emosional dan Finansial
Berita tentang perampokan sadis atau ketidakpastian ekonomi, seperti yang diberitakan Kompas dan Jawa Pos, bisa memicu kecemasan. Di tengah tekanan ini, menjaga kesehatan emosional dan finansial menjadi kunci untuk hidup seimbang. Salah satu cara praktis adalah dengan mengelola emosi melalui kebiasaan sederhana dan mengamankan masa depan melalui tabungan emas di Pegadaian.
Pada tulisan saya pagi ini, saya mencoba beberapa langkah untuk mencapai keseimbangan ini terutama yang berkaitan dengan keseimbangan emosional dan kesehatan mental.
Tenangkan Pikiran dengan Pernapasan
Berita berat, seperti penembakan anggota Brimob atau perampokan di Serang, bisa membuat stres meningkat. Untuk mengatasinya, praktikkan teknik pernapasan 4-4-6: tarik napas 4 detik, tahan 4 detik, hembuskan 6 detik. Lakukan selama 5 menit setiap pagi atau saat merasa gelisah. Penelitian menunjukkan teknik ini menurunkan hormon stres kortisol, membantu Anda tetap tenang di tengah tekanan sosial atau kabar buruk.
Jaga Tubuh untuk Emosi yang Stabil
Kesehatan fisik mendukung ketahanan emosional. Mulailah dengan kebiasaan sederhana: minum segelas air hangat dengan perasan lemon setiap pagi untuk hidrasi dan asupan vitamin C. Kurangi waktu layar di media sosial, yang sering memicu perbandingan sosial, menjadi 30 menit sehari. Gunakan waktu luang untuk berjalan kaki atau membaca. Tubuh yang sehat membantu menjaga emosi tetap stabil, memberikan energi untuk menghadapi ekspektasi sosial.
Kelola Tekanan Sosial dengan Rasa Syukur
Tekanan untuk memenuhi standar orang lain -entah dari media sosial atau lingkungan sekitar- bisa mengganggu kesehatan emosional. Lawan ini dengan menulis jurnal rasa syukur. Setiap malam, catat tiga hal yang Anda syukuri, seperti kesehatan atau kebersamaan dengan keluarga. Studi dari Universitas Harvard menunjukkan praktik ini meningkatkan kebahagiaan hingga 25%, membantu Anda fokus pada hal positif dan mengurangi tekanan sosial.
Rasa syukur menjadi katalisator jiwa sekaligus emosi kita untuk hidup dengan apa yang ada (bukan hidup seadanya), dengan hal-hal yang halal yang kita perjuangkan dengan keringat dan darah kita sendiri. Rasa syukur akan membawa kita pada sikap yang bijaksana dalam menilai diri sendiri dan orang lain (kok dia lebih kaya, sedangkan aku tidak). Kita akan bersikap lebih adil pada diri dan selalu merasa cukup atas semua anugerah Tuhan (lihat penegasan di bagian akhir tulisan ini)
Amankan Masa Depan dengan Tabungan Emas
Kesehatan finansial sama pentingnya dengan kesehatan emosional. Dengan gaji ke-13 pensiunan PNS yang mulai cair pada 2 Juni 2025, ini saat yang tepat untuk berinvestasi. Tabungan emas di Pegadaian adalah pilihan cerdas: Anda bisa mulai dengan nominal kecil, seperti Rp10.000, untuk membeli emas secara cicilan.
Harga emas yang cenderung stabil menjaga nilai aset Anda dari inflasi, memberikan ketenangan pikiran. Pegadaian juga menawarkan layanan Gadai Emas, di mana Anda bisa mendapatkan pinjaman cepat dengan jaminan emas, membantu mengatasi kebutuhan mendesak tanpa mengganggu stabilitas finansial.
Tetapkan Batasan untuk Keseimbangan
Tekanan dari keluarga atau rekan kerja, seperti ekspektasi untuk selalu hadir di acara sosial, bisa membebani emosi dan keuangan. Tetapkan batasan dengan sopan, misalnya, “Saya menghargai undangannya, tapi saya perlu waktu untuk istirahat.” Batasan ini tidak hanya melindungi kesehatan emosional, tetapi juga membantu Anda mengelola anggaran dengan bijak, misalnya dengan mengalihkan dana untuk tabungan emas daripada pengeluaran sosial yang tidak perlu.
Langkah Kecil Menuju Hidup Seimbang
Keseimbangan emosional dan finansial dimulai dari tindakan sederhana. Pilih satu kebiasaan -pernapasan, jurnal rasa syukur, minum air lemon, atau mulai tabungan emas di Pegadaian- dan lakukan konsisten. Dengan mengelola emosi dan keuangan, Anda membangun ketahanan di tengah berita berat dan tekanan sosial.
Mulailah hari ini untuk hidup yang lebih tenang dan aman serta terutama selalu bersyukur dengan apa yang dimiliki. Rasa syukur membuatkan kita tidak akan “serakah” terhadap hidup, termasuk mengambil yang bukan milik kita (dengan korupsi) agar menjadi cepat kaya dan berkecukupan. Cara yang demikian tidak akan membiarkan kita untuk selalu merasa cukup, kita akan selalu merasa kurang. Akibatnya hidupnya menjadi tidak seimbang.