Masalah Kesehatan Mental yang Mengkhawatirkan pada Generasi Z dan Milenial
Di tengah perkembangan teknologi yang pesat dan keterhubungan yang semakin intensif, banyak orang merasa bahwa kehidupan modern justru memberikan tekanan yang lebih berat. Terutama bagi generasi Z (lahir antara 1997-2012) dan milenial muda (lahir antara 1981-1996), mereka sering dianggap “baperan” atau kurang iman ketika mengalami kesulitan mental. Padahal, kondisi ini bukan sekadar perasaan yang bisa diabaikan, melainkan masalah nyata yang memerlukan perhatian serius.
Menurut survei Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) tahun 2022 yang dirilis oleh Universitas Gadjah Mada, sekitar satu dari tiga remaja di Indonesia mengalami gangguan kesehatan mental. Masalahnya mencakup berbagai jenis, seperti kecemasan, gangguan perhatian dan hiperaktivitas, serta depresi. Angka ini menunjukkan bahwa situasi kesehatan mental generasi muda tidak bisa dianggap remeh.
Faktor yang Menyebabkan Kesehatan Mental Generasi Z dan Milenial Menurun
Dunia Tanpa Batas, Beban Tanpa Henti
Kehadiran media sosial membuat anak-anak muda terus-menerus terpapar gambaran hidup yang sempurna. Hal ini memicu rasa cemas dan rendah diri karena terus-menerus melakukan perbandingan dengan orang lain. Tekanan untuk selalu tampil sempurna, baik secara fisik maupun sosial, menjadi beban berat bagi mereka.
Masa Depan yang Tidak Jelas
Masalah ekonomi global, krisis iklim, dan ketidakpastian pekerjaan membuat masa depan terasa gelap. Anak muda melihat dunia yang penuh tantangan, sehingga sulit untuk memiliki harapan yang positif. Rasa cemas ini bukan sekadar keluhan, tetapi berasal dari realitas yang nyata.
Ekspektasi yang Tinggi
Dari lingkungan rumah hingga sekolah, ekspektasi terhadap prestasi dan keberhasilan terus meningkat. Anak muda dituntut untuk aktif dalam berbagai aktivitas, bahkan saat mereka masih belajar. Tekanan ini bisa memicu stres yang berkepanjangan jika tidak dikelola dengan baik.
Stigma yang Menghambat Pemulihan
Masalah kesehatan mental sering kali dianggap sebagai gejala “gila” atau kurang beriman. Anggapan ini menyebabkan banyak orang enggan mencari bantuan. Minimnya literasi tentang kesehatan mental juga membuat mereka lebih memilih menyelesaikan masalah sendiri.
Akses Layanan yang Terbatas
Meskipun ada layanan kesehatan mental, aksesnya seringkali mahal dan tidak tersedia di daerah terpencil. Banyak anak muda harus menunggu lama atau membayar biaya tinggi untuk mendapatkan bantuan profesional. Hal ini menjadikan pengobatan formal sebagai langkah yang sulit diambil.
Dampak Nyata dari Gangguan Kesehatan Mental
Jika tidak ditangani, gangguan kesehatan mental bisa memengaruhi berbagai aspek kehidupan. Prestasi akademis bisa menurun, produktivitas kerja berkurang, hubungan dengan keluarga dan teman bisa renggang, dan dalam kasus parah, bisa berujung pada tindakan yang tidak diinginkan. Ini bukan hanya sekadar “bad mood”, tapi masalah yang serius dan memerlukan penanganan.
Solusi untuk Membangun Masa Depan yang Lebih Baik
Edukasi Sejak Dini
Penting untuk mulai mengajarkan anak muda tentang kesehatan mental sejak dini. Mereka perlu memahami bahwa merasa sedih atau cemas adalah hal wajar dan bisa diatasi dengan cara yang tepat.
Lingkungan yang Mendukung
Lingkungan sosial, termasuk keluarga, sekolah, dan tempat kerja, perlu menciptakan ruang yang aman dan mendukung. Orang-orang di sekitar perlu belajar untuk mendengarkan tanpa menghakimi.
Menghilangkan Stigma
Mencari bantuan psikolog atau psikiater bukanlah tanda kelemahan, melainkan tanda kekuatan. Perlu adanya normalisasi percakapan tentang kesehatan mental agar lebih banyak orang berani mencari bantuan.
Dukungan dari Pemerintah dan Komunitas
Pemerintah perlu memperluas akses layanan kesehatan mental yang terjangkau. Program edukasi nasional, dukungan komunitas, dan penyediaan konselor di sekolah dan kampus juga sangat penting.
Peer Support yang Efektif
Dukungan dari teman sebaya bisa menjadi bentuk bantuan yang efektif. Menciptakan ruang aman di antara teman-teman bisa membantu anak muda merasa didengarkan dan diterima.
Self-Care yang Nyata
Anak muda perlu belajar untuk merawat diri dengan cara yang nyata, seperti membatasi waktu di media sosial, melakukan meditasi singkat, menjaga pola makan, dan berbicara pada orang yang dipercaya.
Kesimpulan
Masalah kesehatan mental pada generasi Z dan milenial bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga tanggung jawab bersama. Keluarga, teman, sekolah, pemerintah, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang peduli dan mendukung. Dengan pemahaman yang lebih baik, dukungan yang nyata, dan keberanian untuk mencari pertolongan, kita bisa membantu generasi muda menemukan pijakan lagi dan berjalan menuju masa depan yang lebih cerah.